Halo, Perseners! Ketemu lagi sama aku, Rachel!
Aku mau tanya sama teman-teman di sini, apakah kamu pernah punya teman yang sensitif banget? Pas kalian lagi jalan bareng, tiba-tiba dia suka nanya, “Eh, lo nyium bau ini gak?” atau “Eh, denger gak tadi?” Padahal kamu sendiri gak mencium dan mendengar apapun.
Teman kamu itu juga baper banget sama segala sesuatu. Pas kalian lagi nonton Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI) misalnya, teman kamu nangis sesenggukan hampir setengah film. Padahal menurut kamu, film ini gak sedih-sedih banget.
Atau mungkin, kamu merasa diri kamu adalah orang yang sensitif. Kamu gak bisa tidur sekamar dengan orang lain, karena mereka cenderung berisik dan kamu baru bisa tidur kalau keadaan benar-benar tenang.
Kamu juga mudah capek dan overwhelmed terhadap hal-hal yang kamu kerjakan, dan ketika kamu sedang overwhelmed, kamu mengalami kesulitan untuk berfungsi dengan baik.
Kalau boleh cerita, aku relate banget dengan hal-hal ini. Kadang-kadang aku suka jadi orang yang ngedenger sesuatu padahal gak ada apa-apa, dan aku sensitif sama hal-hal tertentu.
Yes, you guess it right. Aku nangis sesenggukan pas nonton NKCTHI selama pertengahan sampai akhir film karena aku sedih aja sama konflik yang dialami keluarga Awan.
Dalam beberapa hal, aku juga dikenal teman-temanku sebagai orang yang baper. Kalau aku udah capek banget, biasanya aku gampang mengalami mood swing. Kadang-kadang, aku suka gak sengaja melepaskan emosi negatif di hadapan teman-temanku. Mungkin itu sebabnya, aku dianggap baperan.
But on the bright side, aku juga dianggap sebagai orang yang berempati dan suka mendengarkan semua keluh kesah teman-temanku. Aku berusaha untuk memahami kisah mereka, walaupun aku gak bisa relate. Dan karena sifat keibuan ini pula, teman-teman SMA ku banyak memanggilku dengan sebutan ‘Mami’.
Terlepas dari semua kekurangan dan kelebihan yang aku miliki, aku masih gak bisa berhenti bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan diriku. Apalagi ketika aku kuliah di jurusan Psikologi, aku cenderung sering self-diagnose. Padahal, hal ini gak boleh untuk dilakukan.
Tapi emang nyatanya, aku se-desperate itu nyari jawaban atas apa yang terjadi sama aku. Sampai akhirnya, aku ketemu video YouTube yang menggambarkan tentang yang namanya Highly Sensitive Person.
Setelah nonton video ini, aku berasumsi bahwa aku adalah Highly Sensitive Person. Tapi aku gak berani untuk ambil kesimpulan itu. Sampai beberapa minggu yang lalu, aku melihat postingan Satu Persen yang membahas tentang Highly Sensitive Person dan AKU SENENG BANGET HEHEHEH! Setelah sekian lama pusing dengan kondisi aku, akhirnya aku menemukan jawabannya.
Nah, oleh sebab itu, aku tertarik banget untuk bahas topik tentang Highly Sensitive Person. Karena nyatanya, belum banyak orang yang tau tentang kondisi ini. Seandainya mereka tau pun, mereka masih belum mengerti bagaimana cara menghadapi Highly Sensitive Person.
Di tulisanku kali ini, aku mau coba jawab pertanyaan mendasar:
Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan Highly Sensitive Person? Apa yang sebenarnya terjadi pada orang yang sensitif? Apakah mereka mengalami gangguan psikologis?
Tapi, sebelum membahas lebih lanjut, aku ingin meluruskan bahwa sensitif gak selalu sama dengan yang namanya baper. Baper merujuk pada orang-orang yang mudah tersinggung. Julukan ini sendiri diberikan sebagai asumsi terhadap orang-orang yang reaktif secara emosional.
Gak jarang kita mengucapkan, “Ah, gitu aja baper” ke orang lain, hanya karena mereka tersinggung dengan perkataan kita. Padahal, kalau dipikir-pikir lagi, emang perkataan kita yang salah kok. Tapi, karena kita gak mau bertanggung jawab dengan perkataan kita, kita cenderung menyalahkan orang lain dengan menjuluki mereka baper.
Sedangkan, sensitif sendiri merujuk pada respon seseorang terhadap stimulus tertentu. Stimulus tersebut dapat berupa sensasi yang berpengaruh terhadap panca indra, seperti cahaya, suara, dan bau; respon terhadap agen atau pengaruh eksternal, seperti teman dan keluarga; serta sensibilitas emosional, seperti perasaan senang dan sedih.
Nah, orang-orang yang sangat sensitif terhadap stimulus-stimulus tersebut dapat disebut sebagai Highly Sensitive Person.
