Halo, Perseners! Perkenalkan, aku Rachel, salah satu blog writer intern yang ada di Satu Persen. Tulisan ini adalah tulisan pertamaku di blog Satu Persen, I will really appreciate it kalau kamu membaca tulisanku sampai habis. Semoga dari tulisanku, kita bisa belajar dan berjuang bersama!
Sebelumnya, aku mau tanya, gimana kabar kamu sekarang?
Semoga kamu baik-baik aja, ya!
Mungkin beberapa dari kamu sedang berjuang menghadapi berbagai macam permasalahan. Hal ini membuat kamu merasa lelah, sedih, atau mungkin kecewa dengan diri kamu sendiri. Kebahagiaan seolah-olah suatu hal yang langka dan sulit untuk kamu dapatkan.
Kamu mungkin bertanya-tanya, “Kenapa ya, aku sulit untuk bahagia?”
Aku akan coba jelaskan alasannya. Dan kamu bisa liat juga videonya Satu Persen yang bahas kebahagian dari sudut pandang filsuf Aristoteles.
Well, pada dasarnya manusia sudah terbiasa dengan definisi bahagia yang berarti bebas dari masalah. Karena persepsi yang salah ini, akhirnya kita cenderung untuk menghindari masalah atau rasa sakit yang timbul dari suatu kejadian tersebut. Padahal, sebenarnya kebahagiaan tetep bisa loh didapatkan, meskipun ada masalah yang sedang terjadi.
Kalau kamu pernah nonton Harry Potter and The Prisoner of Azkaban, pasti kamu ingat Dumbledore pernah bilang,
“Happiness can be found, even in the darkest of times, if one only remembers to turn on the light.”
Yes. Kebahagiaan bisa didapatkan kalau kamu ingat untuk bahagia.
Tapi, permasalahan yang sering terjadi adalah kita tidak pernah ingat untuk bahagia di saat kita sedang mengalami kesulitan.
Pertanyaannya:
Mengapa kita kesulitan untuk bahagia saat sedang mengalami masalah?
Jawabannya sederhana, karena menurut Esposito kita tuh terlalu takut menghadapi masalah tersebut. Kita mungkin takut dengan apa yang akan terjadi ke depannya. Kita takut kalau kita tidak dapat menyelesaikan masalah yang membuat hidup kita sengsara terus. Rasa takut ini, akhirnya “mengurung” kita dalam pikiran yang negatif.
Dan buruknya, siklus ini mungkin akan berlanjut terus menerus. Pikiran negatif yang kita miliki membuat kita mengalami emosi negatif. Saat kita mengalami masalah, kita lebih sering memikirkan worst case scenario yang belum tentu terjadi. Akhirnya, kita mengalami kesulitan untuk menemukan kebahagiaan di tengah-tengah permasalahan yang sedang kita alami.
Hari Jumat kemarin, aku baru menyelesaikan ujian tengah semester. Sebelum mulai ujian, aku terus-terusan overthinking tentang satu mata kuliah yang menurutku sulit. Tidak hanya mata kuliahnya yang sulit, dosen yang mengajar mata kuliah ini juga killer.
Pikiran negatifku tentang mata kuliah ini akhirnya membuatku menjadi takut. Aku takut kalau tiba-tiba soal yang dikasih susah dan aku tidak lulus mata kuliah ini. Dan yang paling parah, aku tidak bisa tidur hampir setiap hari saat minggu ujian.
Akibat jam istirahat berkurang, aku jadi sosok yang moody setiap saat. Aku marah tanpa sebab saat Mama menyuruhku melakukan tugas rumah, padahal tidak seharusnya aku marah. Aku juga kesal setiap kali adikku menanyakan materi pelajaran yang tidak ia mengerti. Pikiran negatif yang aku alami membuatku merasa stres akan segala sesuatu, sehingga aku menyalurkan pikiran ini dalam bentuk emosi negatif.
Dari pengalamanku, aku ingin menyampaikan bahwa emosi negatif yang kita rasakan sebenarnya hanya trik yang dimainkan oleh otak kita. Emosi ini membuat perspektif manusia mengenai masalah selalu berkaitan dengan hal-hal negatif.
Mengapa perspektif manusia mengenai masalah selalu berkaitan dengan hal-hal negatif?
Aku mau coba jelaskan bagaimana kerja otak manusia saat kita mengalami permasalahan. Pada artikel yang ditulis oleh Brandon, dijelaskan bahwa ketika manusia mengalami permasalahan otak manusia menghasilkan zat kimia, yaitu kortisol. Kortisol adalah hormon stres yang dihasilkan untuk mengontrol mood, motivasi, dan ketakutan individu. Jadi, hormon kortisol adalah mekanisme pertahanan yang membuat manusia menghadapi atau menghindari masalah.
