Body Positivity Malah Jadi Toxic Positivity

Artikel Terbaik
Diaz Ajeng Pradila
23 Sep 2020
Body Positivity Malah Jadi Toxic Positivity
Satu Persen - Body Positivity Malah Jadi Toxic Positivity

Hai Perseners kenalin nama gue Diaz. Mungkin lo baru liat nama gue di sini. Yaps emang gue baru join di Satu Persen -/+ dua mingguan. Dan untuk sekarang gue lagi dapet amanah sebagai Blog Writer Intern di Satu Persen.

Pengalaman menulis gue emang belom terlalu banyak, but I’ll do my best buat lo semua pembaca setianya Satu Persen :). Lewat tulisan ini gue akan ngajak lo untuk berpikir dan menilai sesuatu dari sisi perspektif yang berbeda. Gue harap lo bisa ambil hal positif dari tulisan gue ini, seengganya bantu lo buat berkembang Satu Persen setiap harinya!

Buat lo para ‘netizen aktif pencari berita’, lo pasti tau #PolusiVisual yang sempet jadi trending topic beberapa minggu lalu. Ya bener banget hashtag itu muncul gegara tweet dari selebgram Revina VT. Tweet yang cukup banyak menimbulkan ‘jonjang janjing’ di media sosial khususnya Twitter dan Instagram.

*buat lo yang kurang update nih lo bisa baca tweetnya*

Ada beberapa butir netizen yang setuju dengan statementnya Revina VT, banyak banget juga yang GA setuju. Bahkan gue liat-liat banyak juga orang yang jadi ‘nyerang balik’ Revina VT ini. Tweet Revina VT yang dianggap kontroversial itu makin viral karena banyak respon dari public figure juga.

Nah kalo pendapat lo sendiri gimana nih terhadap tweet Revina VT ini? Lo bisa komen di bawah setelah lo baca semua tulisan gue yaa :D.

Banyak mungkin dari lo yang menilai tweetnya Revina VT tadi sebagai body shaming. Atau ada lo mungkin yang bilang ‘katanya aktivis body positivity tapi kok malah body shaming orang sih? Gak konsisten!’

Nah mungkin beberapa dari lo juga ada yang sering ngikutin gerakan body positivity. Atau lo pernah ngeliat beberapa influencer yang mengkampanyekan gerakan body positivity. Emang belakangan ini gerakan body positivity itu lagi sering banget dibahas di media sosial. Dan topik yang cukup sensitif juga untuk dibahas. Banyak pro dan kontranya lah

Yang gue tau sih gerakan body positivity fokus pada pernyataan bahwa semua orang berhak memiliki citra tubuh yang positif. Terlepas dari bagaimana masyarakat dan budaya memandang bentuk, ukuran, dan penampilan yang ideal. Gerakan ini sebagai upaya untuk mengubah standar kecantikan yang ga realistis dan ngingetin orang biar lebih bisa mengapresiasi apapun bentuk tubuhnya.

Awal Mula Body Positivity

Gue akan cerita sedikit tentang gimana sih awal mulanya body positivity itu?

Jadi gini sebelum istilah body positivity muncul, tahun 1960-an ada gerakan namanya ‘Fat Acceptance’. Gerakan ini fokus untuk stop budaya ‘Fat-shaming’ dan diskriminasi orang berdasarkan ukuran atau berat badannya. Sampe akhirnya dibikin lah National Association to Advance Fat Acceptance tahun 1969.

Tahun 1996 baru nih muncul Istilah body positivity untuk pertama kali. Istilah ini dipelopori oleh seorang psikoterapis dengan pasiennya yang mengalami gangguan makan yang membuat website thebodypositive.org. Situs ini ngasih banyak info dan edukasi untuk bantu orang ngerasa nyaman dengan tubuhnya.

Nah baru nih sekitar tahun 2012 istilah ‘body positivity movement’ itu muncul. Awalnya gerakan ini dibuat untuk menentang standar kecantikan feminin yang tidak realistis. Tapi saat ini lebih fokus untuk menyampaikan pesan bahwa ‘All bodies are beautiful’.

Photo by Molly Callahan

Dalam beberapa tahun terakhir banyak brand kecantikan yang mulai ikut gerakan body positivity untuk publikasi dan pemasarannya. CVS, Victoria's Secret, Dove dan Aerie secara resmi mengumumkan bahwa perusahaannya akan meng-highlight tubuh yang nyata dan berhenti melakukan airbrushing untuk iklan produknya. Brand kecantikan Olay, Maybelline, L’Oreal dan Citra juga saat ini sudah tidak melakukan airbrushing pada modelnya sebagai bentuk gerakan body positivity.