Apa yang dimaksud dengan Highly Sensitive Person?
Highly Sensitive Person atau HSP, adalah istilah yang dicetuskan oleh psikolog Elaine N Aron. HSP juga dapat disebut sebagai sensory-processing sensitivity, yang merujuk pada peningkatan sensitivitas dari sistem saraf pusat dan proses kognitif mendalam terhadap stimulus fisik, sosial, dan emosional. HSP ini unik banget, karena hanya terjadi pada 15-20% populasi manusia.
Walaupun sensitivitas ini adalah sesuatu yang jarang dimiliki oleh seseorang, hal ini bukan berarti bahwa HSP adalah orang-orang yang memiliki gangguan psikologis. Ada dua fakta yang harus kita ingat dalam mendefinisikan HSP:
Fakta pertama adalah semua orang, baik HSP atau gak, berada dalam kondisi optimal saat gak terlalu jenuh dan gak terlalu excited. Kita lebih mudah untuk bekerja dengan maksimal dalam kondisi yang gak terlalu membosankan dan gak terlalu menyenangkan.
Sebagai contoh: Kita lebih mudah belajar sesuatu saat mendengarkan musik dalam volume yang sedang-sedang saja, karena jika volume musik terlalu kecil atau terlalu keras, kita jadi sulit untuk fokus. Dalam kata lain, sesuatu yang berlebihan sama-sama membuat orang mudah overwhelmed.
Fakta kedua yang perlu kita ingat adalah setiap orang memiliki perbedaan pada sistem saraf dalam mengolah informasi. Jika aku memberikan kalimat, “Perempuan seharusnya mengurus anak di rumah.” Beberapa dari kalian mungkin gak setuju dengan pernyataan ini karena kalian berpendapat bahwa perempuan seharusnya memiliki hak untuk melakukan hal-hal yang ia mau.
Namun, gak dapat dipungkiri bahwa beberapa dari kalian mungkin setuju dengan pernyataan ini karena kalian menganggap bahwa anak dapat bertumbuh lebih baik jika dirawat oleh ibunya.
Nah, dari kedua fakta ini, kita sama-sama dapat menyimpulkan bahwa sensitivitas tinggi bukanlah sebuah gangguan, melainkan adalah sebuah kepribadian.
Sama hal nya dengan orang-orang pada umumnya, HSP juga mengalami kedua hal dalam fakta tersebut, hanya saja HSP lebih sensitif terhadap stimulus tertentu dan lebih dalam ketika mengolah informasi tertentu.
Apa yang menyebabkan HSP?
Beberapa dari kamu mungkin bertanya-tanya, mengapa seseorang dapat memiliki kepribadian yang sensitif.
Dari buku dan beberapa artikel yang aku baca mengenai HSP, bisa disimpulkan bahwa tingkat sensitivitas yang tinggi ini disebabkan oleh faktor genetik. Ada beberapa gen yang berperan dalam menentukan kepribadian HSP:
Pertama, serotonin atau “sensitive gene”.
Serotonin adalah zat kimia dalam tubuh yang berfungsi untuk meregulasi mood seseorang. Serotonin ini dikeluarkan dari otak dengan menggunakan serotonin transporter. Pada orang-orang yang memiliki sensitivitas tinggi, terdapat variasi pada serotonin transporter.
Oleh sebab itu, HSP cenderung memiliki tingkat serotonin yang rendah, Karena hal ini pula, HSP sering mengalami kesulitan dalam mengontrol emosinya dan lebih mudah mengalami emosi negatif, seperti depresi.
Kedua, dopamine atau zat kimia yang merespon terhadap “reward” atau penghargaan.
HSP memiliki sensitivitas dopamine yang berbeda dengan orang-orang yang bukan HSP. HSP gak terlalu suka dengan reward eksternal, seperti pergi jalan-jalan ke mall, karena HSP mudah merasa lelah.
Sebaliknya, HSP lebih menyukai reward yang positif atau menunjukkan isyarat emosional, seperti kepuasan yang didapat saat membaca novel. Hal ini disebabkan karena HSP lebih menyukai waktu untuk sendiri.
Gen terakhir yang memengaruhi HSP adalah norepinephrine atau hormon stress.
Norepinephrine akan dilepaskan ke dalam darah jika otak kita menilai suatu kejadian sebagai kejadian yang menyebabkan stres.
HSP memiliki kadar norepinephrine yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang bukan HSP. Oleh sebab itu, HSP dapat menilai aspek emosional dari lingkungan dengan lebih jelas dan menghasilkan respon emosional tertentu.
Hal ini akhirnya menyebabkan HSP menjadi sosok yang lebih peka dan penuh empati daripada orang-orang yang bukan HSP.
Namun bagaimanapun, lingkungan juga berpengaruh terhadap faktor genetik.
