Saat mendapatkan tugas baru dari guru atau dosen, pernah nggak sih kamu menerka-nerka berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk menyelesaikan tugas tersebut?
Misalnya, saat ada tugas untuk menulis essay, kamu langsung berasumsi bahwa tugas ini pasti bisa selesai dalam 3 hari. Kamu yakin banget sama perkiraanmu ini. Soalnya kamu tahu ini bukan pertama kalinya kamu menulis sebuah essay dalam 3 hari.
Tapi, meski udah percaya bahwa tebakanmu nggak akan meleset, nyatanya menyelesaikan tugas itu lebih susah dari yang dibayangkan. Alhasil, tugasmu mungkin jadi nggak selesai tepat waktu sehingga membuat kamu stres sendiri.
Parahnya nih, walau sadar hal kayak begini bisa terjadi lagi, kamu tetap mengulang siklus yang sama saat ada tugas serupa. Nah, kalau kamu suka begini, hati-hati deh, kamu mungkin udah terjebak di Planning Fallacy.
Jadi, di blog kali ini, aku Anggi, Part-time Blog Writer di Satu Persen, mau bahas soal kebiasaan menerka-nerka waktu selesainya pengerjaan tugas atau planning fallacy. Penasaran? Yuk, kita simak ulasannya!
Baca Juga: Mengenal Zeigarnik Effect, Kebiasaan Mengingat Pekerjaan
Apa itu Planning Fallacy?
Planning fallacy adalah kecenderungan seseorang untuk meremehkan jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan di masa depan.
Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh psikolog dan ahli ekonomi, Daniel Kahneman dan rekannya, Amos Tversky, pada tahun 1977. Kahneman dan Tversky terkejut saat mengetahui bahwa rekan kerja mereka sering meremehkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah proyek. Bahkan rekan kerja itu sempat berulang kali gagal memenuhi deadline pada proyek serupa.
Planning fallacy dikenal juga dengan 'wishful thinking' atau 'angan-angan' karena orang suka membuat asumsi yang nggak realistis tentang masa depan.
Nggak cuma soal tugas, kamu mungkin pernah nyepelein waktu yang harus ditempuh saat mau ketemu temen. Kamu memprediksikan bahwa waktu perjalanan 10 menit dapat ditempuh dengan cepat. Padahal, kamu nggak tau kan kalau bisa aja nanti ada macet atau hambatan lainnya? Nah, ini termasuk planning fallacy juga, Perseners.
Baca Juga: Skripsi: Kalau Bisa Dikerjakan Besok, Mengapa Harus Sekarang?
Penyebab Planning Fallacy
Planning fallacy ini termasuk kebiasaan yang cukup persisten atau terjadi berulang-ulang, lho. Menurut sebuah penelitian, ini disebabkan oleh kebiasaan kita untuk nggak belajar dari kesalahan di masa lalu. Meski sadar prediksi kita bisa salah, sikap yang over optimistic sering kali membuat kita kekeh kalo ini bisa jadi kenyataan.
Selain itu, planning fallacy juga biasanya terjadi karena kita terlalu fokus pada hal yang mendetail daripada melihat 'gambaran besar'. Masalahnya, kegagalan kita dalam memenuhi deadline sering datang dari faktor-faktor yang nggak bisa diprediksi secara umum. Contohnya, gangguan eksternal dari tugas baru atau gangguan lain seperti pesan masuk atau media sosial.
Akibat terlalu fokus pada detail tugas dan mengabaikan pengalaman di masa lalu, kita jadi gagal memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. Pada akhirnya, rencana rinci yang sudah kita bayangkan malah semata-mata hanya memberikan rasa aman palsu.
Baca Juga: Dunning-Kruger Effect: Alasan Orang Merasa Lebih Pintar dari Kenyataannya
4 Tips Mengatasi Planning Fallacy
Pelajar, karyawan kantoran, bahkan CEO di perusahaan-perusahaan besar nyatanya pernah mengalami planning fallacy. Ini terbukti dari banyaknya penelitian yang membahas kecenderungan ini semenjak Kahneman dan Tversky mencanangkan istilah planning fallacy. Sebuah survei juga sudah membuktikan kalau planning fallacy ini sangat umum. Lantas, apa yang bisa kita lakukan supaya terbebas dari kebiasaan ini? Berikut beberapa tipsnya:
1.Membuat deadline yang realistis
Terjadinya planning fallacy kerap diawali dengan kekeliruan dalam memperkirakan waktu untuk mengerjakan suatu tugas. Maka dari itu, kamu bisa mulai belajar menentukan prioritas tugas dan membuat rencana pengerjaan tugas yang tepat.
