Mengenal Sandwich Generation dan Dampaknya pada Kesehatan Mental

Kesehatan Mental
Zahra Putri Fauziyah
15 Okt 2021
Definisi, Penyebab dan Dampak Generasi Sandwich pada kesehatan mental
Satu Persen - Apa Itu Generasi Sandwich?

Kamu pernah makan roti sandwich? Makanan dengan isian daging, sayur, telor, dan saus yang kemudian diapit dua buah roti. Rasanya enak banget untuk nemenin sarapan dengan secangkir teh. Tapi, kalau sandwich generation, kamu pernah dengar, nggak?

Sandwich Generation
Cr: Google, spongebob sandwich

Yup, ternyata ada loh, istilah sandwich generation atau generasi sandwich. Istilah ini ditujukan untuk suatu fenomena dimana seseorang diapit oleh kebutuhan dua generasi sekaligus.

"Hah gimana tuh maksudnya?"

Nah, di artikel kali ini, bersama gue Zahra, kita akan kupas tuntas apa itu sandwich generation! Mulai dari definisi, ciri-ciri hingga dampaknya. Baca sampai akhir, ya!

Apa yang Dimaksud Generasi Sandwich?

Sandwich generation atau generasi sandwich pertama kali diperkenalkan oleh A. Miller, pada 1981. Seorang profesor sekaligus direktur praktikum di Universitas Kentucky, Lexington, Amerika Serikat (AS). Istilah ini dipakai dalam jurnalnya yang berjudul "The 'Sandwich' Generation: Adult Children of the Aging".

Nah, generasi sandwich dapat diartikan sebagai sebuah fenomena dimana seseorang harus menanggung kebutuhan, terutama kebutuhan finansial dari generasi atas dan generasi bawah. Generasi atas yaitu orang tua mereka dan generasi bawah yaitu anak-anak mereka. Seperti isian daging dalam roti sandwich yang dihimpit dua roti, generasi sandwich juga terhimpit oleh kebutuhan dua generasi yang berbeda.

Jadi secara sederhana, kamu yang berada di generasi sandwich dituntut untuk harus menghidupi dan mencukupi kebutuhan orang tua kamu sekaligus anak-anak kamu. Bukan hanya kebutuhan sehari-hari, tetapi juga kebutuhan kesehatan dan kebutuhan penting lainnya.

Perawatan untuk orang tua yang sudah mulai menurun kesehatannya karena faktor usia, juga kebutuhan tumbuh kembang si kecil. Karenanya, generasi sandwich biasanya ada pada middle age, atau orang-orang yang berusia 35-54 tahun.

Kok Bisa sih, Ada Generasi Sandwich?

Umumnya, generasi sandwich terjadi secara turun-temurun. Jadi ketika orang tua sudah terjebak dalam generasi sandwich, bisa jadi anaknya besok juga akan terjebak dalam situasi tersebut. Hal ini sering juga disebut sebagai siklus lingkaran generasi sandwich.

Masa muda dan produktif seseorang yang harus membiayai dua generasi sekaligus membuat mereka sering lupa dan kesusahan menyiapkan dana untuk masa tua. Oleh karena itu, mau tidak mau akan berdampak pada kebutuhan masa tuanya nanti yang harus ditanggung anaknya dan situasi ini terulang terus-menerus.

Di satu sisi, generasi sandwich juga terjadi karena kurang siapnya seseorang dalam mempersiapkan masa depan. Mempersiapkan dalam hal ini termasuk mengatur keuangan, pengeluaran, dan pemasukan untuk masa depan. Minimnya pengetahuan terkait asuransi kesehatan, jaminan hari tua, atau investasi untuk passive income juga menjadi faktor penyebab generasi sandwich ini.

Ciri-ciri Generasi Sandwich

Carol Abaya, seorang Aging dan Elder Care Expert (seniorliving.org) membagi ciri-ciri generasi sandwich yang dilihat dari perannya menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. The Traditional Sandwich Generation

Generasi ini berisi orang dewasa yang berusia 40-50 tahun. Mereka diapit antara kebutuhan orang berusia lanjut dan anak-anak yang masih membutuhkan bantuan finansial.

2. The Club Sandwich Generation

Generasi ini berisi orang dewasa yang berusia 30-60 tahun, Mereka diapit antara orangtua dan anak, serta cucu (jika sudah punya) atau nenek dan kakek (jika masih hidup).

3. The Open Faced Sandwich Generation

Generasi ini berisi siapa pun (yang tidak profesional) yang terlibat dalam perawatan lansia.

Terlihat begitu berat ya, jika melihat definisi dari masing-masing perannya. Seseorang harus menanggung beban dan mengesampingkan keinginan dirinya sendiri. Hal tersebut tak jarang membuat generasi sandwich rentan mengalami stres.

Survey di Amerika Serikat pada tahun 2007 bahkan memberikan hasil bahwasanya generasi sandwich mengalami tingkat stres lebih tinggi. Hal ini dikarenakan mereka dituntut untuk menyeimbangkan peran dalam perawatan anak dan juga orangtua mereka

Dampak bagi Generasi Sandwich

Selain mudah stres, beratnya beban yang harus ditanggung generasi sandwich terkadang membuat mereka menjadi kelelahan dan rentan mengalami gangguan mental, loh. Gangguan mentalnya seperti apa saja, sih?

