A: “Halo?”
A: “Gimana?”
A: “Lo kok udah gak ada kabar lagi?”
A: “Loh kok centang satu…”
. . .
Hai Perseners!
Ketika lo intens chatting-an sama pasangan atau gebetan lo, eh ternyata tiba-tiba dia gak bales. Menghilang begitu saja tanpa kabar! Pernah gak sih lo ngalamin kejadian yang mirip dengan itu? Atau baru aja ngalamin itu?
Kadang perilaku kayak gitu bikin bertanya-tanya. Tandanya hubungan sudah berakhir atau bagaimana? Bingung juga mau respon, soalnya gak tau apa yang sebenernya terjadi. Huft, I feel you!
Rupanya hal ini gak hanya terjadi di hubungan romantis saja. Fenomena “menghilang” ini bisa juga terjadi pada hubungan pertemanan bahkan pekerjaan. Lalu apa sih fenomena “menghilang” ini?
Fenomena tersebut biasa disebut dengan istilah ghosting. Istilah ghosting mulai dikenal sekitar tahun 2000-an. Semakin berkembangnya teknologi, istilah ini makin populer, hingga pada tahun 2015 masuk Collins English Dictionary untuk dipatenkan.
Arti Kata Ghosting Itu Apa?
Ghosting menurut Leah LeFebre, seorang profesor Universitas Alabama, adalah perilaku mengakhiri hubungan tanpa adanya kejelasan atau menghindari kontak dengan orang lain. Cara ini sering digunakan seseorang untuk menghindari komunikasi dengan orang lain. Salah satu perilaku ghosting ialah ketika sedang intens chatting tiba-tiba dia tidak membalas bahkan memutuskan kontak (block) lo.
Baca Juga: Apa itu Ghosting dan Bagaimana Cara Menghadapinya?
Dampak Psikologis dari Ghosting
Ghosting ternyata bisa berdampak pada kondisi psikologis seseorang, lho. Orang yang mengalami ghosting dapat merasakan beberapa emosi negatif salah satunya merasa tidak dihargai. Bahkan pada sebagian orang, ghosting menyebabkan trauma.
Selain itu, seseorang juga bisa memiliki self-esteem yang rendah serta cenderung menyalahkan dirinya sendiri. Chat yang tak kunjung dibalas bisa menyebabkan perasaan diabaikan, diasingkan, dan dapat meningkatkan kecemasan. Perilaku ghosting ini dideteksi sebagai rasa sakit yang memunculkan perasaan sedih dan marah.
Alasan Kenapa Orang Melakukan Ghosting
Ghosting dianggap oleh orang yang melakukannya adalah cara paling cepat untuk keluar dari hubungan “kurang nyaman”. Berdasarkan penelitian Freedman dkk. (2018) mereka ingin menghindari atau takut akan konflik. Artinya, mereka menghindari konfrontasi atau percakapan yang rumit maupun merasa takut melukai perasaan orang lain.
Padahal, dengan melakukan ghosting tanpa sadar membuat orang lain merasa terluka dan marah. Perilaku tersebut dilakukan untuk memproteksi diri namun dengan mengorbankan perasaan orang lain. Meski begitu, seseorang tetap saja lebih menyukai “menghilang” begitu saja daripada berbicara langsung ke orang lain. Huft!
Rekomendasi Podcast Buat Lo: “Ghosting: Hilang Ditelan Bumi”
Tahap-Tahap Ghosting
Menurut penelitian Pancani dkk. (2021), orang yang mengalami ghosting umumnya merasakan tahapan berikut:
Stage 0– Terjadinya Ghosting
Pada tahap ini terdapat tanda-tanda berakhirnya sebuah hubungan. Mulai dari berkurangnya komunikasi sampai berhenti sama sekali. Orang yang mengalami ghosting tidak mendapat kabar atau konfirmasi apapun dari orang yang telah meng-ghosting.
