Apa yang ada di benakmu ketika mendengar kata ‘pintar’? Apakah itu sosok-sosok hebat yang mengangkat pialanya selepas kompetisi usai? Sosok yang mampu memimpin orang dalam jumlah banyak? Orang yang mampu menghitung perkalian dan pembagian dalam waktu cepat? Atau orang yang mampu menghafal banyak kata dalam waktu singkat?
Ya, persepsi soal kata pintar memang beragam. Kita melekatkannya kepada trait atau pencapaian yang umumnya tidak atau belum kita miliki. Hal itu membuat kita tidak melihat diri sendiri ‘pintar’, tetapi selalu melekatkan kata tersebut kepada pencapaian orang lain. Akibatnya, kita selalu menginginkan kepintaran tersebut.
Lantas, bagaimana caranya ya menjadi pintar? Bagaimana caranya bisa memenangkan kompetisi berskala besar, mendapatkan promosi oleh atasan, dan menjadi ahli dalam suatu bidang? Kita kadang berandai-andai demikian— mencoba memposisikan diri menjadi orang-orang yang kita kagumi tersebut. Kerap kali, kata yang muncul setelahnya adalah talent.
“Aku tidak akan pernah bisa menjadi seperti dia karena dia sudah terlahir pintar”
“Dia memang lebih berbakat jika dibandingkan denganku”
Kata-kata sejenis membuat kita berpikir bahwa kepintaran itu hanya milik segelintir orang yang mampu mendapatkannya dengan mudah. Dengan pemikiran seperti ini, kita merasa bahwa dunia tidak adil dan usaha kita tidak akan mengubah keadaan secara signifikan. Pemikiran seperti ini membuat kita menjadi malas— kita mencari dan mengagumi kesuksesan yang didapat dengan cara-cara mudah.
Padahal, tahukah kamu, bahwa hasil riset menunjukkan sebagian besar ahli tidak dilahirkan sebagai jenius, tetapi dibentuk sebagai seorang jenius. Terkadang kita tidak dapat menilai kesuksesan orang lain secara lebih objektif— tidak mampu melihat kesulitan yang dilalui untuk berlatih, berlatih, dan berlatih— tertutup rasa kagum yang luar biasa terhadap hasil yang ditunjukannya.
Kamu, yang membaca tulisan ini, juga adalah orang yang berpotensi menjadi ‘pintar’ versimu. Mari baca tulisan ini dan kamu akan tahu apa yang harus dilalui untuk mencapai yang kamu inginkan. Jawabannya hanya satu: berlatih, berlatih, dan berlatih.Deliberate practice.
Hmm… Deliberate practice itu apa?
Mengenal Deliberate Practice
Deliberate practice adalah proses latihan yang sistematis, terstruktur, dan berorientasi kepada suatu tujuan. Deliberate practice bukanlah sekadar kegiatan latihan biasa yang didominasi kegiatan mengulang suatu aktivitas tanpa banyak evaluasi atau proses re-thinking, tanpa memikirkan ulang bentuk dan capaian proses latihan yang dilakukan selama ini sudah efektif atau tidak.
Sebaliknya, deliberate practice adalah proses belajar yang efektif dimana instruksi yang diberikan jelas berdasarkan metode terbaik, juga didampingi oleh seorang pembimbing yang mampu mendeteksi jika ada kesalahan, memberikan umpan balik yang sifatnya informatif, atau menginformasikan perlunya mengulang bagian dari latihan dengan satu tujuan yang spesifik dan terfokus untuk meningkatkan kemampuan dalam suatu bidang tertentu. Proses latihan ini menekankan kepada pentingnya tujuan yang spesifik dan evaluasi dari orang lain untuk menentukan metode latihan yang baik dilakukan. Deliberate practice adalah wujud dari pernyataan “kerja cerdas”, bukan semata-mata kerja keras, yang hanya menitikberatkan kepada kuantitas latihan.
Mungkin banyak wajah kalian yang mulai cerah karena pernyataan barusan— bahwa kuantitas latihan bukanlah elemen utama dari deliberate practice. Ingat, itu bukan berarti banyaknya latihan bukanlah hal penting. Namun, jumlah latihan dan metode latihan haruslah menyesuaikan tujuan yang ingin dicapai.
Jika kamu melakukan metode belajar yang kurang tepat, misalnya metode passive learning dimana kamu hanya mendengarkan potongan teori-teori tanpa usaha mempraktikkannya langsung, mau selama apapun kamu menghabiskan waktu mendengarkannya, tidak akan berpengaruh signifikan terhadap ketercapaian goals-mu. Jika kamu menggunakan metode yang tepat, misalnya metode praktik setelah mendengarkan teorinya, meskipun waktu praktikmu tidak seberapa banyak, goals-mu bisa lebih mungkin untuk kamu capai.
Lantas, apakah metode deliberate practice tiap orang sama?
Jawabannya, jelas tidak. Sebab, tiap-tiap orang memiliki kemampuan dasar yang berbeda-beda. Kemampuan awal ini biasa akrab di telinga kita sebagai talent. Misalnya saja, ada beberapa anak yang memiliki kemampuan dasar atletik yang lebih baik dibandingkan yang lain sehingga pola pengajaran tiap-tiap anak tidak dapat diberikan sama rata.
Kemudian, tujuan setiap orang juga bisa bervariasi. Ada anak yang ingin berlatih atletik untuk benar-benar menjadi atlet, sementara ada juga yang ingin berlatih atletik sebagai hobi atau aktivitas selingan. Tentu, porsi latihan yang diberikan juga tidak sama intensitas dan metodenya. Meskipun demikian, dengan porsi latihan yang tepat, hasilnya juga akan memuaskan.
