Media sosial kayaknya udah jadi “santapan” rutin buat banyak orang, ya. Susah kalo satu hari aja gak liat perkembangan berita lewat media sosial. Takut nanti dibilang gak update dan gak bisa ikut nimbrung bareng temen-temen.
Karena teknologi sekarang udah canggih banget, persebaran informasi juga super cepet banget. Semua informasi bisa didapat dari satu benda kecil, yaitu ponsel. Ya, ponsel udah jadi barang wajib yang harus dibawa. Bahkan, gak sedikit yang lebih milih ketinggalan dompet daripada ketinggalan ponsel.
Perseners, kalo kalian ngerasain juga kaya kondisi di atas itu, mungkin kalian lagi ngalamin yang namanya sindrom FOMO (Fear of Missing Out). Banyak yang bilang kalo sindrom ini adalah banyak dialami generasi milenial. Tapi, kalian tau gak sih FOMO itu apa? Terus dampaknya apa?
Oke, kali ini aku, Fifi, Part-time Blog Writer di Satu Persen bakal jelasin lebih lanjut ke kalian. Jadi, baca konten ini sampai habis, ya.
Baca Juga: Pengaruh Sosial Media Terhadap Self Esteem
Apa Itu FOMO?
FOMO atau Fear of Missing Out adalah sindrom yang membuat seseorang merasa takut dan khawatir ketinggalan tren yang sedang ramai terjadi. Sindrom ini sebenarnya bukan hanya sebatas kekhawatiran mengikuti tren di sosial media.
Semua aspek kehidupan yang membuat seseorang merasa khawatir tertinggal atau kurang update bisa termasuk dalam sindrom ini. Aktivitas sosial, status sosial, pekerjaan, dan kondisi lainnya. Tapi, sindrom ini berpotensi menjadi lebih parah dengan penggunaan sosial media yang berlebihan.
Fear of missing out pertama kali dikenalkan oleh profesor dari Oxford University, Dr. Andrew K. Przybylski, pada tahun 2013. Menurutnya, penyebab utama seseorang mengalami sindrom ini adalah perasaan tidak puas dan tidak bahagia dengan dirinya sendiri. Tidak hanya remaja, siapapun bisa mengalaminya.
Penyebab FOMO
Menurut psikolog klinis, Lauren Hazzouri, fear of missing out mendorong seseorang untuk selalu memenuhi standar lingkungannya. Ini membuat seseorang mengambil keputusan tanpa berpikir panjang.
Contoh, ada teman yang mengajak minum kopi di kafe. Tanpa pikir panjang kita setuju untuk ikut karena khawatir akan ada momen seru yang terlewat kalau kita tidak ikut.
Menurut Lauren, orang yang punya gangguan kecemasan atau depresi kemungkinan besar bisa mengalami FOMO. Tapi, perasaan rendah diri dan tidak bahagia adalah kontributor utama. Orang yang merasa rendah diri berlebihan jadi seolah perlu menunjukkan eksistensinya pada lingkungan untuk menunjukkan bahwa mereka bahagia atau berguna.
Sebaliknya, orang yang cukup bahagia dengan rasa percaya diri yang tinggi tidak perlu menunjukkan pada siapa pun bahwa mereka benar-benar bahagia. Meski tidak terlihat oleh siapapun, mereka tetap tidak kehilangan rasa bahagia.
Mereka yang mengalami FOMO juga cenderung lebih “konsumtif” terhadap sosial media. Sosial media bertujuan sebagai pelarian atas rasa kurang bahagia. Sering kali pelarian ini justru membuat mereka semakin merasa rendah diri. Karena melihat postingan teman yang punya kehidupan “sempurna” yang memunculkan rasa rendah diri dan iri.
Akibatnya, FOMO mendorong seseorang untuk membagikan kehidupan pribadinya ke media sosial dengan sedemikian rupa supaya terlihat seolah-olah lebih wow dan tidak kalah hebat dari orang lain. Dengan begini mereka akan merasa lebih berharga, lebih puas, dan lebih bahagia. Padahal, yang mereka bagikan lewat media sosial belum tentu benar-benar mereka rasakan.