Stage 1– Kaget dan Bingung
Seseorang yang mengalami ghosting pada tahap ini merasakan kaget. Awalnya chatting secara intens tiba-tiba berhenti tanpa kejelasan. Wajar apabila mereka merasa bingung dan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Mereka menganggap orang yang meng-ghosting sedang sibuk dan tidak punya waktu untuk membalas. Namun, kecemasan berlanjut membuat mereka mempertanyakan, “Apakah dia baik-baik saja?”.
Stage 2– Merasa Bersalah, Marah, dan Kehilangan
Tahap ini menggambarkan kondisi psikologis seseorang ketika mengalami ghosting yang cenderung kurang stabil. Mereka mulai merasakan emosi seperti marah, merasa bersalah, dan sedih. Mereka juga merasa bahwa merekalah yang membuat hubungan ini tidak berjalan baik, bukan orang yang meng-ghosting.
Perasaan di-ghosting hampir sama seperti penolakan. Mereka merasa marah dan menganggap hal itu tidak adil. Mereka juga merasa kehilangan orang yang berharga dalam hidup mereka.
Stage 3– Memutus Kontak dan Memulai Baru
Tahap ini merupakan tahap terakhir seseorang ketika mengalami ghosting. Pada saat ini, seseorang mulai menerima hal yang telah terjadi. Kurang lebih terdapat dua hal yang terjadi dalam tahap ini.
Hal pertama yang terjadi adalah mulai memutuskan kontak. Dimulai dengan melepaskan emosi negatif seperti marah, sedih, atau merasa bersalah. Kemudian mereka berhenti untuk menghubungi atau sedikit memberikan jarak. Tak jarang ada yang mem-block atau sekadar unfriend di media sosial.
Kedua, mereka mulai “membuka lembar baru”. Mereka umumnya mendapatkan dukungan yang penuh dari teman dekatnya. Mereka banyak menghabiskan waktu dengan temannya secara positif seperti jalan-jalan dan lain sebagainya. Mereka percaya bahwa kebahagiaan mereka jauh lebih penting daripada hanya memikirkan ghosting.
Cara Menyikapi Ghosting
Ghosting dalam hubungan dapat menimbulkan banyak tanda tanya saking tidak jelasnya. Hal ini ternyata bisa terjadi pada siapapun. Oleh karena itu, kita perlu belajar untuk menyikapi ghosting. Simak tips berikut ya, perseners!
1. Hadapi dengan Tenang
Sadari dan terima apa yang telah terjadi. Wajar ketika lo merasakan emosi negatif saat sedang di-ghosting. Beri waktu untuk diri lo menerima, ya! Menyangkal atau denial pada realita membuat kita bisa jadi lebih susah untuk menerima kenyataan.
Sadari pula hal yang bisa kita kendalikan atau tidak. Balasan dari pasangan/gebetan/teman lo bukan hal yang bisa lo kendalikan. Tapi, perasaan lo ketika menghadapi ghosting bisa lo kendalikan. Boleh kok untuk sedih! Tapi secukupnya aja ya~
2. Belajar Komunikasi Secara Asertif
Kurangnya komunikasi juga bisa menyebabkan ghosting. Komunikasi yang bisa lo pelajari adalah komunikasi secara asertif. Apa itu?
Komunikasi asertif merupakan komunikasi secara jujur mengungkapkan perasaan dan pemikiran lo. Namun, tetap menghargai orang lain. Tujuannya sama-sama cari jalan tengah suatu masalah untuk keadaan jadi lebih baik.
“Gue ngerasa….., semenjak….., saat lo ngelakuin hal……, itu bikin gue gak nyaman. Gue ingin kedepannya…….., tujuan gue bilang gini karena…..”