1. Burnout (Kelelahan Fisik dan Mental)

Menghidupi orang tua dan anak-anaknya sekaligus tentu mengharuskan untuk bekerja super ekstra karena kebutuhan bertambah dua kali lipat. Hal tersebut tentu dapat mengakibatkan kelelahan fisik.

Bisa jadi jam tidur harus berkurang karena mengambil kerja tambahan demi pemasukan bertambah. Pulang larut malam untuk ambil lembur, atau bangun lebih pagi untuk pekerjaan tambahan.

Fisik yang diforsir setiap hari tentu akan merasa capek. Ibarat mesin nih, kalau dipakai terus-terusan dan super ekstra, juga bakalan panas sendiri.

burnout
cr: id.pinterenst.com

Di satu sisi, tentu mentalnya juga akan lelah. Orang-orang yang terjebak pada generasi sandwich hanya memiliki sedikit waktu untuk bersosialisasi karena sehari-hari waktunya habis untuk bekerja. Padahal tak jarang hasil jerih payahnya hanya sedikit yang dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri.

Hal itu tentu mengurangi rasa puas setelah bekerja dan sulit meluapkan emosi atau refreshing bersama lingkungan sekitar.

2. Perasaan Bersalah

Meski sudah bekerja keras, perasaan bersalah juga sering dirasakan loh, oleh generasi sandwich. Perasaan ini muncul biasanya ketika mereka belum mampu memenuhi kebutuhan orang tua atau anak-anaknya secara maksimal. Mereka merasa harus bertanggung jawab atas semua keinginan orang tua dan anak-anaknya sehingga ketika ada satu dua yang belum bisa dipenuhi, perasaan bersalah akan muncul dan berkecamuk.

sandwich generation
cr: id.pinterest.com

Perasaan bersalah ini sebenarnya jika dibiarkan akan berbahaya dan mengganggu kesehatan mental. Mereka akan mudah menyalahkan diri sendiri dan belum bisa menghargai apa yang sudah ia kerjakan. Perasaan bersalah membuat seseorang mudah insecure dan sulit untuk mencintai diri sendiri.

3. Merasa khawatir terus-menerus

Sama seperti perasaan bersalah yang mudah hadir, generasi sandwich juga mudah merasa khawatir bahkan terus-menerus. Kekhawatiran akan masa depan orangtua dan anak-anaknya, dan yang pasti diri mereka sendiri.

Khawatir hasil kerjanya belum cukup membiayai kesehatan orang tua, atau khawatir pendidikan yang diberikan ke anak-anaknya belum maksimal karena keterbatasan biaya. Generasi sandwich juga sering khawatir sampai kapan mereka harus berada pada situasi seperti ini.

generasi sandwich - overthinking
Cr: knowyourmeme.com

Perasaan khawatir yang terus-menerus akan menyebabkan kecemasan berlebihan. Kecemasan ini pun jika diabaikan lama-kelamaan akan memuncak dan mengakibatkan depresi. Perasaan ini dapat dikurangi dengan membagi beban kepada orang lain. Baik dengan bercerita dengan teman sebaya atau sesama generasi sandwich, atau pun dengan keluarga besar mereka.

Baca Juga : Kecemasan, Wajar Gak Ya? Yuk Kenalan!

So, mulai dari sekarang, kita harus pandai mengatur keuangan agar tidak menjadi penyebab anak kita nanti terjebak dalam generasi sandwich. Pentingnya tabungan untuk hari tua dan passive income bisa loh, mulai kamu dipertimbangkan sejak dini.

Baca Juga: Cara Mengelola Keuangan Pribadi (Financial Plan)

Nah, buat kamu nih yang saat ini ternyata sedang terjebak di sandwich generation, first thing first: Bersyukur! Bersyukur karena dipilih Tuhan dan diberi kekuatan serta rezeki untuk bisa menghidupi dua generasi sekaligus. Keren banget nggak sih, berarti?

Dan, jangan pernah ragu untuk berbagi cerita tentang kehidupan kamu ketika sedang merasa berat. Cara ini bisa mengurangi potensi stres yang timbul akibat kerja keras dan beban yang kamu alami. Dengan berbagi, hati akan menjadi lebih lapang dan kembali terisi energi untuk beraktivitas.

"Tapi, harus cerita ke siapa?"

Cerita ke Satu Persen, dong! Karena Satu Persen menyediakan layanan konseling untuk kamu yang ingin berkonsultasi perihal berbagai permasalahanmu. Terlebih ketika dampak mental dari generasi sandwich sudah mulai kamu rasakan dan sangat mengganggu aktivitas sehari-harimu. Fix deh, kamu harus coba konsultasi ke Satu Persen. Untuk daftarnya?  KLIK LINK DISINI, YA! Kalau masih ragu, coba deh kamu ikut tes konsultasi dulu.

Terakhir, Gue Zahra, Blog Writer Satu Persen, sampai jumpa di artikel selanjutnya ya! Stay happy and healthy, Perseners!

Referensi

  1. Carol Abaya. (Januari, 1999). A Survival Course for the Sandwich Generation. New York. www.sandwichgeneration.com
  2. Dorothy A. 1981. MillerThe 'sandwich' Generation: Adult Children of the Aging. Oxford University Press

Bagikan artikel

Disclaimer

Jika Anda sedang mengalami krisis psikologis yang mengancam hidup Anda, layanan ini tidak direkomendasikan.

Silakan menghubungi 119.