Gangguan Depresi Mayor dan Cara Menanganinya

Kesehatan Mental
Thissa Yona
22 Des 2020
Mengenal gangguan depresi mayor

Gangguan Depresi Mayor, merupakan nama klinis dari depresi yang biasa kita dengar sehari-hari. Apakah lo salah satu orang yang sedang berperang melawan depresi atau lo justru curiga bahwa teman atau keluarga terdekat lo sedang mengalami depresi? Ternyata gangguan depresi mayor ini lebih umum dari yang kita bayangkan loh. Menurut data di situs resmi WHO pada awal 2020 ini, ada lebih dari 264 juta orang di dunia yang menderita depresi.  Fakta menyedihkannya adalah WHO mencatat 76% dan 85% penderita di negara berpendapatan rendah dan sedang tidak mendapatkan penanganan untuk gangguan depresinya. Penyebabnya mulai dari kekurangan sumber daya, kekurangan tenaga profesional, dan stigma sosial atas penderita gangguan mental. Lo nggak bisa sembarangan mendiagnosis diri lo sendiri atau orang lain mengidap depresi.

Diagnosis gangguan depresi mayor atau depresi cuma bisa ditegakkan oleh para profesional seperti psikolog atau psikiater. Karena itu, lo harus ke psikolog jika sudah menunjukkan gejala-gejala depresi yang akan gue sebutkan di bawah dan gejala-gejala tersebut sudah mempengaruhi kehidupan lo di pekerjaan, kuliah, sekolah, atau hubungan. Lo juga butuh bantuan profesional untuk memastikan lo mengalami gejala depresi mayor karena gejala depresi dengan sedih dan stres seringkali tumpang tindih. Yuk ketahui bedanya.

Depresi VS Sedih

Orang awam sering salah mengartikan depresi sebagai sedih. Jangan salah, sedih itu emosi yang sangat normal. Kalau lo sedih saat kehilangan orang terdekat, disakiti oleh orang lain, atau gagal itu wajar banget.  Tapi yang harus gue tekankan di sini adalah lama-lama lo akan beradaptasi dengan situasi sakit, kecewa, atau kehilangan yang lo alami dan akhirnya perasaan sedih lo pun akan berkurang seiring waktu.  Nah, ini bedanya dengan depresi. Depresi adalah kondisi mental yang tidak normal. Saat depresi, kita bisa sedih tentang semua hal, bahkan tanpa penyebab pasti. Orang yang secara kasat mata kita lihat nggak punya alasan untuk “sedih” bisa saja ternyata mengalami depresi.

Depresi jadi seperti tabir hitam yang menyelimuti hari-hari penderitanya dan bikin semua yang mereka jalani terasa suram, bahkan hal-hal yang tadinya terasa menyenangkan.  Perbedaan antara depresi mayor dan sedih juga pernah dibahas sama Satu Persen di video dengan judul “Ciri-Ciri Orang Depresi (Perbedaan Depresi dengan Sedih atau Stress).” Di video tersebut, Evan juga menyebutkan bahwa salah satu perbedaan signifikan depresi dengan sedih adalah pada jangka waktunya.

Perbedaan stress dan depresi

Depresi VS Stress

Nggak salah kok kalau lo mengira depresi itu sama dengan stress, beberapa gejala memang tumpang tindih. Namun secara signifikan depresi berbeda dengan stress.  Setidaknya itulah yang dikatakan oleh Dr. jane Devenish, ahli farmasi dari dari NHS Standard and Services. Menurutnya, saat depresi seseorang akan terus menerus berada dalam suasana hati yang buruk sementara stres hanyalah salah satu dari sekian banyak pemicu depresi. Sementara itu, psikiater dr. Dimitrios Paschos punya pemikiran lain terkait stres dan depresi. Menurutnya perbedaan utama stres dan depresi adalah depresi sudah jelas definisinya karena sudah masuk dalam gangguan klinis.