Lo bisa pake ini untuk bantu lo berkomunikasi secara asertif. Point pentingnya adalah jujur sama apa yang sebenernya lo rasain sekarang dan apa yang ingin lo harapkan untuk kedepannya. Lo juga bisa terapin yang ada di Youtube Satu Persen tentang Pentingnya Komunikasi Asertif (Karena Kita Gak Bisa Baca Pikiran Orang Lain)
3. Bangun Resiliensi
Resiliensi adalah kemampuan untuk dapat kembali bangkit setelah mengalami “jatuh”. Ketika lo sudah berusaha dengan baik untuk memperbaiki hubungan tapi ternyata dia tetap melakukan ghosting, you better move on! Dunia bukan hanya soal dia, kan?
Cari cara bangkit versi lo. Terkadang, memang butuh waktu. Kalau lo butuh bantuan lo bisa konsultasi ke mentor Satu Persen. Konsultasikan pengalaman lo secara private tanpa takut untuk di-judge! Atau, kalau lo belum yakin, lo bisa coba ikut tes konsultasi dulu supaya tau mana layanan yang cocok buat kondisi lo.
Dari Satu Persen
Life is never flat! Setiap hubungan dengan orang lain, entah itu partner atau rekan kerja, teman, bahkan pasangan memiliki dinamika tersendiri. Ketika hal yang tidak kita inginkan terjadi, cobalah untuk terbuka dengan pasangan lo. Inget yang diselesaikan masalahnya, bukan hubungannya~
Mungkin, ini saatnya memanggil quote yang cliché namun related yaitu “Kalau ada apa-apa bilang, jangan ngilang!”. Kalau udah berjuang dengan maksimal tapi masih gitu-gitu aja, yuk move on! Siapa tahu ada orang yang jauh lebih baik untuk lo di luar sana!
Kalau lo tertarik untuk membaca konten edukasi seperti ini, sabi banget untuk cek artikel lainnya di Blog Satu Persen. Ada banyak artikel dengan tema-tema menarik dan bervariasi yang bisa lo baca. Jangan lupa juga follow Instagram @satupersenofficial dan Youtube Satu Persen, ya!
Sekian untuk artikel hari ini! Semoga bisa menambah insight lo dan berkembang se-enggak-nya satu persen tiap harinya menuju #HidupSeutuhnya! See you!
References:
Ackerman, C. E. (2021, February 22). What is Resilience and Why is It Important to Bounce Back? https://positivepsychology.com/what-is-resilience/
Bernardo, J. (2020, February 11). Self Blame, Trauma: The Horrors of Ghosting. https://news.abs-cbn.com/life/02/11/20/self-blame-trauma-the-horrors-of-ghosting
Field, B. (2021, February 2021). How to Cope with Being Ghosted. https://www.verywellmind.com/how-to-cope-with-being-ghosted-5101153
Freedman, G., Powell, D. N., Le, B., & Williams, K. D. (2019). Ghosting and destiny: Implicit theories of relationships predict beliefs about ghosting. Journal of Social and Personal Relationships, 36(3), 905-924.
Lantern. (2017, December 6). The Psychology of Ghosting: Why People Do It and a Better Way to Break Up. https://www.huffpost.com/entry/the-psychology-of-ghostin_b_7999858
Naomi. (2019, November 11). How Ghosting Can Affect Mental Health. https://playintoit.com/how-ghosting-can-affect-mental-health/
Pancani, L., Mazzoni, D., Aureli, N., & Riva, P. (2021). Ghosting and orbiting: An analysis of victims’ experiences. Journal of Social and Personal Relationships, 02654075211000417.
Pulih. (2020, February 17). Ghosting dan Cara Menyikapinya. http://yayasanpulih.org/2020/02/ghosting-dan-cara-menyikapinya/
Rahasia, C. (2021, March 7). Asal Mula Istilah Ghosting di dalam Sebuah Hubungan.https://kumparan.com/cinta-rahasia/asal-mula-istilah-ghosting-di-dalam-sebuah-hubungan-1vJIbRJzxKh
Vilhauer, J. (2015, November 27). Why Ghosting Hurts So Much. https://www.psychologytoday.com/us/blog/living-forward/201511/why-ghosting-hurts-so-much