Baca Juga: Buat Kamu yang Kecanduan Media Sosial (Tips Melakukan Detoks Sosmed)
Bagaimana Cara Mengatasi FOMO?
1. Fokus pada kelebihanmu
Hal pertama yang perlu kamu sadari adalah bahwa kamu sama seperti orang lain. Kamu juga punya sisi kelam dan sisi bahagia. Bersyukur dan fokus pada apa yang sudah kamu punya bisa meredam rasa iri dan cemas.
Dalam menggunakan media sosial, kamu bisa coba untuk lebih selektif mengikuti dan melihat akun lain. Coba beranikan untuk unfollow mereka yang menurutmu membuat kamu merasa FOMO.
Selain unfollow, mungkin kamu bisa belajar untuk lebih bersikap suportif. Dari pada merasa minder dengan postingan teman, kamu bisa coba untuk memberi respon positif sebagai tanda kalau kamu juga ikut senang dengan pencapaian mereka. Jadi, kamu bisa melihat media sosial dari perspektif yang lebih positif.
Masih bingung sama kelebihan diri sendiri? Yuk coba ikuti Tes Superpower Check ini. Mungkin kamu bisa menemukan jawaban yang tepat, nih.
2. Batasi penggunaan media sosial
Meskipun FOMO bukan hanya tentang sosial media, tapi peran sosmed cukup besar dalam membuat seseorang menjadi FOMO. Dengan membatasi penggunaan sosial media, kamu tidak perlu lagi melihat hal-hal yang kurang penting. Kamu bisa mulai belajar fokus dan memperhatikan lingkungan sekelilingmu saja.
3. Bangun koneksi
Daripada sibuk untuk terus membandingkan diri dengan orang lain secara online, sebaiknya kamu coba untuk melebarkan relasi. Dengan bergaul secara real, kamu justru bisa tahu apa yang benar-benar mereka alami dan rasakan. Apa yang mereka alami dibalik sosial medianya. Jadi, kamu bisa pertimbangkan kalau kamu mau merasa iri dengan kehidupan mereka.
4. Ubah Persepsi
Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa fear of missing out merupakan salah satu bentuk pemikiran distorsi. Pemikiran distorsi adalah pola pikir irasional yang dapat menyebabkan depresi dan gangguan mental lainnya. Contohnya, kamu bisa saja punya pikiran bahwa teman-temanmu membicarakan kekuranganmu ketika mereka berkumpul tanpa kamu.
Untuk mengubah pikiran distorsi menjadi pikiran yang positif, kamu perlu melakukan langkah ekstra. Jika memang diperlukan, kamu bisa “puasa” sosial media selama beberapa waktu. Kamu juga perlu mengontrol pikiranmu agar tidak memikirkan hal-hal negatif yang tidak penting. Terakhir, kamu bisa mempertimbangkan untuk mencari bantuan profesional.
Layanan mentoring di Satu Persen mungkin bisa jadi salah satu pilihan. Mentor di Satu Persen adalah para lulusan S1 psikologi yang sudah mendapatkan pelatihan untuk membantu permasalahan semacam ini. Dengan konsultasi bareng mentor, kamu akan dibantu untuk mencari solusi yang terbaik atas masalahmu.
Selain curhat bareng mentor, kamu juga bisa mendapatkan fasilitas psikotes yang bisa membantu kamu untuk lebih mengenal diri. Kamu bisa langsung klik banner di bawah ini untuk informasi lebih lanjut.
Kalo kamu masih penasaran buat tahu lebih banyak lagi tentang topik FOMO ini, kamu bisa dengerin episode Podcast Satu Persen ini, ya.
Okay, terima kasih banyak kalian udah baca kontenku sampai habis. Saatnya aku, Fifi, pamit undur diri. Sampai ketemu di konten-kontenku selanjutnya dan selamat menjalani #HidupSeutuhnya.
Referensi:
Barker, E. 2016. This Is The Best Way to Overcome Fear of Missing Out. Time. https://time.com/4358140/overcome-fomo/
Good Therapy. 2016. Overcoming FoMO: What Fuels Your Fear of Missing Out? https://www.goodtherapy.org/blog/overcoming-fomo-what-fuels-your-fear-of-missing-out-0418167