Jadi, kita bisa anggap depresi sama seperti penyakit lain, penyakit jantung misalnya. Di sisi lain, stress itu masih sulit untuk didefinisikan. Satu hal bisa memicu stres bagi seseorang namun, bagi orang lain hal tersebut adalah hal yang masih bisa dihadapi. Menurutnya, yang sering orang awam maksud dengan stres sebenarnya adalah kecemasan. Kecemasan pekerjaan tidak selesai, cemas masalah finansial, dan lain sebagainya.

Gejala Gangguan Depresi Mayor

Para profesional menggunakan buku panduan diagnosis gangguan jiwa  atau yang dalam dunia psikologi dikenal dengan DSM- V untuk memastikan apakah seseorang mengidap gangguan depresi mayor atau tidak.  Menurut DSM V ada sejumlah gejala gangguan depresi mayor yang harus dialami terduga pengidap depresi selama setidaknya 2 minggu. Setelah gejala-gejala yang disebutkan menetap selam dua minggu atau lebih barulah psikolog atau psikiater menegakkan diagnosis. Gejala-gejala yang dimaksud adalah:

  1. Suasana hati murung
  2. Kehilangan minat akan hal – hal yang tadinya disukai
  3. Kenaikan atau penurunan berat badan yang signifikan, bisa juga penurunan atau peningkatan nafsu makan
  4. Gangguan tidur (tidur berlebihan/kurang tidur)
  5. Perubahan kemampuan gerak (melambat/tidak beraturan)
  6. Kelelahan dan merasa tidak berenergi
  7. Merasa tidak berharga atau terus menerus merasa bersalah
  8. Penurunan kognitif (nggak bisa fokus,nggak bisa ambil keputusan)
  9. Munculnya pikiran untuk bunuh diri

Penyebab Gangguan Depresi Mayor

Kalau lo bertanya-tanya apa yang menyebabkan seseorang terkena gangguan depresi mayor, ada penjelasan ilmiahnya. Ada dua jenis faktor yang sering disebut sebagai penyebab depresi, yaitu faktor biologis dan psikososial. Beberapa mekanisme biologis yang digunakan oleh para ahli untuk menjelaskan bagaimana terjadinya gangguan depresi mayor, diantaranya:

Faktor Genetik

Studi yang dilakukan pada anak kembar berhasil menemukan bahwa gangguan depresi mayor diturunkan sebanyak 37%. Dengan kata lain faktor genetik memang berperan dalam menyebabkan gangguan depresi mayor. Jadi lo berpotensi terkena depresi kalau ada keluarga lo yang menderita depresi juga.  Namun, yang jadi pertanyaan adalah sejauh apa faktor genetik berperan? Ternyata, walaupun potensi depresi diturunkan, namun penelitian lain mengatakan bahwa ada faktor psikososial yang berperan. Seperti jika seorang individu tinggal serumah dengan anggota keluarga yang menderita depresi maka ia akan lebih berisiko terkena depresi.

Kekurangan Serotonin

Sebagai informasi, serotonin adalah senyawa kimia dalam otak yang dilepaskan ke sambungan-sambungan saraf dan berperan untuk menimbulkan rasa bahagia dan nyaman. Faktanya, kekurangan serotonin memang berhubungan dengan gangguan depresi mayor. Hasil temuan pada pasien depresi dan korban bunuh diri menunjukan adanya penurunan aktivitas dan fungsi serotonin ini pada sistem saraf.

