Halo semua, balik lagi sama aku Senja, Part-time Blog Writer di Satu Persen. Gimana keadaan Perseners? Semoga sehat selalu, ya!
Oh iya, hari ini aku mau bahas soal kebahagiaan, nih. Menurut kalian kebahagiaan itu apa, sih? Kalau menurutku, perasaan bahagia bisa dibilang adalah puncak pencapaian tertinggi dalam aspek psikologis kehidupan.
Bagaimana tidak? Hampir seluruh perjalanan hidup manusia selalu dihabiskan untuk mendapatkan kebahagiaan. Bahkan negara juga mengakui bahwa bahagia merupakan hak yang wajib dipenuhi oleh warganya.
Makna kebahagiaan juga ditunjukkan lewat film-film kartun. Siapa yang di sini waktu kecil suka nonton film kartun? Inget gak, momen-momen terakhir saat filmnya udah mau selesai? Di akhir cerita selalu terdapat narasi bahwa, “Mereka akan hidup bahagia selamanya” atau live happily ever after.
Tapi, lama-lama kita menyadari bahwa apa yang dikatakan dalam film kartun itu sebenarnya sangat kontradiktif. Karena nyatanya tidak ada yang namanya hidup bahagia selamanya.
Realitanya, kehidupan memang tidak pernah terlepas dari rasa sakit dan kecewa. Kita akan selalu dihadapkan dengan kehilangan, kematian, kegagalan, maupun kesedihan.
Baca Juga: Bahagia dengan Tidak Membandingkan
Russ Harris, penulis buku The Happiness Trap: How to Stop Struggling and Start Living mengungkapkan faktanya bahwa banyak dari kita telah salah mengartikan makna kebahagiaan sebagai suatu ambisi yang harus dikejar. Akibatnya muncul mitos-mitos mengenai kebahagiaan yang menurut Russ Harris itu salah.
Mitos-mitos kebahagiaan itu kebanyakan udah lumrah terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita. Sampai kita merasa bahwa mitos-mitos itu benar adanya. Apa aja hal-hal itu? Berikut aku jelaskan mitos-mitos kebahagiaan dari sisi buku ini ya, Perseners!
Mitos-mitos Kebahagiaan
1. “Kebahagiaan sejati itu ada kok.”
Menurut Russ Harris kebahagiaan sejati itu sesungguhnya sangat sulit ditemukan. Hal ini bisa dilihat dari fakta-fakta yang ada di masyarakat. Secara statistik terdapat potensi 30% bahwa setiap orang akan menderita gangguan jiwa dalam hidupnya, 1 dari 10 orang dewasa di dunia mencoba melakukan bunuh diri, dan satu dari lima orang di dunia menderita gangguan depresi.
Secara statistik dibuktikan kalau kita gak akan pernah bisa lepas dari masalah kehidupan. Sehingga pernyataan “kebahagiaan sejati itu ada” kurang mencerminkan realita.
2. "Kalau kamu gak bahagia, berarti ada kecacatan di hidup kamu."
Gak bisa dipungkiri kalau ada beberapa orang yang kesulitan merasa bahagia karena kondisi mental yang tidak baik-baik saja. Banyak orang menganggap bahwa ketika mental kita terganggu, kita termasuk orang tidak normal. Kita hanya akan dianggap normal ketika kita merasa bahagia. Padahal, manusia hanya melakukan evolusi berpikir supaya dapat beradaptasi dengan keadaan yang ada.
Semisal, orang yang menderita depresi tentu pikirannya akan lebih sibuk untuk mencari cara mengurangi gejala depresi dibandingkan mikirin bahagia. Evolusi berpikir pada orang depresi akan menjadikannya lebih kuat menjalani kehidupan. So, penderitaan mental bukanlah suatu kesalahan, ya!
3. "Hilangkan perasaan negatif supaya lebih bahagia."
Perseners pasti sering mendengar pernyataan bahwa untuk bahagia kita perlu menghilangkan perasaan negatif yang ada di dalam diri. Hal ini sesungguhnya sangat menjebak loh, Perseners! Kadang seberapapun kita berusaha menghilangkan pikiran negatif dan mengisinya dengan pikiran positif, hal negatif justru selalu datang mengisi pikiran kita kembali.
Perseners sadar, gak? Sebenarnya hal itu terjadi karena kita selalu berusaha menghilangkan perasaan negatif. Sehingga ketika ada hal buruk terjadi, kita merasa tidak mampu untuk menghadapinya.
Baca juga: Mencari Kebahagiaan untuk Bisa Bahagia? Stop Sekarang!
Salah satu mitos kebahagiaan mengharuskan kita buat menghilangkan perasaan negatif. Permasalahannya, apakah kita bisa menghilangkan perasaan negatif sesuka hati kita? Coba setelah Perseners baca tulisan ini, aku tantang kalian buat gak memikirkan kopi selama 5 menit.
Perseners gak boleh membayangkan rasa kopi yang pahit itu, warna kopi yang pekat, baunya yang khas, atau kenikmatan meminum kopi di kafe. Bisa gak? Jawab dalam hati ya, aku yakin jawaban kalian pasti sama yaitu: “Gak bisa.”
