Halo, Perseners! Balik lagi sama aku Senja.
Hari ini, aku baru aja nonton tayangan Mata Najwa yang rilis beberapa hari lalu bertajuk “Muda Bersuara”. Acara tersebut melakukan diskusi singkat mengenai seberapa besar peran anak muda untuk menyuarakan pendapat mereka. Diskusi juga mendatangkan bintang tamu dari berbagai latar belakang, salah satunya public figure seperti Cinta Laura.
Dan aku tertarik dengan salah satu part di mana Cinta Laura berbicara mengenai isu kekerasan seksual. Ia berpendapat bahwa perlakuan negara Indonesia terhadap korban kekerasan seksual masih tergolong rendah. Akibatnya, banyak korban kekerasan seksual mengalami trauma yang berdampak pada turunnya produktivitas mereka secara ekonomi maupun sosial.
Data menunjukkan kasus pelecehan seksual di kalangan perempuan semakin tinggi. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengatakan bahwa dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia naik hingga 800%.
Melansir dari mediaindonesia.com, terdapat 426 kasus kekerasan seksual pada perempuan per 16 Maret 2021. Dan salah satu jenis kekerasan seksual yang paling umum adalah pemerkosaan.
Berarti apa yang dikatakan Cinta Laura ada benarnya. Meskipun aku gak bisa membuktikan secara konkrit berapa banyak kasus trauma yang terjadi akibat kekerasan seksual di Indonesia. Ya, paling tidak hal ini bisa jadi awareness buat kita semua. Dan salah satu trauma yang berpotensi dialami oleh korban kekerasan seksual adalah Rape Trauma Syndrome.
So, di sini aku akan jelaskan sedikit informasi mengenai Rape Trauma Syndrome ini.
Baca juga: Kenali Compulsive Sexual Behavior, Gangguan Sexual yang Buat Candu
Apa itu Rape Trauma Syndrome?
Rape Trauma Syndrome (RTS) adalah salah satu bentuk Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang dialami oleh korban sexual assault. Teori RTS pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater yang bernama Ann Wolbert Burgess dan seorang sosiologis bernama Lynda Lytle Holmstrom pada tahun 1974.
RTS dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa berupa gangguan fisik, emosional, kognitif, perilaku, dan karakteristik interpersonal. RTS dapat terjadi segera setelah kejadian pemerkosaan (kekerasan seksual), beberapa bulan atau beberapa tahun setelahnya.
Penderita RTS paling sering disebabkan oleh pemerkosaan. Namun, korban percobaan pemerkosaan juga dapat menyebabkan seseorang mengalami RTS. Meskipun trauma pasca pemerkosaan (kekerasan seksual) lebih mengarah pada kondisi emosional dan psikologis daripada kondisi fisik, tapi trauma pascapemerkosaan (kekerasan seksual) dapat disebut sebagai sindrom karena membuat korban mengalami perubahan perilaku, pemikiran, dan perasaan yang terjadi secara konsisten.
Baca juga: Mengenal Arti Eksibisionis dan Fakta Perilakunya
Gejala Rape Trauma Syndrome
Melansir dari verywellmind.com, ada beberapa gejala umum yang ditunjukkan penderita RTS. Gejala yang paling sering diketahui adalah:
1. Gangguan kecemasan
2. Mood swing
3. Perasaan tidak berdaya
4. Menarik diri dari lingkungan
5. Disfungsi seksual (penurunan hasrat seksual)
6. Ketakutan akan masa lalu
7. Kesulitan berkonsentrasi
8. Marah
9. Malu atau menyalahkan diri sendiri
10. Depresi
11. Punya pikiran melakukan bunuh diri
12. Fobia
Fase-fase dalam Rape Trauma Syndrome
A. Tahap akut
Tahap akut terjadi setelah kejadian pemerkosaan. Fase akut secara umum terbagi dalam 3 respons:
1. Berekspresi: Korban merasa marah, takut, ataupun cemas
2. Terkontrol: Korban tampak seperti tanpa emosi atau biasa. Berperilaku seperti tidak pernah terjadi apapun
3. Rasa shock: Korban mengalami kesulitan berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan, atau kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Mereka juga tampak kesulitan mengingat kejadian pemerkosaan
B. Tahap reorganisasi atau outward adjustment
Tahap ini biasanya membutuhkan waktu berbulan-bulan maupun bertahun-tahun setelah kejadian pemerkosaan (kekerasan seksual) yang dialami. Korban dapat menjalani kehidupan secara normal, tetapi mereka akan terus mengalami gejolak emosional dalam kehidupan mereka.
