Perseners pasti pernah mengalami hari yang buruk, bukan? Di mana di hari itu rasanya gak ada satu pun hal yang berjalan dengan seharusnya, seakan-akan dunia sama sekali gak berpihak sama kita.
Begitu pula saat mengalami kegagalan, saat kita gak bisa menggapai sesuatu yang kita benar-benar inginkan. Rasanya tuh seperti bagian dari diri sendiri ada yang retak, bahkan mungkin terasa hancur berkeping-keping.
Pasti kamu relate banget, kan?
Kegagalan gak selalu datang dari hal-hal besar, loh! Bahkan hal-hal kecil pun bisa menyebabkan seseorang merasa dirinya adalah orang yang "gagal." Karena standar gagal itu gak ada standar pastinya, dan setiap orang punya standarnya masing-masing dalam mengukur itu.
Merasakan kegagalan membuat kita sering merasa bahwa diri ini tuh udah gak berguna lagi. Atau bahkan dalam beberapa kasus, merasa diri udah gak berharga lagi. Dan itu menyebabkan timbulnya rasa hampa dan frustasi, karena merasa diri ini udah hancur dan gak mungkin untuk ‘disatukan’ kembali.
Sama seperti keramik yang pecah, kamu pasti berpikir kalau kalau keramik itu udah gak mungkin untuk disatukan kembali, kan? Karena merasa keramik yang pecah tersebut udah gak terpakai dan berguna lagi.
Tapi berbeda dengan Jepang, ada sebuah seni merangkai kembali keramik yang pecah bernama ‘Kintsugi’.
Dalam seni kintsugi, keramik yang pecah bukan berarti keramik tersebut udah gak indah lagi. Tapi, perlu sedikit "sentuhan" agar kembali menjadi keramik yang utuh dan menjadi karya seni baru yang indah serta bernilai tinggi.
Inilah filosofi kintsugi, sebuah filosofi yang mengajarkan kita bahwa bukan berarti kita udah gak berharga lagi saat mengalami kehancuran karena gagal. Tapi, kita perlu "perbaiki" agar bisa bangkit dari kehancuran itu dan menjadi lebih baik lagi.
Di sini aku, Audra, Part-Time Blog Writer Satu Persen bakal memandu Perseners untuk mengenal lebih dalam tentang filosofi kintsugi biar kamu bisa bangkit dan siap untuk maju dari kegagalan!
Let’s check it out!
Apa itu Filosofi Kintsugi?
Filosofi kintsugi diawali dari seni tradisional asal Jepang bernama kintsugi (金継ぎ), yaitu teknik merangkai kembali keramik yang pecah dengan menggunakan campuran pernis bubuk emas sehingga menciptakan sebuah karya seni dengan nilai yang baru.
Dalam filosofi kintsugi, manusia diibaratkan sebagai keramik yang pecah karena merasa dirinya hancur akibat mengalami kegagalan. Kepingan keramik yang pecah merupakan "bagian" dari dirimu yang hancur dan membuat kamu merasa diri kamu "incomplete."
Saat kamu merasa bagian dari dirimu yang hancur itu tidak bisa disatukan kembali, filosofi kintsugi berkata lain. Karena dalam seni kintsugi, semua bagian itu berharga dan harus diperlakukan dengan sebaik-baiknya.
Sama seperti konsep wabi-sabi yang melihat keindahan dalam suatu ketidaksempurnaan dan kesederhanaan, filosofi kintsugi mengajarkan kita untuk menerima kekurangan dalam diri. Belajar menerima kekurangan diri membawa kita pada rasa kedamaian yang jauh lebih dalam.
Baca juga: Belajar Cara Menerima Diri Sendiri dari Filosofi Wabi Sabi
Apabila kamu menerapkan filosofi kintsugi, kamu akan tahu bahwa bagian dari diri yang hancur karena kegagalan pasti bisa kamu perbaiki dan rekatkan kembali. Walaupun memang mungkin gak akan sempurna seperti dulu, tapi ada nilai yang baru yang hadir dan membuat kita jadi jauh lebih baik lagi.