Saat kamu membuat jadwal pengerjaan tugas, pastikan pula untuk membayangkan tingkat urgensi dan kesulitan yang mungkin kamu hadapi. Demikian, kamu bisa menetapkan deadline yang lebih realistis.
2. Memecahkan satu tugas besar menjadi tugas-tugas kecil
Fenomena planning fallacy bisa dialami oleh siapa saja, walau orang-orang dengan proyek besar lebih sering mengalaminya. Dalam hal ini, kamu bisa memecah satu proyek besar menjadi tugas-tugas kecil. Kemudian, perkirakan berapa waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masing-masing tugas. Dengan begitu, prediksi waktumu akan semakin realistis.
3. Gunakan data untuk membuat prediksi yang lebih akurat
Mulai lacak waktu yang kamu perlukan untuk benar-benar menyelesaikan berbagai hal. Setelah itu, gunakan datanya untuk membuat prediksi yang lebih akurat.
Biasakan juga untuk nggak meremehkan suatu tugas dengan berpikir kalau kamu bisa menyelesaikannya lebih cepat. Meski sudah sering mengerjakan tugas yang sama. lebih baik cari aman daripada menyesal kemudian, bukan?
Baca Juga: Time Management: Cara Mengatur Waktu dengan Metode ALPEN Agar Produktif
4. Hindari sumber distraksi
Apakah kamu suka menunda-nunda pekerjaan? Kalau iya, seberapa tinggi sih tingkat prokrastinasi kamu? Nah, coba cek dulu di sini: Tes Tingkat Prokrastinasi: Stop Menunda Pekerjaan!
Salah satu alasan terbesar di balik procrastination adalah adanya distraksi atau gangguan. Distraksi ini bisa datang dari notifikasi sosial media, pesan, atau email yang masuk. Ini berkaitan erat dengan planning fallacy. Soalnya, gangguan-gangguan kecil ini bisa bikin prediksi kita jadi nggak akurat.
Atasi planning fallacy dengan menyingkirkan hal-hal yang bisa menghancurkan fokus. Nah, nanti kamu cukup dedikasikan waktu sekitar 1 jam untuk kegiatan-kegiatan yang non-prioritas ini.
Atasi Planning Fallacy Bareng Mentor Satu Persen
Seperti yang kita sadari, menghilangkan kebiasaan buruk itu nggak mudah. Mau memulainya aja kadang susah banget. Terlebih lagi, planning fallacy ini termasuk hal yang tanpa sadar dilakukan hingga berubah jadi kebiasaan.
Tapi kamu nggak perlu khawatir, Perseners. Kamu bisa coba atasi planning fallacy dengan Mentoring di Satu Persen. Di sini, kamu bisa ceritakan semua kesulitan yang kamu hadapi dan bersama-sama cari solusinya.
Nggak cuma itu, kamu juga bisa semakin mengenal diri kamu lewat tes-tes yang diberikan, lho. Menarik banget kan? Untuk mengetahui lebih lanjut coba klik gambar di bawah ini:
Oke, terima kasih sudah membaca blog ini. Aku Anggi, Part-time Blog Writer Satu Persen, pamit. Sampai ketemu di tulisanku yang lain dan selamat menjalani #HidupSeutuhnya!
Source:
- The Decision Lab. (n, d). Why do we underestimate how long it will take to complete a task?. Retrieved, 21st February 2022, from https://thedecisionlab.com/biases/planning-fallacy/
- Harappa. (2021). The Planning Fallacy. Retrieved, 21st February 2022, from https://harappa.education/harappa-diaries/planning-fallacy-its-meaning-and-examples/
- Robson, David. (2020). Constantly late with work? Blame the planning fallacy. BBC. Retrieved, 21st February 2022, from https://www.bbc.com/worklife/article/20191104-constantly-late-with-work-blame-the-planning-fallacy
- ToDoist. (n, d). The Planning Fallacy: Why we're so bad at setting realistic timelines, and how to get better at it (maybe). Retrieved, 21st February 2022, from https://blog.doist.com/planning-fallacy-comic/