C. Tahap renormalisasi
Pada tahap ini korban mulai mengenali dan menyesuaikan diri dengan apa yang mereka alami. Korban sudah bisa menerima masa lalu dengan baik. Perasaan negatif seperti perasaan bersalah dan malu perlahan juga hilang secara bertahap.
Kenapa Penderita Rape Trauma Syndrome Perlu Melakukan Konseling?
Kekerasan seksual bagi perempuan merupakan salah satu kejadian yang sangat menyakitkan dan menimbulkan trauma. Kekerasan seksual juga merupakan peristiwa psikologis yang berbahaya karena dapat merusak keseimbangan hidup korban. Tak ayal, banyak dari korban menderita rape trauma syndrome.
Korban yang menderita harus segera melakukan pemulihan secara psikologis. Dan pemulihan rape trauma syndrome tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, Perseners! Jadi harus dilakukan oleh seorang profesional melalui konseling. Konseling akan membantu recovery dan thriving untuk penderita. Recovery berarti kemampuan untuk bangkit yang dibutuhkan dalam mengatasi gejala-gejala terkait dengan kekerasan seksual.
Sedangkan thriving berarti selangkah lebih maju dari hanya sekedar mengatasi gejala-gejala yang ada. Thriving berarti menggunakan trauma yang dialami korban sebagai motivasi untuk menumbuhkan outcome personal dan perkembangan psikologis yang positif.
Kenapa Harus Konseling Online di Satu Persen?
Mengingat situasi COVID-19, konseling online menjadi jalan alternatif untuk para korban bisa mendapat penanganan segera, sekaligus menjadi ruang aman bagi para penyintas yang tidak ingin berkomunikasi secara langsung dengan konselor. Maka dari itu, Satu Persen hadir buat membantu penderita keluar dari masa sulit tanpa terbatas ruang dan waktu.
Melalui konseling online, Satu Persen akan memberi dukungan penuh untuk para penyintas kekerasan seksual atau penderita rape trauma syndrome.
Udah ada lebih dari 10.000 orang yang mendaftar konseling ke Satu Persen lho, Perseners! Aku pribadi berpendapat bahwa fasilitas konseling yang diberikan Satu Persen sangat membantu kebutuhan pasien. Alur konseling di Satu Persen juga udah sangat terstruktur. Pertama, kalian akan diarahkan untuk melakukan registrasi konseling, kemudian memilih paket konsultasi, melakukan pembayaran, mengisi psikotest, memilih psikolog dan jadwal konsultasi, serta terakhir memulai konsultasi.
Buat penderita yang ragu buat konseling online karena takut tidak aman, tenang aja, Perseners! Konseling online di Satu Persen udah terjamin keamanannya. Karena konseling akan dilakukan secara one-on-one. Jadi, bukan aplikasi chat abal-abal yang biasanya disisipi sama orang ketiga. Selain itu, udah banyak testimoni positif yang bisa kalian baca di sini, Perseners!
Konseling nantinya akan ditangani oleh psikolog lulusan S2 profesi psikolog klinis dewasa dari berbagai universitas terbaik di Indonesia. Meskipun para psikolog memiliki keahlian, pendekatan terapi, serta latar belakang yang berbeda, namun mereka sudah memiliki minimal dua tahun pengalaman dalam melakukan konseling.
Kabar baiknya lagi, para psikolog Satu Persen sudah memiliki Surat Izin Praktik Psikologi (SIPP) dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Surat Izin Praktik Psikologi Klinis (SIPPK) dari Ikatan Psikologi Klinis Indonesia (IPK). Satu Persen juga menjalankan etika konseling online dengan baik dan mengetahui aturan dalam memberikan jasa profesional buat masyarakat, Perseners!
Terakhir, demi generasi bangsa yang lebih produktif, Satu Persen tidak mau membiarkan korban pelecehan seksual berjuang sendiri. Satu Persen di sini respect banget sama mereka yang menderita rape trauma syndrome. Satu Persen berharap bisa meminimalisir dampak traumatis untuk korban atau penyintas kekerasan seksual.
Jadi, buat para penyintas atau korban kekerasan seksual yang membutuhkan penanganan segera bisa langsung konseling online dengan klik di bawah ini, ya!
Masih ragu apakah perlu ke psikolog atau tidak? Yuk coba ikut tes konsultasi dulu supaya makin yakin. Klik di sini ya!
So, aku cukupkan sampai di sini dulu ya, Perseners! Semoga artikel ini membantu kalian. Sampai jumpa lagi di artikel-artikel berikutnya!
Referensi:
https://www.verywellmind.com/what-is-rape-trauma-syndrome-5199374
https://mediaindonesia.com/humaniora/394395/kekerasan-seksual-pada-perempuan-mengapa-korban-pilih-diam
Burgess AW. Rape trauma syndrome. Behav Sci Law. 1983;1(3):97–113.