Halo semua! Balik lagi sama aku Senja, Part-time Blog Writer di Satu Persen.
Hari ini aku mau sedikit cerita soal temenku yang gila banget sama bersih-bersih, nih. Aku mengenal dia sebagai pribadi tidy person. Dulu semasa kuliah aku sering menyebutnya sebagai Sie Kebersihan karena paling gak bisa lihat temannya gak bersih. Dia rela buat nyuciin baju kotorku yang menumpuk 2 minggu di pojokan kamar kos. Awalnya, aku mengira itu sebagai bentuk perhatian aja. Sampai suatu kejadian aneh muncul.
Hal itu terjadi saat aku berniat buat menginap di kos dia selama di Surabaya. Kebetulan waktu itu aku sedang ada urusan buat beresin berkas kelulusan kampus. Sepanjang aku menginap, dia kelihatan terobsesi banget buat bersihin kamar, ngerapiin baju di lemari, nyapu lantai kamar, dan bersihin meja belajar yang mana menurutku udah rapi-rapi aja gitu.
Gak sampai situ aja, kegiatan itu ia lakukan secara berulang-ulang. Saking risihnya, aku sampai nyuruh dia buat berhenti karena emang gak ada yang perlu dibersihkan. Tak berselang lama, dia ngomong ke aku kalau dia mengidap gangguan OCD.
Jadi, Apa Itu OCD?
Obsessive Compulsive Disorder (OCD) adalah gangguan menahun umumnya diderita oleh 1-3% populasi penduduk dunia. OCD adalah salah satu jenis gangguan di mana penderitanya memiliki pikiran yang gak terkontrol, sehingga penderita akan kesulitan untuk mengendalikannya. Pikiran-pikiran itu akan terus-menerus datang (obsesif) yang membuat penderita melakukan suatu tindakan tertentu.
Meskipun penderita mungkin menyadari bahwa pikiran itu gak berguna buat dilakuin, sangat sulit buat dia mengabaikan pikiran itu. Jadi untuk mengurangi tekanan, penderita biasanya terpaksa melakukan tindakan berulang-ulang (kompulsif). OCD bisa mengganggu kehidupan sehari-hari atau menyebabkan distress yang signifikan loh, Perseners! Seperti yang terjadi sama temenku tadi.
Baca juga: Social Anxiety Disorder: Gangguan Cemas, Gejala, dan Penanganannya
Contoh-contoh Gejala OCD
Gangguan obsesif kompulsif atau OCD terdiri dari pikiran obsesif dan kompulsif dimana pemikiran itu saling terkait. Obsesif adalah pikiran, desakan, atau ide yang terus-menerus datang ke dalam pikiran sehingga menyebabkan kecemasan. Gejala yang dialami kayak takut terkontaminasi sama kuman atau kotoran, menyukai hal teratur dan simetris, kehilangan kendali, hingga cenderung agresif.
Gejala obsesif biasanya akan diikuti sama gejala kompulsif. Gejala kompulsif adalah tindakan berulang-ulang yang terpaksa dilakukan oleh penderita buat mengurangi kecemasan obsesif ini. Biasanya, tindakan kompulsif dilakukan secara berlebihan dan tidak realistis dengan masalah yang ingin diperbaiki.
Contohnya kayak mencuci tangan berulang kali supaya terhindar dari kuman, mengatur barang-barang yang sudah tertata rapi secara simetris, membersihkan ruangan bersih berulang kali, atau memeriksa kompor berulang kali dan memastikannya mati.
Baca juga: 11 Bulan Pandemi: Negatif Corona, Positif Gangguan Kecemasan?
Apa Sih Faktor Penyebab OCD?
Gangguan OCD gak memandang gender atau usia. Siapa aja bisa mengidap OCD berdasarkan faktor-faktor penyebab OCD ini sendiri, yaitu:
1. Faktor Genetik
Tingkat kekerabatan memengaruhi seseorang terkena OCD atau tidak. Kekerabatan berpotensi sangat besar mewariskan penyakit OCD. Kekerabatan yang dimaksud adalah kerabat dekat (tingkat pertama) seperti keluarga, yaitu ayah, ibu, atau saudara kandung.
2. Faktor Biologis
Penelitian menunjukkan OCD berhubungan dengan tingkat serotonin rendah yang menyebabkan penderita mudah berubah mood seperti gampang marah. Kemudian kelainan pada korteks orbitofrontal yang berpengaruh pada kognitif dan emosi serta kelainan ganglia basal dalam otak yang bertanggung jawab pada gangguan obsesif kompulsif.