Menurut Russ Harris kita tidak bisa menghilangkan pikiran, ingatan, dan emosi kita. Karena semua itu merupakan inner world atau batin kita. Sehingga yang dibutuhkan adalah strategi melalui penerimaan diri dan komitmen tanpa menghilangkan perasaan negatif.
Nah, karenanya Perseners bisa coba menggunakan terapi penerimaan diri dan komitmen atau istilah bahasa Inggrisnya ACT, untuk hidup lebih bahagia.
Acceptance and Commitment Therapy (ACT)
Acceptance and Commitment Therapy (ACT) merupakan terapi yang berfokus agar orang-orang tidak menghindari emosi dan pikiran negatif. ACT seringkali digunakan untuk mengatasi masalah berat seperti gangguan jiwa loh, Perseners. Karena ACT ini meningkatkan kesadaran kita agar mampu menerima masa lalu yang tidak menyenangkan.
ACT berasal dari kata acceptance atau dalam bahasa Indonesia berarti penerimaan serta commitment yang berarti komitmen. Penerimaan itu bukan pasrah ya, Perseners! Penerimaan itu berarti merangkul kehidupan, menerima apa yang ditawarkan kehidupan. Kita membuka diri sepenuhnya terhadap realita yang ada, kemudian berkomitmen untuk mengambil tindakan selanjutnya secara konsisten.
Secara garis besar tujuan utama ACT yaitu untuk menangani pikiran dan perasaan menyakitkan serta menciptakan kehidupan yang penuh makna. Terdapat 6 prinsip ACT yang perlu Perseners pahami, nih! Yuk, simak di bawah ini:
1. Difusi
Prinsip difusi di sini adalah berpikir dengan cara baru agar permasalahan yang sedang dihadapi berdampak lebih sedikit di dalam diri kita. Contohnya saat kita sakit hati dan pikiran sedang diliputi oleh perasaan yang menyakitkan, kita bisa belajar meredakan pikiran menyakitkan itu tanpa berusaha menghilangkannya. Lambat laun perasaan menyakitkan itu akan kehilangan kemampuannya untuk menekan atau mengganggu kita.
2. Ekspansi
Ekspansi berarti memberi ruang untuk perasaan negatif alih-alih mencoba menekan atau mendorongnya. Saat kita membuka diri dan memberi ruang untuk perasaan negatif, semakin lama perasaan negatif tersebut akan hilang lebih cepat dari yang kita bayangkan loh, Perseners!
3. Koneksi
Koneksi berarti menyalurkan jiwa dan energi yang kita punya untuk hidup di masa sekarang. Jadi, berhenti buat mikirin masa lalu atau mengkhawatirkan masa depan, ya!
4. Observasi Diri
Observasi diri berarti mengamati diri untuk mengenali nilai-nilai yang ada dalam diri sendiri. Kalau dalam ACT, hal ini membantu untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan diri kita sendiri, Perseners!
5. Nilai
Setelah mengenali nilai-nilai yang ada dalam diri, kita kemudian bisa mengklasifikasi dan menghubungkan nilai-nilai yang kita punya untuk membuat hidup lebih bermakna. Nilai ini kemudian dapat menjadi panduan atau arahan untuk kita.
6. Aksi Berkomitmen
Prinsip terakhir adalah berkomitmen melalui tindakan. Tindakan yang dimaksud harus berdasarkan nilai-nilai yang kita bangun sebelumnya. Komitmen berarti melakukan tindakan dengan sepenuh hati dan penuh tanggung jawab.
Perlu diingat, ACT bukan meditasi ya, Perseners! ACT hanya terapi buat mengolah pikiran kita lebih baik. Jadi, gak ada tuh gaya tertentu untuk duduk, dengerin musik atau nyalain lilin untuk relaksasi. ACT murni suatu tindakan praktis yang bertujuan membuat perubahan hidup yang lebih baik.
Gimana Caranya Supaya ACT Berhasil?
Kita tidak mungkin bisa mengubah hidup hanya dengan membaca artikel atau buku karya Russ Harris aja. Kuncinya adalah melalui tindakan ya, Perseners! Perseners bisa buat catatan harian atau sisihkan sedikit waktu buat merenungkan ini.
Praktikkan 6 prinsip ACT yang udah aku paparkan tadi. Tidak usah terburu-buru, yang penting konsisten aja. Perseners bisa menerapkan ACT sesuka hati dan disesuaikan dengan kebutuhan kalian.
Kalau emang kalian masih ngerasa kesulitan, ingat ya, kalau Satu Persen selalu ada buat membantu kalian. Kalian bisa ikutan layanan mentoring online Satu Persen dengan klik di bawah ini!
Atau kalau emang masalah kalian masih belum yakin, kalian bisa mencoba tes konsultasi, supaya tahu mana layanan yang cocok sesuai kondisi kalian.
Semoga penjelasan aku tadi bisa bermanfaat buat kalian ya, Perseners. Segitu dulu dari aku, salam sehat!
Referensi:
Harris, Russ. 2008. The Happiness Trap: How to Stop Struggling and Start Living . Boston: Shambhala Publication.