Pertengahan tahun 2018 H&M sebagai salah satu brand fashion yang dapet pujian karena ikut mempromosikan body positivity. H&M menampilkan model dengan tubuh wanita tampak realistis yang meninggalkan stretch mark, bulu lengan dan bekas luka.

Lo bisa perhatiin di satu sisi body positivity makin populer karena bantuan media sosial dan  banyak brand yang ikut mengkampanyekan. Di sisi lain, banyak masyarakat yang terus bingung tentang arti sebenarnya. Menjadi satu alasan kenapa body positivity sering disalahpahami adalah karena terlalu banyak definisi yang berbeda tentang arti dari gerakan ini.

Seperti hasil survey dari Psychology Today lewat aplikasi Whisper. Ada 35,1% pengguna mengartikan body positivity sebagai ‘being okay with flaws’, 29,3% menyebutnya sebagai ‘loving yourself’, 21,1% sebagai ‘being confident’, dan 14,5% sebagai ‘appreciating your body.’

Selain terlalu banyak persepsi yang bikin bingung. Menurut gue, body positivity yang lagi trend sekarang ini terlalu fokus pada penampilan fisik aja dibanding fungsi dari tubuh itu sendiri. Gue perhatiin juga masyarakat digiring untuk menerima semua bentuk dan ukuran tubuh tanpa mikirin aspek lain (kaya kesehatan). Ya gerakan seperti ini bukannya ga baik, tapi kurang lengkap aja.

Ya emang orang yang bisa menerima apapun bentuk tubuhnya, apapun warna kulitnya itu layak buat dapet apresiasi. Tapi menurut gue body positivity juga bisa jadi toxic positivity sih. Ketika itu malah berdampak buruk buat diri kita sendiri. Ketika ‘konsep’ body positivity itu buat kita cuma sekedar nerima aja, tapi kita ga mau mengubah tubuh kita jadi lebih baik lagi.

Kalo kita ambil kasus obesitas. Menentang standar kecantikan yang ga realistis (menjadi kurus) itu penting banget tapi bukan berarti kita merayakan obesitas secara terbuka. Menerima tubuh yang obesitas itu justru malah bahaya sih karena banyak banget penyakit yang disebabkan karena obesitas.

Seperti kata American Society for Metabolic and Bariatric Surgery penyakit jantung, diabetes, darah tinggi, gagal ginjal, stroke, bahkan sampe impotensi bisa disebabkan karena obesitas. Kebayang kan bahayanya kalo kita cuma menerima dan terus mempertahankan tubuh kita yang ga sehat. Tanpa melakukan perubahan apa-apa.

‘Emang Apa sih Toxic Positivity?’

Photo by @thepsychologygroup

Menurut seorang psikolog klinis asal Amerika istilah toxic positivity adalah konsep untuk tetap positif itu dianggap cara yang benar untuk menjalani hidup Anda. Artinya hanya fokus pada hal-hal positif dan menolak apapun yang negatif.

Kedengarannya bagus ya? Tunggu, belom tentu! Kenapa? Karena menurut gue, ketika kita selalu menerima sesuatu yang positif aja itu akan bikin kita jadi ga realistis. Sesuatu yang positif akan bahaya ketika hal itu malah berdampak negatif buat diei kita. Yaa dari namanya aja udah toxic.

Nah mungkin toxic positivity bisa terjadi saat orang gembar gembor body positivity terus-terusan dengan aksi self-love tapi dia juga GA ngelakuin perubahan apa-apa buat dirinya.

Contoh kasus obesitas tadi. Bagus banget ketika ada orang yang bisa terima apapun bentuk tubuhnya. Tetep percaya diri dengan tubuhnya sendiri. Bagus ko itu hal yang sangat positif. Tapi ketika dia cuma menerima dan cuma bertahan dengan kondisi badannya tanpa ingin melakukan perubahan. Itu sih yang menurut gue keliru.

Body positivity yang kaya gitu yang bahaya. Kenapa? Karena orang tuh malah bertahan dengan gaya hidup yang ga sehat. Jadi toxic ga sih? Yang tadinya mau ngajarin kebaikan malah berdampak ga baik juga buat dirinya.

Terus apa lagi kalo kita cuma bisa protes doang ketika ada orang yang (sorry) ngatain kita. Bilang orang yang ngatain itu pelaku body shaming lah atau protes ga ngerti body positivity lah. Gue rasa itu akan jadi lingkaran setan yang ga akan ada beresnya.

Kaya ‘kasus’nya Revina VT itu aja. Banyak orang yang terlalu ribet ngurusin pelaku body shaming. Tanpa sadar orang tuh suka lupa dengan tanggung jawabnya untuk bikin dirinya lebih baik dan lebih sehat. Dan menurut gue itu lebih mudah dan lebih clear aja gitu dibanding lo heboh ngurusin biar semua orang ngerti body positivity.

