3 Perbedaan Perfeksionis dan OCD, Kamu yang Mana?

Pemahaman Diri
Fathur Rachman
3 Nov 2021
Perfeksionis dan OCD
Satu Persen - Perbedaan Perfeksionis dan OCD

Halo, Perseners!

Gue Fathur, salah satu Blog Writer di Satu Persen.

Mungkin ada beberapa dari lo di sini yang pernah dibilang sebagai pengidap gangguan obsesif kompulsif (OCD) atau perfeksionis karena sekadar hasil tugas-tugas yang lo buat sangat detail dan rapi.

Nah, cerita di atas ternyata adalah suatu kesalahpahaman atau mispersepsi yang sering terjadi untuk melabeli antara penderita OCD dan perfeksionis. Entah siapa yang memulai mispersepsi ini, tapi pada dasarnya OCD dan perfeksionis itu satu hal yang berbeda lho, Perseners!

mispersepsi
Sumber: imgflip.com

Yang parahnya, jika kesalahpahaman ini menyebar luas, tentu akan ada salah paham kaitannya antara makna perfeksionis dengan OCD. Maka dari itu kita harus mulai membedakan pengertiannya, tanda-tandanya, sampai efek dampaknya ke individunya.

Buat lo yang kebingungan untuk ngebedain keduanya. Di sini, gue akan jabarin satu-satu mengenai hal apa yang secara signifikan terlihat beda antara COD dan perfeksionis.

Apa Perbedaan OCD dan Perfeksionis?

1. Perfeksionis itu ciri kepribadian, sedangkan OCD itu gangguan kesehatan

Perfeksionis
Sumber: memegenerator.net

Perfeksionis itu bukan merupakan sebuah gangguan kesehatan mental, tapi lebih kepada ciri kepribadian. Dalam jurnalnya, Randy Frost bilang kalau perfeksionisme ini ngebuat lo punya standar kinerja yang tinggi dan disertai dengan kecenderungan evaluasi yang terlalu kritis kepada diri lo sendiri.

Maka dari itu, kepribadian perfeksionis membuat seseorang ingin terlihat ideal atau sempurna di mata seseorang. Tapi, bisa jadi juga perfeksionis adalah salah satu ciri kepribadian yang biasanya terlihat pada seorang OCD, khususnya yang ditandai dengan keteraturan dan hal-hal yang berlebihan.

Sementara OCD sendiri adalah sebuah gangguan mental yang membuat penderitanya harus melakukan tindakan sesuai obsesinya sendiri secara berulang-ulang. Setelahnya, akan direspons dengan dorongan atau kompulsif yang bertujuan agar diri tenang.

Dilansir Psychology Today, OCD gak sekadar mengganggu isi dari pikiran penderitanya, tapi juga bisa mengancam kesehatan lo ketika memengaruhi tingkat kekhawatiran lo dalam aktivitas sehari-hari.

Maka gue bisa simpulkan di sini kalau perfeksionis itu merupakan suatu harapan standar dari seseorang, tapi OCD adalah kondisi yang tidak diinginkan seseorang dan berdampak negatif.

Misalnya, gue contohin ketika lo sedang mengerjakan ujian semester. Seorang perfeksionis tentu bakal belajar lebih giat dan mengerjakan dengan detail ujian agar mendapat nilai di atas rata-rata. Tapi berbeda dengan seorang OCD yang ingin nilai di atas rata-rata dengan cara mengecek berulang-ulang tugas yang sudah dikerjakan hingga dia merasa aman.

Bayangin deh, kalau misalkan lo melakukan hal yang lebih ekstrim daripada yang gue contohin tadi. Pertama, lo bakal cemas dengan diri lo sendiri. Kedua, teman-teman lo juga bakal ikut keganggu dengan sikap yang bisa dibilang aneh itu.

2. Perfeksionis bisa berdampak gak sehat atau sehat, tapi belum tentu perfeksionis yang gak sehat itu adalah gangguan OCD

Meme spongebob squarepants
Sumber: edukasinews.com

Idealnya, seorang perfeksionis ini akan melakukan berbagai cara untuk memastikan rencananya sesuai dengan standarnya. Tapi jika gagal untuk melakukan hal itu, lo akan mengalami evaluasi diri yang dibarengi kritik.

Sebenarnya, kritik ini bisa menjadi sehat jika hasilnya lo bisa membangun diri untuk menjadi adaptif dan lebih baik lagi. Tapi bakalan gak sehat kalau hasilnya membuat lo gak nyaman dengan proses dan sekaligus menjadi beban pikiran juga kedepannya.

“Terus kalau misalnya perfeksionis itu gak sehat, berarti menyebabkan gangguan ke kitanya, dong?”

Mungkin bisa menjadikan beban kepada kitanya, tapi itu bukan berarti pertanda lo mengalami gejala atau gangguan OCD ya, Perseners!

Pada dasarnya OCD ditandai dengan susahnya untuk menyesuaikan diri mulai dari sifat pikiran, bahaya, rasa tanggung jawab, kebutuhan yang berlebihan akan kepastian, dan perfeksionisme.

Untuk poin ini gue bisa contohin misalnya ketika seseorang sedang merapikan buku. Seorang perfeksionis cenderung untuk merapikan buku dari yang kecil sampai yang besar terlebih dahulu agar terlihat nyaman dan rapi.