Permasalahan-permasalahan yang pernah kita rasakan, seperti: stres karena akan menghadapi ujian, tuntutan dari orang tua, teman yang ngomongin di belakang, dapat memicu hormon kortisol. Sehingga pikiran negatif lebih mudah untuk dipikirkan dibandingkan dengan pikiran positif.
Lebih jelasnya, rasa stres dan cemas merupakan reaksi yang “wajar” untuk dialami. Oleh sebab itu, pola pikir negatif ketika sedang menghadapi masalah menjadi “kebiasaan” bagi kita. Padahal, mungkin permasalahan yang kita alami, tidak seburuk itu.
Dari contoh pengalamanku yang stres akan satu mata kuliah, ternyata soal ujian yang diberikan tidak sesulit dugaanku. Pada hari H ujian, aku dapat mengerjakan setiap soal dengan baik. Ketakutan dan kecemasanku seolah sia-sia. Aku sudah “mengurung” diriku dalam pikiran negatif yang belum tentu menjadi kenyataan.
Apa solusi yang dapat dilakukan supaya kita lebih bahagia walaupun sedang menghadapi masalah?
Seperti video yang pernah di-upload di channel Youtube Satu Persen, bersyukur adalah salah satu solusi yang bisa kita lakukan.
Bersyukur atau gratitude berasal dari bahasa latin yaitu gratia yang berarti berterima kasih. Bersyukur juga dapat diartikan sebagai sebuah bentuk apresiasi saat menerima sesuatu dari orang lain.
Bersyukur yang dimaksud bukan berarti kita mengabaikan perasaan negatif yang kita alami. Sebaliknya, kita menerima perasaan itu, namun tidak lantas berkutat di dalamnya.
It’s much better ketika kita memilih untuk melihat hal-hal baik yang kita miliki daripada membiarkan perasaan sedih dan kecewa menghantui kita. Seperti quote film Harry Potter and The Prisoner of Azkaban yang diungkapkan di atas, dengan bersyukur, kita dapat melihat bahwa sebenarnya ada harapan di tengah-tengah gejolak permasalahan yang kita alami.
Selain itu, bersyukur juga dapat membuat kita lebih bahagia karena bersyukur selalu diasosiasikan dengan perasaan positif, seperti: percaya diri, tidak mementingkan diri sendiri, spiritualitas, empati, dan self-esteem. Dengan bersyukur, kita diberikan kesempatan untuk menikmati kebahagiaan yang sebenarnya juga terjadi dalam hidup kita. Pada akhirnya, bersyukur dapat membantu untuk mengurangi perasaan negatif yang kita alami (Lyubomirsky dikutip dalam Stoerkel).
Semakin banyak kita berlatih untuk mengekspresikan rasa syukur, semakin tinggi pula nilai self-esteem dan self-worth kita. Self-esteem adalah pandangan kita mengenai diri kita sendiri. Jika seseorang memiliki pandangan yang positif, maka ia akan memiliki pandangan yang baik akan dirinya. Sedangkan self-worth adalah kepercayaan kita bahwa diri kita berharga.
Jadi, self-worth dan self-esteem sama-sama dapat meningkatkan kepercayaan diri kita. Dan akhirnya, kedua perasaan ini juga dapat membantu untuk menghargai eksistensi kita dan membuat kita tidak menyalahkan diri sendiri atas permasalahan yang sedang terjadi.
Setelah kita berhenti menyalahkan diri kita atas segala sesuatu yang terjadi, rasa syukur dapat membantu untuk mengubah perspektif kita mengenai masalah. Rasa syukur dapat memberikan kita satu sudut pandang baru mengenai permasalahan yang kita alami. Kita dapat dengan berani berkata “Aku melihat, aku mendengar, dan aku merasakan setiap emosi yang timbul dari permasalahan yang terjadi. Tapi aku juga bersyukur karena aku sudah berhasil berjuang menghadapi permasalahanku sampai di titik ini.”
Apapun alasan yang membuat kita bersyukur tidak terlalu penting. Hal yang paling penting adalah kesadaran kita terhadap emosi yang kita rasakan dan memberikan waktu bagi kita untuk bersyukur–yang dapat membebaskan kita dari siklus emosi negatif yang kita alami.
Jadi pada intinya, rasa syukur dapat membantu kita untuk fokus kepada hal-hal baik yang juga terjadi dalam hidup kita supaya kita lebih bahagia.
Bagaimana caranya untuk bersyukur?
Pertama, apresiasi diri kamu. Selagi kamu membaca kalimat selanjutnya, coba ucapkan kalimat-kalimat ini dengan lantang.
“Aku berharga.”
“Aku bermakna.”
“Aku bukanlah sebuah kesalahan.”