Body positivity yang dilakukan secara berlebihan bisa jadi bumerang buat kita sih. Bikin kita mikir ga realistis gitu. Bayangin kalo gerakan body positivity yang kurang tepat ini terus jalan, mungkin nanti banyak orang senang menjadi obesitas which is itu sama sekali ga sehat.

Toxic juga kan? Iya toxic karena membiarkan dan seolah membenarkan sesuatu yang sebenarnya ga sehat. Sama persis kaya Eugenia Cooney yang promosiin anorexia, sama-sama bilang self-love, promoin self-care tapi biarin tubuhnya ga sehat karena berat badannya terlalu rendah.

Beberapa dari lo mungkin sekarang bilang ‘Loh hidup gue gimana gue dong!’ Oke kehidupan orang lain emang bukan urusan siapapun. Tapi nih coba pikirin kayanya menurunkan sedikit berat badan itu jauh lebih baik deh daripada mempertahankan berat badan yang sama sekali tidak sehat.

Dan menurut gue kurang tepat rasanya pake alasan ‘fat is acceptance’ untuk meninggalkan gaya hidup sehat. Mungkin pernyataan itu lebih tepat jadi alasan biar orang tuh bisa makan lebih banyak aja. Lagi pula menurut gue mengubah tubuh untuk menjadi lebih ideal dan lebih sehat pun salah satu bentuk self-love ga sih?

Gue sangat mendukung gerakan body positivity. Gue juga sangat setuju dengan adanya self-love dan self-acceptance. Yang gue ga setuju adalah ketika orang tuh jadi salah kaprah. Jadi sebenernya hal-hal itu punya tujuan baik malah berdampak buruk buat diri sendiri. Body positivity jadi malah toxic!

Dan menurut gue mencintai diri sendiri sebenarnya cukup dengan memberikan yang terbaik untuk tubuh kita sendiri. Berusaha untuk punya kehidupan yang memuaskan dan sejahtera tanpa masalah kesehatan apapun. Selesai.

Jadi pikiran bahwa membiarkan diri tetap obesitas untuk alasan self-love atau sebagai body positivity itu adalah pikiran yang sangat merusak. Keberlangsungan hidup emang harus kita nikmati tapi obesitas atau gangguan makan lain itu bentuk bunuh diri yang lambat dan harusnya ditangani, bukan malah dimuliakan.

Baca juga: Toxic Positivity: Dampaknya bagi Kesehatan Mental

Terus gimana kalo kasus Revia VT tadi? Gapapa dong dia ngejelek-jelekin orang gitu?

Jujur gue bukan Tuhan yang punya kuasa untuk bilang orang itu salah atau benar. Yang bisa gue bilang, apa yang dialami Revina VT itu ya udah jadi konsekuensinya dia sebagai public figure.

Setiap statement yang dishare di media sosial pasti ada orang yang suka dan pasti ada aja orang yang ga suka. Dan public figure dimanapun pasti pernah sih melakukan ‘kekeliruan’. Kayanya tuh seakan public figure punya tuntutan untuk selalu baik. Harus selalu menyebarkan kebaikan. Ya tapi mereka pun manusia biasa yang tak luput dari dosa :).

Sesama manusia biasa juga nih, menurut gue tweet Revina VT ini mau ngasih tau kalo jangan sampe self-love atau body positivity itu malah jadi toxic positivity. Ini pun dia sampein di klarifikasinya. Revina VT juga mau nyampein kalo self-love itu juga gabisa paksa orang lain untuk cinta diri kita juga.

Ya iya sih dalam hal apapun kita ga bisa nuntut lingkungan untuk suka sama kita. Gue ga bisa paksa orang lain untuk bilang badan gue wangi padahal kenyataanya gue bau. Tanpa gue bikin badan gue wangi ya mau sampe kapan juga orang akan bilang gue bau. *BTW ini cuma perumpamaan aja ya, gue ga bau kok :(*

Seluruh badan kita dari atas sampe bawah itu semua adalah tanggung jawab kita sendiri. Dan kita wajib untuk menjaga dan merawat badan kita sendiri juga. Balik lagi ke pernyatan Revina VT ‘Its your body, your struggle and your responsibility’.

Jadi kita punya tanggung jawab sepenuhnya untuk semua aspek yang nempel sama tubuh kita. Dari penampilan, kebersihan, bahkan kesehatan semua adalah tanggung jawab kita sendiri. Kita wajib untuk memperhatikan penampilan untuk tetap rapi. Menjaga kebersihan tubuh kita. Dan yang ga kalah penting adalah menjaga kesehatan. Menurut gue itu cara untuk self-love dan mungkin nantinya akan mencapai body positivity.

