Respon apa sih yang kamu kasih ke lawan bicaramu ketika mereka sedang memiliki masalah kemudian bercerita denganmu?
Mungkin jawaban yang sering kali kamu berikan adalah “semangat lah jangan gampang nyerah”, “yaelah bersyukur masih banyak diluar sana yang punya masalah lebih berat”, "uda pikir positif aja kamu pasti bisa”, dan jawaban positif lainnya.
Apa kamu seperti itu?
Apakah jawaban tersebut menurutmu bagus untuk kamu sampaikan saat lawan bicaramu sedang ada masalah atau malah justru kebalikannya?
Bagi kamu yang mempunyai masalah, apakah jawaban tersebut malah justru membuatmu kecewa dan merasa beban yang dihadapi semakin berat?
Ya bener banget, memberi jawaban positif gak selalu membuat situasi menjadi positif juga. Tanpa kamu sadari bisa jadi efeknya malah negatif untuk lawan bicaramu. "Bukannya memberi semangat atau sekedar saran positif ketika lawan bicara memiliki masalah malah justru baik ya?"
Well, tidak sepenuhnya salah, tetapi yang perlu kamu perhatikan sebelum memberikan saran tersebut adalah apakah kamu sudah mengetahui permasalahannya secara detail dengan membiarkannya bercerita padamu tanpa kamu potong dengan memberi saran atau nasehat positifmu?
Kebanyakan dari kita memberikan saran-saran yang positif tanpa mengetahui akar permasalahannya atau selalu memberikan saran positif yang terkadang baik untuk kita pribadi tapi belum tentu baik untuk lawan bicaramu tanpa kamu sadari, coba pikirkan apakah dirimu seperti itu?
Jika kamu orang seperti itu maka kamu masuk dalam kategori “Toxic Positivity” dan selamat karena kamu berada pada artikel yang tepat dimana artikel ini akan membahas tentang mengenal “Toxic Positvity” dalam kehidupan.
Apa Itu Toxic Positivity?
Toxic Positivity sederhananya adalah kebiasaan yang membuat kamu selalu melihat suatu kondisi dari sisi positif apapun keadaannya, dimana pikiran negatif dalam dirimu berusaha untuk dihilangkan atau dimatikan dengan saran yang membangun seperti di atas. Padahal, tak jarang kamu malah akan semakin kesal dan muak ketika mendengarkan saran tersebut.
Saran-saran postif yang diterima oleh otakmu akan memaksa kamu untuk selalu berpikir positif terhadap berbagai situasi. Tentunya kondisi ini tidak baik karena otak akan secara tidak sadar terhipnotis dengan saran tersebut sehingga akan berdampak kepada kinerja otakmu yang akan merespon suatu masalah mungkin akan menjadi baik-baik saja. Hal ini cepat atau lambat bisa mematikan respon kewaspadaanmu terhadap situasi atau kondisi buruk yang akan menimpamu.
Memberikan kata positif kepada seseorang yang sedang memiliki suatu masalah bukan seketika menjadikan orang tersebut dapat berpikiran positif seperti apa yang kita harapkan. Menurut pernyataan Wood et.al (2009) dalam jurnalnya Psychological Science menyatakan bahwa memberikan kata-kata positif ke lawan bicara yang sedang terkena masalah dapat membuat lawan bicara merasa tidak dihargai dan dinilai sebagai sikap meremehkannya.
Efek yang ditimbulkan lainnya adalah respon emosi negatif dalam dirimu akan sebisa mungkin diredam dengan saran-saran positif seperti diatas yang perlahan akan menimbulkan gangguan kesehatan mental pada dirimu seperti stress berkepanjangan. Ini bisa muncul akibat rendahnya sensitivitas otak kita dalam mengatasi emosi negatif baik itu yang ditimbulkan dari rasa sedih ataupun kecewa yang membuat otak kita terus-menerus berpura-pura bahagia sepanjang waktu.
Baca Juga : Body Positivy Malah Jadi Toxic Positivy
Dampak dari Toxic Positivity
Melakukan toxic positivity bisa menimbulkan beberapa dampak mulai dari yang ringan sampai berat diantaranya sebagi berikut.
1. Membohongi diri sendiri
Kamu akan berusaha memupuk rasa bahagia dan bersikap positif yang semu, ketika ini dibiarkan kamu akan cepat atau lambat akan semakin memicu stress. Dilansir dari Psychology Today berusaha untuk menyangkal dan membohongi emosi negatif akan berdampak pada membuat emosi menjadi jauh lebih besar.
2. Hubungan negatif dengan orang lain
Ketika kamu terus-menerus menjadi pendengar yang buruk dengan selalu memberikan saran-saran positif tanpa mengetahui akar permasalahan lawan bicaramu maka kamu akan cepat kehilangan kepercayaannya. Hubunganmu akan menjadi negatif dan kamu akan cepat ditinggalkan karena kamu dianggap toxic baginya.
3. Mengisolasi diri
Dengan bersikap denial pada rasa negatif yang dirimu alami secara tidak sadar kamu akan kehilangan koneksi dan kontrol terhadap dirimu sendiri. Tidak mengenali diri sendiri merupakan salah satu penyebab ketidakbahagiaan dalam hidup, membohongi diri sendiri juga akan mempersulit kamu dalam bersosialisasi kedepannya.