3. Faktor Psikologis
Orang yang mudah cemas, perfeksionis, atau suka menjaga sesuatu buat tetap bersih dan rapi juga rawan menderita OCD.
Terus, Bagaimana Cara Menanganinya?
1. Terapi Kognitif
Terapi kognitif dianggap sebagai terapi yang cukup efektif untuk mengatasi OCD. Terapi kognitif adalah terapi yang berfokus mengubah pemikiran atau keyakinan yang negatif. Sebagian besar penelitian menyebutkan teknik kognitif pada penderita OCD akan lebih besar pengaruhnya kalau disertai teknik-teknik modifikasi tingkah laku, misalnya seperti pemberian tugas-tugas rumah.
Sehingga terapi kognitif yang cocok dengan penderita OCD adalah terapi kognitif perilaku. Biasanya pasien akan melakukan sesuatu yang sering dihindarinya. Sebagai contoh, psikolog akan meminta penderita yang takut kotoran untuk menyentuh tanah, kemudian mengajarkan cara mengatasi rasa takutnya tersebut.
Nah, terapi perilaku kognitif ini bisa dilakukan secara individu atau berkelompok. Dan walaupun terapi ini mungkin terdengar menakutkan bagi penderita, tetapi kecemasan penderita akan berkurang secara bertahap seiring dengan jumlah terapi yang dijalaninya.
2. Pengobatan
Konsumsi obat hanya bisa diresepkan oleh psikiater dan bukan psikolog. Psikiater akan memberikan obat antidepresan sesuai dengan kebutuhan dan diagnosis penderita. Penggunaan obat bertujuan agar penderita bisa melakukan aktivitas secara baik dengan mengurangi gejala.
3. Kombinasi Terapi dan Obat
Meskipun pengobatan tunggal dapat dilakukan, kedua metode psikoterapi dan pengobatan dapat dikombinasikan. Sama dengan metode pengobatan, metode jenis ini harus mendapat persetujuan profesional seperti psikiater.
Sekarang ini, banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya terkena OCD loh, Perseners! Banyak juga penderita OCD yang akhirnya menyembunyikan gejala yang dimiliki karena malu dan gak mendapat dukungan sosial. OCD juga punya level keparahan yang berbeda-beda dan kalau tidak segera ditangani bisa ngerugiin fisik, mental dan kehidupan sosial penderitanya.
Terus, gimana kalau ternyata kalian mengidap OCD? Tenang aja, Satu Persen bisa ngebantu kalian dengan layanan konseling juga, kok! Layanan konseling ini dilakuin secara one-on-one dengan psikolog yang berpengalaman dan ahli di bidangnya. Dan kalau dibutuhin, dengan layanan ini kalian juga bisa melakukan psikoterapi juga, loh!
Nah, kalau kalian masih ragu apakah harus ke psikolog atau gak, kalian bisa coba ikut tes konsultasi dulu.
Tapi, kalau semisal layanan konseling gak ngebantu kalian dalam hal ini, kalian juga bisa langsung mencari pertolongan ke psikiater, ya. Karena gak bisa dipungkiri kalau OCD juga merupakan salah satu gangguan yang sulit ditangani.
Sekian dulu dari aku, semoga artikel ini ngebantu kalian buat jalani #HidupSeutuhnya, ya. Salam Sehat!
Referensi:
1. Puspitosari WA. Terapi Kognitif dan Perilaku pada Gangguan Obsesif Kompulsif Cognitive and Behavior Therapy for Compulsive Obsessive Disorder. Mutiara Med. 2009;9(2):73–9.
2. Syafaatul L, Hamidah. Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Obsessive Compulsive Disorder Pada Remaja Putri dengan Kecenderungan Body Dhysmorphic Disoorder. J Psikol Klin dan Kesehat Ment [Internet]. 2018;Vol. 7:84–96. Available from: http://url.unair.ac.id/3cb97dc0
3. Yoga Wibowo B, Hardika Legiani W, Bimbingan dan Konseling P, Keguruan dan Ilmu Pendidikan F, Sultan Ageng Tirtayasa U, Pendidikan Kewarganegaraan P. Studi Deskriptif Orang Dengan Obsesive Compulsive Disorder. 2019;2(1):694–706.