Lingkungan dapat memperkuat atau melemahkan sensitivitas yang dimiliki oleh seseorang. Sebagai contoh: Kalau lingkungan tempat individu bertumbuh bersifat stressful, maka sensitivitas mereka akan diperkuat. Sebaliknya, kalau lingkungannya mengajarkan individu untuk menjadi bold, maka tingkat sensitivitasnya dapat berkurang.
Dari penjelasanku sebelumnya, kita dapat mengetahui bahwa HSP memiliki kelebihan dan juga kekurangan.
Apa saja kelebihan dan kekurangan HSP?
Menurut sumber yang aku baca, kelebihan HSP adalah ia teliti dalam melihat kesalahan dan menghindari kesalahan.
Kamu mungkin punya seorang teman yang detail akan segala sesuatu. Ketika kalian sedang mengerjakan makalah kelompok, temanmu ini akan jadi orang yang selalu mengingatkan kesalahan kalian. Padahal mungkin kesalahan yang kalian lakukan adalah lupa memberikan titik di satu atau dua kalimat, tapi HSP bisa melihat hal-hal sedetail itu!
Saking detailnya, HSP juga dengan mudah memperhatikan perasaan orang-orang di sekitarnya. Ia selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik ketika menghadapi teman-temannya yang mengalami emosi negatif.
Oleh sebab itu, HSP selalu digambarkan sebagai orang yang memiliki empati dan tingkat conscientiousness yang tinggi.
Selain HSP adalah orang yang detail, HSP juga memproses segala sesuatu ke level yang lebih dalam. Otak HSP bekerja dengan cara menghubungkan pengalaman-pengalaman yang pernah terjadi ke masa kini untuk memecahkan permasalahan baru. Hal ini pula yang menyebabkan HSP menjadi sosok yang intuitif dan terkesan memiliki indra keenam.
Terlepas dari kelebihan yang dimiliki, HSP juga memiliki kekurangan utama, yaitu perasaan mudah lelah atau overwhelmed. HSP sangat sensitif terhadap perasaan orang lain, dan cenderung “menyerap” perasaan-perasaan tersebut. Semakin banyak perasaan negatif yang diserap, HSP akan mudah lelah dan overwhelmed.
Jika HSP sudah mengalami kondisi yang sangat melelahkan, HSP mengalami habituation di mana semakin lama, respon terhadap stimulus semakin menurun. Hal ini akhirnya menyebabkan HSP mengalami kesulitan untuk berfungsi secara normal.
Terakhir, HSP juga memiliki kelemahan dalam memulai sesuatu. HSP cenderung takut untuk melakukan hal-hal baru karena mereka berpikir detail tentang segala sesuatu, baik keuntungan dan konsekuensi yang akan dihadapi.
Nah, sejauh ini, bagaimana pendapatmu tentang HSP? Apakah kamu memiliki teman seorang HSP? Atau apakah kamu merasa bahwa kamu adalah HSP?
Kalau kamu memiliki teman seorang HSP, hal yang bisa kamu lakukan adalah menerima, menghargai, serta mendukung mereka dalam segala sesuatu yang mereka kerjakan.
Sebaliknya, jika kamu adalah HSP, kamu jangan minder dan menyalahkan diri kamu sendiri, ya! Lebih baik kalau kamu menerima diri kamu apa adanya, karena dengan begitu, kamu bisa memaksimalkan trait sensitif kamu dan gak mudah takut ketika menghadapi sesuatu yang baru. Setiap orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Nah, kalau kamu mau tahu apa kelebihan dan kekuatanmu, kamu bisa mencoba tes super power check ya.
Terakhir, baik kamu adalah HSP atau bukan, aku mau meng-encourage kamu untuk terus #HidupSeutuhnya, seperti yang selalu diajarkan Satu Persen. Aku harap, kamu bisa memaksimalkan setiap momen dan membuat kehidupanmu lebih bermakna.
Emang kedengeran klise sih. Tapi, aku inget apa yang pernah Kak Rizky, CTO Satu Persen, bilang kalau:
“Hal yang seharusnya lo cari bukanlah cara agar hidup lo bebas dari masalah, melainkan cara supaya lo selalu bisa mengatasi masalah dalam hidup.”
… dan mengatasi masalah dalam hidup tuh susah-susah gampang.
Oleh sebab itu, kalau kamu masih mengalami kesulitan dalam mengatasi permasalahanmu, aku menyarankan kamu untuk ikut layanan Konsultasi bersama Mentor Satu Persen. Kamu tinggal klik aja link ini untuk tau informasi lebih lanjut.
Last but not least, semoga dari penjelasanku mengenai HSP, kita bisa sama-sama belajar hal baru dan mulai sadar serta menghargai setiap perbedaan kepribadian yang ada ya!
Referensi:
Aron, E. N. (2013). The highly sensitive person (3rd ed.). Kensington Publishing Corp.
Sólo, A. (2018, December 14). These 3 sets of genes make you a highly sensitive person. Highly Sensitive Refuge. https://highlysensitiverefuge.com/highly-sensitive-person-gene/