“Aku adalah salah satu keindahan yang diciptakan dalam semesta.”
“Apapun yang terjadi sekarang, aku sudah berhasil sampai sejauh ini.”
Rasakan bahwa kalimat-kalimat ini membuat kamu merasa lebih baik. Kamu juga dapat mengulangi kalimat ini sesering yang kamu mau sampai kamu merasa lebih baik. Cintai dirimu ya. Kalau mau ingin tahu cara mencintai diri sendiri, coba deh ikut tes self-love gratis ini.
Kedua, count your blessings. Setiap malam, sebelum kamu tidur, kamu dapat mengingat kembali 10 hal baik yang terjadi pada dirimu hari ini. Tidak harus sesuatu yang spektakuler, cukup sesederhana ketika kamu bisa bangun dan bernapas hari ini.
Jika kamu sudah berhasil untuk mengingat-ingat 10 hal yang kamu syukuri, kamu dapat membuat gratitude journal. Gratitude journal adalah tempatmu untuk menuliskan segala sesuatu yang patut disyukuri dalam hidupmu, baik kecil maupun besar.
Selain menuliskan hal-hal yang kamu syukuri, kamu juga dapat menuliskan kelebihan dari dirimu, permasalahan apa saja yang kamu hadapi saat ini, serta hal apa yang dapat kamu pelajari dari permasalahan ini.
Terakhir, jangan ragu untuk bahagia. Ketika kamu dapat menemukan kebahagiaan di tengah-tengah permasalahan yang kamu alami, jangan usir perasaan ini. Kamu pantas merasa bahagia, walaupun kondisinya seperti tidak sesuai.
Kalau kamu masih merasa kesulitan untuk bahagia, mungkin aja hal ini terjadi karena kamu merasa permasalahan yang kamu alami cukup berat. Kamu sudah berusaha untuk cerita sana-sini, tapi belum ada satupun orang yang bisa memahami diri kamu.
Oleh sebab itu, aku mau ajak kamu untuk segera mencari pertolongan dari profesional atau orang-orang yang sudah memiliki pengalaman untuk mengatasi setiap jenis permasalahan yang umum terjadi dalam kehidupan seseorang. Salah satu caranya, aku mau ajak kamu untuk ikut program Konsultasi bersama Mentor dari Satu Persen.
Di sini, kamu bisa cerita permasalahan yang kamu alami dengan Mentor yang sudah terlatih untuk menangani masalah overthinking dan kecemasan berlebih serta perasaan kurang percaya diri akibat permasalahan yang sedang kamu alami.
Selain cerita tentang permasalahan yang kamu alami, kamu juga bisa sharing dengan Mentor dan bersama mencari solusi dari permasalahan yang sedang kamu hadapi. Solusi ini juga bisa kamu dapatkan dengan worksheet yang dibuat sesuai dengan permasalahan kamu.
Untuk kamu yang ingin bisa lebih bahagia dengan cara bersyukur, kamu juga bisa mendapatkan worksheet mengenai gratitude journal lewat sesi mentoring ini. Lewat worksheet ini, kamu akan dipandu langsung oleh Mentor untuk menulis gratitude journal.
Kalau kamu tertarik program mentoring ini, kamu bisa langsung daftar di satupersen.net atau mampir ke Instagram Satu Persen di @konsultasi.satupersen.
Aku harap kamu dapat menemukan kebahagiaan di tengah-tengah permasalahan yang sedang kamu alami. Tetap bertahan dan terus ingat bahwa kamu sudah berhasil sampai di titik ini!
Referensi:
Ackerman, C. E. (2020, October 17). What is Self-Worth and How Do We Increase It? Positive Psychology. Retrieved from https://positivepsychology.com/self-worth/#:~:text=%E2%80%9CSelf%2Desteem%20is%20what%20we,worth.%E2%80%9D%20(2013).
Brandon, J. (2019). Science Says There’s a Simple Reason You Keep Thinking Negative Thoughts All Day. Inc. Retrieved from https://www.inc.com/john-brandon/science-says-theres-a-simple-reason-you-keep-thinking-negative-thoughts-all-day.html.
Chowdhury, M. R. (2020, September 1). The Neuroscience of Gratitude and How It Affects Anxiety & Grieve. Positive Psychology. Retrieved from https://positivepsychology.com/neuroscience-of-gratitude/,
Esposito, L. (2015, November 10). Why Is happiness So Hard? 10 Reasons, 10 Solutions. Psychology Today. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/us/blog/anxiety-zen/201511/why-is-happiness-so-hard-10-reasons-10-solutions.
Stoerkel, E. (2020, September 1). The Science and Research on Gratitude and Happiness. Positive Psychology. Retrieved from https://positivepsychology.com/gratitude-happiness-research/.