Hi, Perseners! How’s Life?
Kenalin gue Fathur, salah satu Blog Writer di Satu Persen.
Ngomong-ngomong, gue ngerasa di saat pandemi gini sakit itu harganya mahal banget, Perseners! Apalagi ditambah kalau sampai lo semua bolak-balik rumah sakit untuk konsultasi kesehatan diri lo ke dokter. Jangankan uang jajan lo yang habis, tapi tabungan nikah lo juga bisa kena imbasnya untuk membeli resep obat dari dokter.
Nah karena lagi ngebahas tentang pergi ke dokter, gue mau sedikit tanya dulu ke lo semua. Apakah lo pernah pergi ke dokter buat nanyain keluhan lo, tapi malah si dokter bilang kalau lo itu ternyata lagi baik-baik aja? Pernah gak, Perseners?
"Hah? Bentar-bentar... Gimana tuh maksudnya? Terus ngapain kalau ke dokter kalau gak sakit? Penyakitnya bohong-bohongan, gitu?"
Untuk yang belum tau, kondisi seperti itu termasuk dalam gangguan psikosomatik. Nah penasaran kan apa itu gangguan psikosomatik? Mending kita bahas bareng-bareng, yuk!
Apa Itu Gangguan Psikosomatik?
Gangguan psikosomatik tentu kesannya merupakan kata yang sangat saintifik dan jarang juga didengar di telinga lo semua, kan? Tapi ternyata gangguan ini sangat perlu membutuhkan perhatian lebih untuk hal penanganannya lho, Perseners!
Psikosomatik pertama kali diperkenalkan oleh Johann Christian Heinroth pada tahun 1818 yang kemudian dipopulerkan oleh psikiater asal Jerman, yaitu Maximilian Jacobi.
Kata psikosomatik ini sendiri berasal dari kata ‘psyche’ yang berarti pikiran dan ‘soma’ yang berarti tubuh. Terus apa keterkaitan antara keduanya?
Menurut Profesor of Psychiatric di University of Queensland, Whitlock menjelaskan kalau psikosomatik ini adalah kondisi di mana psikologis mempengaruhi banyak dari bagian fisik manusia. Dengan kata lain, keadaan mental lo saat ini sangat berpengaruh pada fisik lo kedepannya, Perseners!
Kemudian dalam jurnalnya, Robert Bransfield bilang kalau banyak banget kondisi dan situasi yang sering dianggap sebagai gejala gangguan psikosomatik, bisa seperti tuberkulosis, hipertensi, sakit maag, dan berbagai masalah lainnya.
Kemudian ada ciri lain yang bisa dikenali saat seseorang mengidap psikosomatik, yaitu kerap berganti-ganti rumah sakit sampai dia mendapatkan dokter yang terpercaya. Hal ini dilakukan karena penderitanya biasanya tidak terima jika dokter mengatakan bahwa dirinya dalam kondisi baik-baik saja.
Faktor yang Menyebabkan Psikosomatik
Sebenarnya, gak ada penyebab tunggal untuk gangguan psikosomatik karena penyakitnya cukup kompleks untuk didiagnosis begitu saja, kecuali oleh ahlinya langsung. Maka dari itu, lo juga bisa mengamati faktornya terlebih dahulu untuk mengetahui gejalanya.
Misalnya pada jurnal yang diterbitkan pada 2018, Psikolog Ratih Apriyani menjelaskan ada empat macam faktor penyebab yang perlu dipertanyakan kepada seseorang yang mengidap gangguan psikosomatik:
1. Faktor sosial dan ekonomi
Faktor gangguan psikosomatik yang bisa lo amatin pertama mulai dari tingkat kepuasan dalam lingkungan sosial lo, ekonomi yang sedang susah, hingga pekerjaan yang gak menentu. Faktor ini perlu lo amatin karena bisa membuat lo untuk memikirkan segala hal yang mengakibatkan stres berlebih dan akibatnya ngebuat fisik lo bisa capek.
2. Faktor perkawinan atau keluarga
Ketidakhadiran seseorang dari anggota keluarga atau kesulitan untuk berhubungan dengan keluarga merupakan salah satu faktor penyebab gangguan psikosomatik. Alasannya karena kondisi ini bakal membuat pikiran dan emosi lo terpakai berlebih karena perselisihan dan mengakibatkan tenaga fisik lo terkuras juga.
3. Faktor kesehatan
Gangguan psikosomatik juga bisa datang dari rasa sakit di bagian anggota tubuh lo, baik itu bekas kejadian di masa lalu atau yang sedang melanda lo saat ini. Misal adanya benturan di bagian tubuh lo ataupun bekas operasi yang pernah dialami.
Dengan demikian, rasa sakit ini bisa jadi membuat lo sering membuat sugesti dan pikiran buruk berlebih yang membuat lo susah untuk tenang. Alhasil, fisik lo juga menjadi capek karena pikiran-pikiran itu.
Baca juga: Sakit karena Sugesti, Kenali Gangguan Somatisasi dan Cara Mencegahnya
4. Faktor psikologis
Seperti yang banyak dibilang oleh para psikolog kalau kesehatan mental seperti masalah psikologis bisa mempengaruhi kondisi fisik lo. Begitu pun sebaliknya, misalnya ketika lo stres, tentu beban pikiran lo bakal terkuras karena sering memikirkan banyak hal. Selain itu, nantinya lo akan melepaskan hormon stres yang bisa menyebabkan berbagai efek pada tubuh, salah satunya seperti peningkatan detak jantung misalnya.
