Generasi Z bisa dikatakan adalah generasi yang gak sabaran. Gaya hidup kita instan, apapun yang kita butuh bisa kita dapet dengan jempol kita aja. Yang jelas sih gini: Kita pengen semuanya cepet
Hal ini juga termasuk pada pencapaian karir, waktu menikah, nyelesain pendidikan, dsb.
Affiliator. Gaya hidup instan. Konsumerisme. Boros. Latte Factor. Harga rumah. Tuntutan orang tua. Tetangga. Slow living
Makanya, di artikel kali ini, gue bakal bahas fenomena nggak sabaran atau bahkan instan, yang banyak ditemukan di generasi zaman sekarang. Ya, gue termasuk ke dalam generasi zaman sekarang sih, jadi ini artikel introspeksi diri juga kali ya.
Baca artikel ini sampai habis kalau lo mau belajar bareng Satu Persen Lifeschool ya.
INTRO
Banyak yang bilang fenomena instan itu terjadi generasi baru2 ini. Setuju gak? Dari artikel yg gue baca, bener sih ya…
Salah satu ciri khas generasi millennial dan generasi Z adalah: instan, efektif, dan efisien. Generasi sekarang punya tendensi buat nyelesein masalah yang mereka hadapin sekarang dan saat ini juga. Ini ditemukan di beberapa aspek kehidupan belakangan ini.
Misalnya nih, lo baru inget susu di rumah lo habis, lo tinggal buka aplikasi e-commerce dan check out buat beli. Lo bahkan bisa dapet opsi buat barangnya dianterin ke rumah lo di hari itu juga kalau lo butuh banget.
Contoh lain di sosmed, lo mau cari soal gosip terbaru saat ini apa, lo bisa buka twitter dan tweet paling pertama ngerangkum gosipnya soal apa. Atau, lo kalau mau cari tau Evan tuh orangnya kayak apa, lo bisa langsung cari nama gue di Instagram dan baca post gue kayak gimana. Nggak perlu lagi tuh ngobrol sama orang lain buat dapet gosipnya apa atau lo ngobrol sama gue buat dapet Evan tuh gambarannya kayak gimana.
Di satu sisi, ini bagus banget karena ya, berarti perkembangan teknologi udah ngebantu kita buat hidup lebih nyaman dan mandiri dibandingkan generasi-generasi sebelumnya. Siapa sih yang nggak mau hidup nyaman kayak sekarang?
Tapi di satu sisi, ada masalah yang muncul: kita jadi mau segala hal instan dan malah jadi nggak sabaran. Padahal, emang ada beberapa hal di hidup ini yang nggak bisa jalan instan.
Pertanyaannya: Keinginan kita buat dapetin segala sesuatu cepet tuh wajar nggak, Van?
Lagi-lagi wajar. Pada dasarnya, manusia itu emang pengen segala hal sekarang daripada nanti-nanti, jadi kalau kita diminta buat sabar atau dapetin reward-nya nanti, itu agak susah buat ngelawannya.
Nah, walaupun wajar, kita juga perlu paham kalau selama ini kita mau instant gratification terus, yang ada kita bisa malah ambyar sendiri.
Kita perlu paham juga kalau nggak semua hal yang instan itu ada konsekuensinya juga. Kayak tadi, lo bisa aja mesen susu di antar ke rumah lo saat itu juga tapi konsekuensinya adalah lo bayar lebih mahal dibandingkan nunggu beberapa hari buat ongkir yang lebih murah.
Atau hal yang lebih serius, soal bangkit dari kegagalan yang baru aja lo alami. Yes, pastinya lo maunya cepet-cepet aja biar nggak kepikiran lagi. Tapi sayangnya lo nggak bisa ngeburu-buruin hal itu. Kalau lo ngeburu-buruin, yang ada lo nggak benar-benar bangkit dari kegagalan itu, tapi malahan nggak lo proses dengan baik aja. Which ya, bisa ngedatengin banyak masalah baru.
Gue harap pemparan gue soal generasi milenial dan gen Z ini yang mau segala hal ekstra cepat dan instan ini bisa lo evaluasi lebih mendalam. Karena ya, hidup kita bakal efisien juga. Tapi di saat bersamaan, paham kalau nggak semua hal bisa secepat dan seinstan yang lo harapkan tadi.
Oke balik lagi ke pembahasan. Terus cara biar kita nggak serba instan dan cepat gimana dong van?
Pertama, praktekkin delayed gratification alias lawannya instant gratification. Beda sama instant gratification, delayed gratification ini fokusnya adalah nggak dapet kenyamanan instan tapi dengan ngelatih sabar dan menunggu, kita bisa dapet kenyamanan yang berlipat ganda di masa depan.
Nah ini keliatan banget di salah satu penelitian dari Stanford namanya Marshmallow Test. Pesertanya tuh anak-anak kecil dan mereka satu marshmallow di depan mereka. Instruksinya adalah, mereka nggak boleh makan marshmallow itu selama 10 menit. Kalau mereka nggak makan, nanti marshmallow nya ditambah satu lagi. Jadi mereka dapet dua. Dan namanya juga anak-anak, hasilnya jadi berbagai macam ya.
Tapi uniknya itu setelahnya. Ada beberapa penelitian follow up dari nasib anak-anak ini ditemukan kalau mereka yang lebih memilih buat nggak makan marshmallow-nya itu dapet skor yang lebih tinggi di ujian, kecenderungan buat obesitas rendah, nggak gampang stres, dan punya kemampuan sosial yang lebih oke.
Dan emang pasti ada variabel-variabel lain yang ngaruh ke hasil penelitian follow up ini, tapi yang bisa kita simpulkan adalah: delayed gratification itu termasuk dari salah satu elemen penting.
Jadi next time kalau lo tergoda buat nonton TV dibandingin olahraga biar tubuh lo lebih sehat, mungkin lo bisa buat inget lagi kalau nonton TV itu nikmatnya sesaat, dibandingin olahraga biar tubuh lo lebih sehat dan nggak gampang jompo.
Tentu aja, delayed gratification ini juga butuh disertai dengan self management yang sehat juga. Karena ya, buat nolak kenikmatan instan dengan hanya kekuatan dalam diri nggak semudah itu. Makanya, dengan self management yang sehat dan optimal, lo bisa lebih mudah buat praktekkin delayed gratification ini.
Akhir kata dari gue, generasi sekarang emang lebih nyaman dibandingin yang lalu-lalu karena ya, kita bahkan bisa dapet kenyamanan secara instan. Tapi balik lagi, kita perlu paham kalau nggak semua hal bisa kita dapetin instan dan saat itu juga.
Gue Jhon dari Satu Persen, thanks.