Baca Juga: Body Positivity Malah Jadi Toxic Positivity
4. Menimbulkan rasa tidak percaya diri
Berusaha membohongi diri sendiri membuat kamu akan merasa tidak percaya diri. Hal ini terjadi akibat perasaan malu yang timbul akibat toxic positivity yang kamu lakukan pada dirimu sendiri. Pelaku toxic positivity akan menyangkal emosi negatif yang ada pada dirinya di depan orang lain. Mereka akan sering berkata seperti “bagaimana jika orang tau bahwa aku seperti ini... apa yang akan mereka pikirkan”. Ketika emosi negatif ini meluap, kamu umumnya pasti akan merasa malu dan berusaha sembunyi dari keadaan.
5. Stress berkepanjangan
Pelaku toxic positivity dalam jangka panjang akan mengalami stress, hal ini terjadi akibat perasaan menyangkal emosi negatif yang ada pada dirinya menyebabkan buruknya pengelolaan stress yang ia miliki. Padahal dengan menerima emosi negatif tersebut membuat kamu lebih bisa mengendalikan diri sehingga mengoptimalkan sistem pengelolaan stress yang tubuh kamu miliki.
Cara Menghilangkan Sifat Toxic Positivity
Pelaku toxic positivity bisa terjadi dalam situasi apa saja, agar tidak berkepanjangan kamu menjadi individu yang mengalami sifat toxic positivity berikut cara mengatasinya.
1. Mengenali diri sendiri
Coba lebih bisa mengenal dan menerima diri sendiri karena dengan begitu kamu akan bisa perlahan menerima emosi negatif yang masuk kedalam dirimu atau bisa meredam agar tidak menularkan emosi negatif pada orang lain dengan saran-saran psoitif yang kamu berikan tanpa mengetahui akar masalah lawan bicaramu.
2. Identifikasi cara berpikir kognitif
Kamu perlu mengingat segala pikiran negatif itu tidak selamanya berarti buruk. Kamu harus bisa mencoba untuk membedakan dan mengidentifikasi pikiran negatif dalam dirimu. Salah satu contohnya adalah kamu selalu berpikiran negatif terhadap orang asing, hal ini bagus karena bisa meningkatkan kewaspadaanmu dalam berkegiatan tetapi kamu perlu ingat tidak semua orang asing itu jahat dan akan menyakitimu.
3. Ekspresikan bentuk emosi
Ketika memiliki masalah kamu pasti pernah tidak didengar atau tidak mendapatkan saran yang solutif baik itu dari teman, pasangan, hingga keluargamu sendiri. Maka cobalah saat itu untuk mengekspresikan emosi yang ada pada dirimu kedalam sesuatu yang positif seperti berolahraga, menggambar, hingga menulis karena dengan menulis aku pribadi bisa menuangkan segala rasa bentuk emosiku kedalam artikel yang bisa mengantarkanku menjadi juara tiga di kompetisi blog yang diadakan Satu Persen, mungkin buat kamu yang tertarik, bisa baca artikel "Pertanyaan Hati yang Sulit Dijawab Logika"
Kalau kamu semua masih ngerasa kesulitan untuk berubah, itu hal yang wajar banget kok. Satu Persen disini siap memberikan berbagai macam solusinya lewat layanan online konseling yang langsung ditangani oleh ahlinya.
Di konseling ini kamu bakal dapet tes psikologi untuk tau gambaran kondisi kamu saat ini. Lalu kamu juga akan dapet asesmen mendalam untuk mengenali alasan kesulitan untuk berubah. Diakhir kamu bakal dapet worksheet dan terapi yang bakal disesuaiin sama hasil tes dan asesmen supaya bisa ngebantu kamu.
Untuk daftar layanan konseling ini kamu bisa klik gambar berikut ini:
Kalau kamu ingin mengetahui kondisi kesehatan mentalmu akhir-akhir ini, kamu juga bisa mencoba Tes Sehat Mental ini ya. Segitu dulu, akhir kata aku punya pesan buat kamu semua, hidup tak selamanya berjalan baik-baik saja maka tak mengapa sesekali merasakan hal yang tidak baik-baik saja mungkin saja itu rintangan dan cara agar kamu semakin kuat menjalani hidup.
Langsung tonton video Satu Persen di bawah ini terkait toxic positivity. Jangan lupa buat terus pantengin informasi dari kita dengan follow instagram Satu Persen di @satupersenofficial. Aku harap artikel ini bisa bermanfaat dan lewat membaca artikel ini bisa membuat kamu berkembang menjadi lebih baik, seenggaknya Satu Persen setiap harinya. Thanks!
Referensi
Joanne V. Wood, W.Q. Elaine Perunovic, John W. Lee. 2009. Positive self-statments: power for some, peril of others. Psychological Science. https://doi.org/10.1111%2Fj.1467-9280.2009.02370.x.
Lukin, K. 2019. Psychology Today. Retrieved April 10, 2020, from Psychology Today Web site: https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-man-cave/201908/toxic-positivity-dont-always-look-the-bright-side.