Intinya semua orang, lo, gue, kita selalu punya pilihan untuk berubah. Kalo emang kita bisa berubah menjadi lebih baik ya kenapa ngga? Semua orang bisa untuk membentuk pola hidup yang lebih sehat. Tinggal pilih mau atau ngga? Mungkin berat untuk beberapa orang tapi yaa harus bisa. Semua harus tetep berproses.

Dan coba cari cara sendiri untuk bisa self-love dan self acceptance. Penuhi setiap kebutuhan dan tetap lakukan perubahan untuk kebaikan tubuh kita sendiri. Setelah itu bisa kita lakuin, gue yakin kita pasti akan mendapat lebih banyak kebahagiaan.

Gue lebih setuju kalo gerakan body positivity kaya gitu yang banyak dipromosiin. Gerakan body positivity yang emang fokus sama badan kita sendiri bukan fokus sama komentar atau perilaku orang lain.

Cukup dengan mencintai diri sendiri dengan memiliki hidup sehat yang alami. Udah cukup. Secara otomatis juga kita akan lebih bisa menerima dan menghargai diri kita sendiri. Kita akan lebih bisa mengontrol pola makan, rutin berolahraga, menjaga kesehatan dan kebersihan tubuh. Karena obesitas atau kurang berat badan ga akan terjadi kalo kita udah mencintai diri kita sendiri secara utuh. Coba Tes Self-love dari Satu Persen deh supaya lo tahu apakah selama ini lo udah mencintai diri sendiri dengan baik atau belum.

Cara Mencintai Diri Sendiri dengan Benar

Pesan dari gue jadilah orang yang lebih sehat karena itu akan membuat hidup kita lebih bahagia. Inget semua perubahan pasti butuh proses, mungkin butuh waktu dan usaha yang cukup lama. Tetapi, proses itu harus tetep kita jalanin paling ga Satu Persen setiap harinya!

Setelah baca tulisan ini gue tagih komentar lo. Gue pengen tau tanggepan lo. Bebas apapun yang bisa lo kasih tau ke gue. Kalau lo punya masalah dengan body image, gue tunggu lo di layanan mentoringnya Satu Persen yaa!

Di layanan mentoring Satu Persen, lo bisa cerita semua keluhan lo dan dapet solusi dari masalah yang lo punya dengan konsultasi one-by-one bareng mentor Satu Persen . Bukan cuma itu, lo juga bisa ikut beberapa psikotes supaya lo bisa lebih kenal sama diri lo sendiri. Selain itu, lo bakalan dapat worksheet yang bisa membantu diri lo untuk menyelesaikan masalah yang dialami.

Buat lo yang sayang sama diri sendiri dan pengen berkembang Satu Persen setiap harinya, bisa banget untuk pantengin informasi menarik lainnya dari Satu Persen di Instagram dengan follow @satupersenofficial. Buat lo yang tertarik untuk baca artikel lainnya bisa langsung kunjungi blog Satu Persen. Jangan lupa juga buat subsribe channel Youtube Satu Persen untuk tonton video menarik tentang kesehatan mental dan self development.

Mungkin segitu aja dulu tulisan dari gue. Gue harap lo bisa ambil hal positif dari tulisan gue ini. Gue harap lo bisa lebih mencintai dan menerima diri lo dengan cara yang lebih sehat dan berkembang setiap hari, setidaknya Satu Persen setiap harinya. Tetep jaga kesehatan diri lo! Pake masker, jaga jarak, dan sering cuci tangan! See you! Thanks! <3

References

American Society for Metabolic and Bariatric Surgery. (2020). The Impact of Obesity on Your Body Health. Retrieved from https://asmbs.org/patients/impact-of-obesity#:~:text=Obesity%20can%20cause%20a%20lot,a%20lower%20quality%20of%20health

Callahan, M. (2019, September 11). The Surprising Reason That ‘Real Body’ Marketing Campaigns Work. Retrieved from https://news.northeastern.edu/2019/09/11/when-brands-like-aerie-cvs-and-dove-stop-airbrushing-their-models-everyone-wins/

Gil, N. (2018, July 27). H&M Has Stopped Airbrushing Its Bikini Models. Retrieved from https://www.refinery29.com/en-us/2018/07/205674/hm-airbrushing-bikini-models

Nissa, R. S. I. (2019, January 31). Apa Adanya, Foto Model Brand Kecantikan Ini Tak Bakal Diedit. Retrieved from https://www.suara.com/lifestyle/2019/01/31/130000/apa-adanya-foto-model-brand-kecantikan-ini-tak-bakal-diedit

Schreiber, K. (2016, August 11). What Does Body Positivity Actually Mean?. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-truth-about-exercise-addiction/201608/what-does-body-positivity-actually-mean

Bagikan artikel

Disclaimer

Jika Anda sedang mengalami krisis psikologis yang mengancam hidup Anda, layanan ini tidak direkomendasikan.

Silakan menghubungi 119.