Tips Bangkit dari Kegagalan dengan Filosofi Kintsugi
1. Mengakui kegagalan
Dalam teori five stages of grief dari Elisabeth Kübler-Ross, tahap pertama saat merasakan rasa kesedihan adalah denial atau penyangkalan. Begitupun saat merasakan kegagalan, biasanya orang akan menyangkal kegagalan yang mereka alami.
Mengakui kegagalan merupakan hal yang sangat penting untuk kamu lakukan dalam menerapkan filosofi kintsugi ini. Dengan mengakui kegagalan itu, kamu paham dan percaya bahwa walaupun saat ini kamu gagal mencapai hal yang kamu impikan, bukan berarti kamu gagal untuk selamanya.
Kita semua tahu kalau gak semudah itu untuk mengakui suatu kegagalan, karena pasti berat banget rasanya menerima hal yang gak kamu inginkan terjadi. Tapi, apabila kamu yakin dan percaya kalau kamu bisa melakukannya, kamu pasti bisa!
Coba Juga: Tes Tingkat Resiliensi, Belajar Bangkit Lagi Yuk!
2. Perbaiki diri secara perlahan
Seni utama dalam kintsugi adalah seni "memperbaiki", jadi penting banget untuk kamu lakukan dalam menerapkan filosofi kintsugi dalam diri.
Kalau dari seni kintsugi memperbaiki kepingan keramik dengan pernis bubuk emas, kamu bisa memperbaiki hal-hal kecil yang menurutmu belum kamu maksimalkan sebelumnya. Inget bukan berarti kamu "buruk", tapi kamu perlu "memperbaiki diri."
Dalam memperbaiki diri gak bisa dilakukan secara instan, kamu harus sabar dan melakukannya secara pelan-pelan agar bisa kamu maksimalkan dengan baik dan benar.
Inget ini, “Slowly, but surely.”
Baca juga : Cara Bangkit dari Kegagalan
Nah, untuk menerapkan tips-tips di atas tanpa dibimbing oleh orang lain pasti rasanya bakal sulit banget. Sehingga, kamu mungkin perlu seorang mentor untuk membimbing kamu bangkit kembali dari kegagalan.
Kamu bisa banget ikut layanan mentoring dari Satu Persen, nih! Selain bakal membantu kamu bangkit tanpa merasa sendirian, kamu juga bakal dapat tes psikologi dan asesmen hingga worksheet, loh! Bermanfaat banget, kan?
Langsung aja klik banner di bawah ini, ya!
Kalau kamu butuh referensi tambahan, kamu bisa banget nonton video dari YouTube Satu Persen di bawah ini agar jadi lebih siap untuk bangkit dalam menghadapi kegagalan.
Akhir kata, sekian dari aku. Semoga artikel ini bisa bermanfaat dan membantu kamu untuk bangkit dari kegagalan sehingga bisa menjalani #HidupSeutuhnya.
Sampai jumpa di tulisanku selanjutnya!
Referensi:
Cherian, E. S. (2019). The Japanese art of Kintsugi and its must-know philosophy. Retrieved on December 15, 2021 from The Japanese art of Kintsugi and its must-know philosophy | Lifestyle News | English
Guttman, J. (2020). Understanding the Stages of Grief and Facing Tragic News. Retrieved on December 15, 2021 from Understanding the Stages of Grief and Facing Tragic News | Psychology Today
Navarro, T. (2021). The Japanese Art of Embracing the Imperfect and Loving Your Flaws. London: Hodder & Stoughton.
Sho, T. (2021). Kintsugi: Japan’s ancient art of embracing imperfection. Retrieved on December 15, 2021 from Kintsugi: Japan’s ancient art of embracing imperfection - BBC Travel