Hormon Stres

Stress berbeda dengan depresi, namun ternyata masih berkaitan. Ini ada hubungannya dengan hormon yang dikeluarkan tubuh saat kita stress. Ketika stress, tubuh kita melepaskan hormon kortisol. Nah, menurut beberapa studi, hormon ini dinilai berkaitan erat dengan depresi.  Faktor berikutnya adalah faktor psikososial. Beberapa faktor psikososial yang sudah dibuktikan oleh penelitian berperan dalam menyebabkan depresi adalah sejarah gangguan mental dalam keluarga, perubahan besar dalam hidup yang membuat stress, dan kurangnya dukungan sosial. Mari kita bahas satu persatu:

Perubahan Besar dalam Hidup yang Membuat Stress

Dalam sebuah penelitian ditemukan tiga kelompok peristiwa hidup yang menyebabkan stress dan berkaitan dengan depresi, yaitu masalah finansial, perubahan kondisi hidup, dan kehilangan orangtua atau orang terdekat. Tiga peristiwa dalam hidup ini bisa berdampak pada depresi karena mempengaruhi proses perkembangan individu terutama para dewasa muda. Seperti masalah finansial yang dapat mengganggu proses kemandirian.

Kurangnya Dukungan Sosial

Kalau lo mau tahu apakah tanpa teman-teman dan keluarga terdekat, lo jadi berisiko terkena gangguan depresi, jawabannya adalah iya. Ketidakhadiran orang terdekat punya andil 11% untuk menentukan tingkat depresi. Mungkin lo berpikir bahwa dukungan sosial cuma lo butuhkan saat lo menghadapi masalah dalam hidup, ternyata hasil penelitian mengatakan sebaliknya. Sebuah jurnal ilmiah menyebutkan bahwa kekurangan dukungan sosial tetap dapat meningkatkan risiko terkena depresi bahkan saat lo tidak sedang berhadapan dengan peristiwa yang bikin stress.

Dampak Gangguan Depresi Mayor

Sebenarnya depresi ini gangguan mental yang sangat berkaitan dengan emosi natural dan normal yaitu rasa sedih dan kehilangan. Bedanya, kalau kita sedih karena kehilangan pacar, gagal ujian atau mengalami pengalaman tidak mengenakkan lainnya cuma dalam jangka waktu tertentu aja, nah, orang yang depresi bisa merasakan kesedihan atau kehilangan sampai lebih dari dua minggu, bahkan bulanan atau tahunan.

Lebih jauh lagi, jenis gangguan ini mempengaruhi cara berfungsi kita sebagai manusia, mulai dari cara berpikir, suasana hati, sampai fungsi tubuh. Gangguan depresi mayor juga mempengaruhi motivasi sehingga berdampak pada kehidupan sosial, pekerjaan, sekolah dan kesehatan secara umum.  Jadi ada baiknya kita lebih hati-hati  dalam menggunakan istilah depresi, karena depresi adalah sebuah gangguan mental yang serius, bahkan bisa merenggut nyawa lewat perilaku bunuh diri.

Depresi dan Bunuh Diri

Menurut data WHO, jumlah orang yang meninggal karena bunuh diri mendekati angka 800.000 setiap tahun. Sebagai tambahan, bunuh diri menjadi penyebab kematian tertinggi kedua untuk orang-orang berusia 15-29 tahun. Lalu seberapa jauh kaitan antara kasus bunuh diri yang terjadi dengan gangguan depresi mayor?

Menurut data, 2-8% orang dewasa yang mengidap gangguan depresi mayor meninggal karena bunuh diri. Sementara 50% orang yang melakukan bunuh diri diketahui mengalami gangguan depresi mayor atau gangguan suasana hati lainnya.  Dilansir dari kompas.com, menurut riset kesehatan dasar (riskesdas) Kementerian Kesehatan pada tahun 2018, kasus depresi yang berujung bunuh diri di Indonesia tercatat sebanyak 11 juta orang atau 6,1%.

Cara Menangani Gangguan Depresi Mayor

Sebagai penyakit yang umum diderita kabar baiknya adalah depresi masih dapat ditangani. Beberapa upaya bisa lo lakukan sendiri, namun beberapa yang lain membutuhkan bantuan psikolog atau psikiater.  Kalau usaha-usaha ini lo lakukan secara bersamaan, kesempatan lo untuk menang melawan depresi akan lebih besar.