Apa sih yang penting dilakukan saat melakukan deliberate practice?
Pertama, tentukan tujuan yang jelas. Skill apa yang ingin kamu kuasai, sejauh mana kamu ingin menguasainya, apa yang akan kamu lakukan untuk mengaplikasikan skill-mu, semuanya itu sudah harus kamu pikirkan sebelum kamu mulai berlatih intensif untuk mempelajarinya.
Tujuan yang jelas membantumu merumuskan cara berlatih terbaik, sekaligus menjadi pembakar semangat selama proses latihan sehingga membuatku terus dapat memberikan yang terbaik dalam setiap prosesnya. Nah, supaya kamu bisa produktif selama proses latihan, kamu perlu tahu nih tipe produktivitas kamu. Kamu bisa mencoba Tes Produktivitas untuk menemukan jawabannya ya.
Kedua, harus fokus terhadap hal yang ingin dilatih. Seringkali, seiring berjalannya waktu, kita justru mulai kehilangan fokus akan tujuan awal dan tidak lagi melakukan evaluasi untuk mengembalikan tujuan awal tersebut. Hal ini karena otak manusia memiliki tendensi untuk mengubah tindakan yang berulang-ulang menjadi sebuah kebiasaan.
Misalnya saja, dalam kasus belajar mengikat dasi. Mungkin ketika kita belajar mengenakan dasi, kita sangat sadar dengan setiap langkah-langkah yang kita lakukan. Namun, ketika sudah terbiasa, kita melakukannya secara tidak sadar. Intinya, semakin sering dilakukan, semakin kita tidak memiliki kesadaran untuk mengevaluasinya kembali. Ini adalah musuh besar deliberate practice.
Ketiga, carilah umpan balik sesegera mungkin. Umpan balik adalah hal yang sangat penting dalam deliberate practice untuk menjaga hal kedua— rasa fokus terhadap hal yang ingin kita latih. Tanpa menyimpan catatan dari performa kita, sangat mungkin untuk gagal melihat perkembangan atau penurunan performa kita. Terdapat dua hal yang sangat umum dilakukan dalam menerima feedback:
Mengukur performamu
Berapa jumlah halaman buku yang kamu baca, berapa kata yang kamu tulis dalam esaimu, berapa banyak soal yang sudah kamu kerjakan— semuanya itu adalah hasil pengukuran yang dapat kamu jadikan acuan sebagai umpan balik. Hasil pengukuran seperti ini sangat objektif dan jelas, kita dapat membedakan apakah kita menjadi lebih baik atau lebih buruk daripada sebelumnya.
Melakukan pembinaan
Metode deliberate practice kerap dilekatkan dengan adanya pendampingan pelatih profesional. Terkadang sulit untuk dapat berlatih dan mengukur progress dalam waktu yang sama. Kehadiran pelatih ini membantu kita untuk melihat kemampuan kita secara lebih objektif, memberikan umpan balik sesegera mungkin, serta dapat merekomendasikan metode-metode latihan yang efektif dan layak kita coba. Pelatih juga bertujuan untuk mengingatkan kita akan tujuan kita sembari kita menjalani proses latihan.
Take Your Time!
Terakhir, take your time. Ingat, deliberate practice adalah serangkaian proses yang tidak mudah dan tidak sebentar. Hasilnya mungkin tidak akan terlihat dalam waktu dekat. Oleh karena itu, kamu harus mempercayai proses yang kamu lalui dengan sabar dan konsisten. Hanya dengan itu, kamu dapat benar-benar menuai hasil sesuai dengan yang kamu harapkan.
Melakukan deliberate practice memang tidak mudah. Fokus sangat mungkin untuk teralih dan butuh berulang-ulang kali percobaan untuk mengembalikannya seperti semula. Namun, jika kamu berhasil melakukannya, kamu jelas akan berhasil menuai hasil terbaik dari pelatihanmu itu.
Kalau kamu butuh bantuan untuk bisa melakukan deliberate practice dengan baik, coba deh ikut layanan mentoring online Satu Persen. Membaca artikel-artikel Satu Persen juga akan membantumu mengevaluasi diri dan tindakanmu setiap hari.
Salah satu hal penting yang perlu kamu perhatikan dalam menjalankan deliberate practice adalah time management yang baik. Hmm… bingung harus belajar time management dari mana? Tenang. Kamu bisa membaca artikel Satu Persen tentang time management di sini.
Semoga artikel ini bisa membantu kamu menjadi lebih baik, setidaknya Satu Persen setiap harinya, menuju Hidup Seutuhnya.
Jangan lupa buat follow instagram @satupersenoffcial buat dapat informasi tentang diskon-diskon layanan Satu Persen dan tips menarik lainnya. Dan cek juga YouTube Channel Satu Persen buat nambah informasimu tentang masalah kesehatan mental, pengembangan diri, relationship, dan lainnya.
Referensi
Clear, J. (2020, April 13). The Beginner's Guide to Deliberate Practice. Retrieved September 12, 2020, from https://jamesclear.com/beginners-guide-deliberate-practice
Ericsson, K., & Harwell, K. (2019, October 08). Deliberate Practice and Proposed Limits on the Effects of Practice on the Acquisition of Expert Performance: Why the Original Definition Matters and Recommendations for Future Research. Retrieved September 12, 2020, from https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2019.02396/full
K. Anders Ericsson, . (2014, August 01). The Making of an Expert. Retrieved September 12, 2020, from https://hbr.org/2007/07/the-making-of-an-expert
Sumber foto:
https://unsplash.com/photos/M3-07Kazp3Y