Sementara seorang OCD bisa saja merapikan buku dengan teratur dari yang kecil sampai yang besar. Hal itu seorang OCD lakukan bukan karena agar terlihat nyaman, tapi lebih kepada ada pikiran obsesif di luar kendalinya yang mengharuskan untuk melakukan hal itu.

3. Pikiran beban yang ditimbulkan oleh perfeksionis masih bisa diatasi, berbeda dengan individu OCD yang sulit untuk menghentikan pemikiran atau rasa cemasnya

meme anxiety
Sumber: imgflip.com

Pada orang dengan kepribadian perfeksionis memiliki kekhawatiran yang berlebihan terhadap kesalahan karena ada rasa takut akan penolakan dari diri seseorang.

Tapi pikiran akan takut gagal ini tentu masih bisa diatasi. Misal gue kasih saran dengan cara lebih mengenali diri lo sendiri (self awareness). Untuk lebih jelasnya lo bisa mulai dengan menyadari bahwa kondisi kesempurnaan lo yang ngebuat beban sehingga bisa memudahkan lo mengalami kesehatan mental yang lebih buruk.

Sementara untuk penderita OCD, pikiran obsesif bisa muncul karena ada dorongan dari rasa cemas sehingga dampak yang ditimbulkan akan melemahkan psikologis seseorang.

Ada temuan juga dari Discovery Mood, menyatakan bahwa OCD saat ini udah bukan lagi diklasifikasikan sebagai gangguan kecemasan dalam DSM. Maka, OCD gak secara langsung akan terkait dengan isu perfeksionisme.

Mungkin gue bisa kasih contoh perbedaannya ketika seorang perfeksionis dan penderita OCD melihatkan kecemasan dengan menanyakan gaya penampilannya. Saat seorang perfeksionis mendapatkan jawaban yang mereka mau, berarti standarnya akan penampilannya sudah terpenuhi. Sementara kalau belum dirasa rapih, mereka cenderung untuk mengkritik dan mengevaluasi penampilan mereka

Berbeda dengan penderita OCD yang berulang kali akan menanyakan keluarganya untuk memastikan dan memastikan kembali apakah penampilannya sudah rapih. Atau mungkin, mereka bisa menjelajahi web untuk memuaskan obsesi mereka, tanpa mementingkan standar yang mereka miliki

Cara Mengatasi Kesalahpahaman antara OCD dan Perfeksionis

Berikut gue akan kasih cara agar lo lebih bisa mengatasi kekeliruan informasi yang lo dapetin di luar sana.

  1. Hindari memberikan informasi yang sifatnya berdasarkan stereotip dan mengarah prasangka semata mengenai OCD dan perfeksionis.
  2. Menguji informasi yang lo rasa masih ada kesalahpahaman dengan cara lo searching di internet atau membuka jurnal terverifikasi.
  3. Jangan bersifat defensif ketika lo gak tau mengenai informasi tersebut, terbuka dan jujur aja kalau lo merasa masih belum paham tentang OCD dan perfeksionis
  4. Jika dirasa teman lo itu salah, lo coba mulai untuk mengingatkan kembali informasi yang benar dengan cara komunikasi asertif.

Nah, ketika lo udah tau mengenai pengertian OCD dan perfeksionis dan ternyata lo mulai menduga-duga mengalami salah satunya, gue saranin lo untuk konsultasi terlebih dahulu agar lo gak mendiagnosis diri sendiri (self-diagnose).

Satu Persen membuka sesi konsultasi dengan psikolog untuk bantu lo keluar dari permasalahan yang lo lagi hadapin. Caranya lo tinggal klik banner di bawah ini, ya!

CTA-Blog-Post-06-1-2

Kalau lo masih ragu mau ikut konseling, lo bisa coba tes konsultasi dulu ya supaya lo paham apakah lo harus ke psikolog atau gak. Lo juga bisa dengerin podcast Satu Persen di Spotify biar lo menguasai tentang topik ini juga, Perseners!

Podcast Satu Persen - Jadi Perfeksionis: Baik atau Buruk?

Akhir kata, gue Fathur dari Satu Persen. Selamat menjalani #Hidupseutuhnya.

Referensi:

Nestadt, G., Samuels, J., Riddle, M. A., Liang, K. Y., Bienvenu, O. J., Hoehn-Saric, R., Grados, M., & Cullen, B. (2001). The relationship between obsessive-compulsive disorder and anxiety and affective disorders: Results from the Johns Hopkins OCD family study. Psychological Medicine, 31(3), 481–487. https://doi.org/10.1017/s0033291701003579

Frost, R. O., Marten, P., Lahart, C., & Rosenblate, R. (1990). The dimensions of perfectionism. Cognitive Therapy and Research, 14(5), 449–468. https://doi.org/10.1007/BF01172967

Tolin, D. F., Worhunsky, P., & Maltby, N. (2006). Are “obsessive” beliefs specific to OCD?: A comparison across anxiety disorders. Behaviour Research and Therapy, 44(4), 469–480. https://doi.org/10.1016/j.brat.2005.03.007

William Nathan Upshaw. (2021). The Difference Between OCD and Perfectionism. Neurospatms.com. https://neurospatms.com/the-difference-between-ocd-and-perfectionism/

Bagikan artikel

Disclaimer

Jika Anda sedang mengalami krisis psikologis yang mengancam hidup Anda, layanan ini tidak direkomendasikan.

Silakan menghubungi 119.