Punya Sistem Dukungan yang Kuat

Sebelum depresi menarik lo lebih jauh ke pusarannya, ada baiknya lo melawan dengan membentengi diri lo sendiri salah satunya adalah dengan memiliki sistem dukungan yang kuat. Sistem dukungan di sini berupa orang-orang di sekitar yang bisa dijadikan pegangan saat depresi mulai menghisap.  Tapi yang perlu diingat adalah nggak semua orang terdekat  bisa dijadikan sistem pendukung. Untuk bisa punya sistem pendukung yang kuat lo harus membentuk tiga lapisan sistem pendukung, sebagai berikut:

1. Lapisan Pertama

Lapisan pertama ini harus diisi sama para profesional sih. Bisa psikolog, konselor, mentor atau apapun yang benar-benar bisa membantu lo untuk keluar dari depresi. Ngobrol, berbicara sifatnya bisa jadi terapeutik, apalagi kalau dilakukan dengan ahlinya. Bahkan mereka bisa membantu lo untuk menemukan penyebab timbulnya depresi yang sedang lo alami. Di sisi lain, jika depresi lo sudah mengancam jiwa karena pikiran untuk bunuh diri sudah sangat mendominasi maka mengunjungi psikiater adalah langkah paling bijak. Karena psikiater dapat langsung menangani lo dengan obat yang bekerja lebih cepat untuk menstabilkan mood lo dan menghilangkan pikiran bunuh diri.

2. Lapisan Kedua

Kategori ini bisa diisi dengan orang-orang yang peduli sama lo tapi nggak bisa berbuat banyak untuk membantu atau tidak terlatih untuk membantu.  Gue yakin pasti banyak orang di sekeliling lo yang masuk kategori ini. Teman-teman terdekat atau keluarga yang bisa mendengarkan keluh kesah lo tanpa banyak membantu, bisa lo masukkan dalam kategori ini.  Walaupun tidak bisa membantu, di fase awal depresi, berbicara kepada mereka bisa jadi salah satu sarana ventilasi yang akan menahan lo untuk tidak tenggelam terlalu jauh ke depresi.

3. Lapisan Ketiga

Nah, ini lapisan terakhir alias lapisan paling luar. Yang masuk kategori ini adalah orang-orang yang nggak segitu pedulinya sama lo dan nggak bisa membantu juga. Orang-orang yang harus lo masukkan ke kategori ini adalah teman-teman main lo, atau teman jalan yang nggak terlalu mengenal lo. Saran gue sih kenali baik-baik orang yang masuk kategori ini agar lo tidak berharap banyak menerima bantuan mereka saat gangguan depresi mayor sedang menyerang.

Lebih Aktif dengan Berolahraga

Situs resmi Center for Disease Control and Prevention (CDC) pemerintah Amerika merekomendasikan orang dewasa untuk berolahraga selama 150 menit dalam seminggu. Terdengar banyak ya, tapi 150 menit tadi kan bisa dipecah menjadi 30 menit perhari selama 5 hari. Bahkan, kalau mau lebih ringan lagi waktu 30 menit per-hari tadi bisa dipecah jadi beberapa bagian dalam sehari. Intinya kalau kita memang niat sih rekomendasi CDC tersebut masih sangat bisa dilakukan. Lo bisa ikuti beberapa tips ini untuk latihan secara teratur:

1. Mulai dari Hal yang Kecil

Hal kecil yang gue maksud di sini adalah intensitas dan frekuensi. Jangan langsung mulai dengan menghabiskan waktu berjam-jam di gym. Tapi mulai saja dengan jenis olahraga yang memang benar-benar disukai dan lakukan selama 10 menit.  Gue menyarankan 10 menit dulu karena tujuannya masih untuk membentuk kebiasaan, belum untuk memenuhi rekomendasi dari CDC. Nanti, kalau kebiasaannya sudah terbentuk, baru deh dorong diri lo untuk berolahraga setidaknya 30 menit dalam sehari.