Terus, Cara Mengatasi Gangguan Psikosomatik Gimana?
Sebenarnya, banyak cara untuk mengatasi psikosomatik. Tapi dalam kesempatan ini gue coba kasih tau tiga di antaranya yang bisa lo coba untuk mengurangi gejala ini.
1. Latihan meditasi
Meditasi adalah latihan untuk mengalihkan perhatian seseorang kepada suatu objek tertentu. Meditasi sampai sekarang sering dipakai untuk tujuan spiritual keagamaan. Selain itu, meditasi juga bisa dilakukan tanpa memerlukan alat bantu apapun, dengan syarat lo harus belajar tekniknya terlebih dahulu.
Terdapat temuan baru yang mengatakan bahwa meditasi sering digunakan sebagai sarana untuk melegakan stres psikologis, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan perasaan relaksasi. Selain itu, berfungsi juga untuk membantu pasien psikosomatik yang mengalami pikiran-pikiran berat seperti stres dan depresi.
Hal ini bisa dibuktikan dengan penelitian yang meneliti perubahan selama meditasi dan di luar meditasi. Hasilnya pun diperlihatkan dengan adanya penurunan gairah dan tingkat stres terjadi selama latihan meditasi.
Tapi, ditemukan juga meditasi yang berlebihan akan tidak efektif dan malah menyebabkan penyakit lain yang lebih berat. Maka dari itu, lakukan meditasi dengan sewajarnya aja ya, Perseners!
2. Akupunktur
Akupuntur adalah pengobatan yang sudah dipakai oleh masyarakat tradisional Tiongkok sejak lama. Tapi, cara kerja akupuntur ini terbilang agak rumit dan perlu pendampingan khusus oleh para ahli berpengalaman karena setiap titik yang ditusuk oleh jarum itu pun berhubungan dengan saraf organ tubuh lo.
Akupuntur juga dipercaya bisa mengurangi depresi yang merupakan salah satu gejala gangguan psikosomatik, meskipun tentu gak secara langsung dan menyeluruh.
Hal ini bisa dibuktikan melalui studi dari Journal of Alternative and Complementary Medicine yang bilang bahwa ternyata akupuntur sama efektifnya dengan antidepresan yang berfungsi untuk mengurangi gejala depresi.
3. Hipnosis atau hipnoterapi
Pernah gak lo ngeliat di televisi seseorang lagi dihipnotis sampai tidak sadarkan diri? Nah, teknik hipnotis dan hipnosis sebenarnya merujuk kepada hal yang sama, bedanya hipnotis itu aksi yang dilakukan oleh seorang ahli, sedangkan hipnosis adalah teknik terapinya sendiri.
Hipnosis atau hipnoterapi adalah teknik terapi yang bisa bantu lo untuk mengatasi persoalan fisik dan psikologis. Caranya dengan mempengaruhi seseorang ke dalam kondisi yang menyerupai tidur. Tapi ingat, bukan berarti seorang pasien kehilangan kesadaran ya, malah hipnosis membuat seseorang terjaga dan dapat mengontrol dirinya lebih baik.
Penelitian juga bilang kalau ada keefektifan hipnoterapi untuk mengobati keluhan pencernaan dan asma serta menurunkan tingkat rasa nyeri oleh seorang yang mengalami psikosomatik. Jadi gak salah ya, kalau lo ingin mencoba hipnoterapi ini.
Nah, sekian dulu tulisan dari gue, ya. Gue harap semoga berbagai tips yang gue kasih bisa ngebantu lo kedepannya. Dan terakhir, gue ingetin juga kalau cara-cara di atas sangat butuh pendampingan oleh para ahli, seenggaknya untuk menanyakan kondisi gangguan psikosomatik yang lo sedang alami.
Satu Persen juga membuka konseling online dengan psikolog yang udah berpengalaman dan bersertifikat untuk ngebantu lo keluar dari masalah saat ini. Kalau lo tertarik cobain layanannya, lo bisa banget klik di bawah ini, ya!
Tapi...kalau lo masih ragu apakah konseling adalah layanan yang tepat buat kondisi lo, lo bisa ikut tes konsultasi dulu.
Akhir kata, gue Fathur dari Satu Persen. Selama menjalani #Hidupseutuhnya, ya!
Referensi:
Whitlock FA (1976). Psychosomatic classification definitions and methodology. In: Psychological aspects of skin disease, 15–23. London, Philadelphia, Toronto: Saunders.
Ardani, Tristiadi Ardi. (2008). Psikiatri Islam. Malang: UINMalang Press.
West, M. A. (1980). The psychosomatics of meditation. Journal of Psychosomatic Research, 24(5), 265–273. https://doi.org/10.1016/0022-3999(80)90016-1
Umary, M. A. (2018). Pengaruh Hipnoterapi pada Santriwati yang Menderita psikosomatik di MA Muallimat NW Pancor. Psikoislamika : Jurnal Psikologi Dan Psikologi Islam, 15(1), 5. https://doi.org/10.18860/psi.v15i1.6664
Bronstein, C. (2011). On psychosomatics: The search for meaning. International Journal of Psychoanalysis, 92(1), 173–195. https://doi.org/10.1111/j.1745-8315.2010.00388.x
Bransfield, R. C., & Friedman, K. J. (2019). Differentiating psychosomatic, somatopsychic, multisystem illnesses and medical uncertainty. Healthcare (Switzerland), 7(4), 1–28. https://doi.org/10.3390/healthcare7040114