2. Pilih Jenis Olahraga Disukai

Jangan ikutan trend atau orang-orang, tapi pilih jenis olahraga yang lo memang suka. Tujuannya adalah agar lo bisa komitmen melakukan olahraga teratur dalam jangka waktu yang panjang.

Mengonsumsi Makanan Sehat

Seperti yang tadi sudah gue sebutkan kalau nafsu makan adalah salah satu gejala depresi. Namun pada setiap orang masalah nafsu makan ini muncul dengan cara yang berbeda. Ada yang kehilangan nafsu makan saat depresi ada yang justru makan secara berlebihan dan yang dimakan juga makan-makanan yang nggak sehat tapi nyaman seperti junk food atau makanan instan.

Nah, karena itu salah satu cara menangani depresi adalah memutus mata rantai gejala ini dengan makan-makanan sehat. Bentuk kebiasaan baru lo makan-makanan sehat misalnya dengan memastikan ada buah dan sayur di setiap waktu makan. Atau bisa juga dengan memastikan lo minum air putih 6-8 gelas dalam sehari dan hindari minum-minuman bersoda.

Memiliki Rutinitas

Orang yang depresi cenderung kehilangan rutinitasnya seperti begadang hingga larut atau dini hari dan tidur sepanjang pagi dan siang. Biar gak terus terusan terjebak dalam depresi menormalkan kembali harimu. Membentuk rutinitas bisa lo lakukan dengan tidak tidur terlalu larut, bangun pagi, lalu olahraga dan makan-makanan sehat.

Self-Help

Salah satu upaya yang bisa lo lakukan untuk melawan depresi adalah dengan dengan membaca buku atau konten pengembangan diri. Kalau buku pasti sudah banyak informasi bertebaran, buku apa yang harus banget lo baca. Atau lo juga bisa ngikutin kanal-kanal youtube pengembangan diri kayak Satu Persen. Tapi ingat, lo harus tetap mempertimbangkan untuk berkonsultasi dengan profesional. Karena apabila depresi ini ditangani dengan cara yang salah, justru dapat memperparah kondisi. Nah, gue ada rekomendasi konten yang bisa lo baca terutama buat lo yang mau menambah insight perihal mental health.

Baca Juga : "Mental Health Ga Melulu Soal Depresi"

Kemana Mencari Bantuan untuk Gangguan Depresi?

Gangguan Depresi Mayor Cuma bisa ditangani oleh para psikolog atau psikiater. Kalau lo sudah merasa gangguan depresi lo mempengaruhi kehidupan lo secara keseluruhan, lo bisa bicara dengan Psikolog satu persen melalui layanan konseling.

CTA-Konsultasi-18

Layanan konseling Satu Persen bisa diakses melalui voice call atau video call sesuai dengan kebutuhan lo. Kalau lo mau tau kondisi kesehatan mental lo belakangan ini, lo juga bisa nyoba tes sehat mental.

Gue harap membaca artikel ini bisa membuat lo berkembang menjadi lebih baik, seenggaknya Satu Persen setiap harinya. Gua Thissa dari Satu Persen, thanks!

Referensi

Depression. Retrieved 6 June 2020 from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/depression

Depressive Disorders. Retrieved 6 June 2020 from https://www.psychologytoday.com/intl/conditions/depressive-disorders

Nugraha, Arie. 11 Juta Orang Indonesia Alami Depresi. Retrieved 8 June 2020 from https://www.liputan6.com/health/read/4085312/11-juta-orang-indonesia-indonesia-alami-depresi

Bagikan artikel

Disclaimer

Jika Anda sedang mengalami krisis psikologis yang mengancam hidup Anda, layanan ini tidak direkomendasikan.

Silakan menghubungi 119.