Stop Menyalahkan Ibu: Pahami Bahaya Mom Shaming bagi Kesehatan

Dilsa Ad'ha
14 Nov 2024

Key Takeaways:

  • 7 dari 10 ibu di Indonesia mengalami mom-shaming
  • Mom-shaming bisa menyebabkan gangguan kesehatan mental dan fisik
  • Kritik paling sering datang dari keluarga terdekat
  • Ada cara sehat untuk memberikan masukan tanpa mom-shaming

Mom-shaming menjadi salah satu tantangan besar yang dihadapi para ibu di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Health Collaborative Center (HCC) pada Juni 2024, ditemukan bahwa 7 dari 10 ibu di Indonesia pernah mengalami mom-shaming. Mom-shaming adalah tindakan menghakimi, mengkritik, atau memberi komentar negatif terhadap cara seorang ibu membesarkan anaknya. Fenomena ini tidak hanya merusak hubungan keluarga, tetapi juga dapat berdampak serius pada kesehatan mental dan fisik para ibu.

Yang mengejutkan, para pelaku mom-shaming biasanya bukanlah orang asing, melainkan orang-orang terdekat seperti suami, orangtua, mertua, atau saudara kandung. Ibu yang menjadi korban mom-shaming dari keluarga terdekat sering kali merasa tertekan karena merasa tidak mendapat dukungan yang diharapkan. Kritik dan komentar negatif yang datang dari mereka yang dianggap seharusnya menjadi pendukung justru bisa membuat para ibu merasa sendiri dan tidak dihargai dalam peran penting yang mereka jalani.

Gak cuma mempengaruhi kesehatan fisik, mom-shaming juga berdampak langsung pada kesehatan mental. Perasaan cemas, rendah diri, dan tekanan emosional menjadi hal yang sering dialami ibu yang mengalami mom-shaming. Ketika para ibu merasa tertekan dan dinilai tidak cukup baik dalam mengasuh anak mereka, mereka dapat kehilangan kepercayaan diri, merasa kurang berharga, dan bahkan mengisolasi diri dari lingkungan sosial. Dalam beberapa kasus yang parah, mom-shaming dapat memicu depresi yang membutuhkan penanganan khusus dari tenaga profesional.

Salah satu faktor yang menyebabkan mom-shaming terjadi adalah adanya persepsi atau standar tertentu dalam masyarakat tentang peran ibu yang "ideal." Banyak orang merasa memiliki hak untuk memberikan kritik atau komentar terkait cara seorang ibu membesarkan anaknya, tanpa memahami bahwa setiap ibu memiliki cara dan pendekatan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan anak dan kondisi masing-masing. Dalam masyarakat, terkadang ada standar-standar tradisional yang membuat ibu merasa harus memenuhi ekspektasi tertentu, yang sebenarnya tidak selalu relevan dalam situasi mereka.

Mom-shaming masih menjadi fenomena yang terus terjadi di kalangan ibu, terutama di Indonesia. Meski terdengar sederhana, dampak dari mom-shaming bisa sangat besar dan merusak. Banyak ibu merasa tidak dihargai dan mengalami tekanan emosional akibat mom-shaming yang terus-menerus datang dari lingkungan terdekat, bahkan keluarga. Menurut Dr. Ray Wagiu dari Health Collaborative Center (HCC), ada sejumlah alasan dan topik yang kerap menjadi sasaran mom-shaming.

Topik-Topik yang Sering Jadi Sasaran Mom-Shaming

Beberapa isu yang sering dijadikan bahan kritik dalam mom-shaming antara lain:

  1. Kesehatan Anak
    Komentar seperti “Anaknya sakit? Pasti mamanya kurang teliti!” sering kali dilontarkan kepada ibu yang anaknya sedang sakit atau mengalami masalah kesehatan. Kritik semacam ini menyiratkan bahwa setiap penyakit yang dialami anak adalah akibat langsung dari kesalahan ibu, tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lainnya.
  2. Pola Makan Anak
    Topik lain yang sering disoroti adalah berat badan atau pola makan anak. “Kok anaknya kurus? Mamanya nggak bisa ngurus ya?” adalah salah satu contoh mom-shaming yang umum. Kritikan ini memberi tekanan pada ibu untuk memenuhi ekspektasi tertentu tentang penampilan fisik anak, seolah-olah berat badan atau ukuran tubuh adalah indikator satu-satunya dari kesehatan.
  3. Penampilan Post-Pregnancy
    Tidak sedikit ibu yang mengalami kritik terkait penampilan setelah melahirkan. Ketika seorang ibu berusaha menjaga penampilannya, sering muncul komentar, “Udah punya anak masih aja ngurusin penampilan, kapan ngurusnya?” Kritikan semacam ini meremehkan keinginan seorang ibu untuk merawat diri sendiri, seolah-olah tugas ibu hanyalah mengurus anak tanpa perhatian pada kesejahteraan pribadi.
  4. Pilihan ASI vs. Sufor
    Salah satu topik yang paling sensitif adalah pilihan antara ASI dan susu formula (sufor). “Masa ASI aja nggak bisa? Gimana mau jadi ibu yang baik?” adalah mom-shaming yang sering dialami ibu yang memutuskan untuk memberikan susu formula. Hal ini memberikan tekanan tambahan dan membuat banyak ibu merasa tidak cukup baik atau kurang kompeten.
  5. Work-Life Balance
    Bagi ibu yang bekerja, mom-shaming sering kali datang dalam bentuk kritik seperti, “Kerja mulu, anaknya diurusin siapa?” Komentar ini mengasumsikan bahwa ibu yang bekerja tidak bisa menjadi ibu yang baik, meski kenyataannya banyak ibu yang mampu mengelola pekerjaan dan keluarga dengan baik.

Langkah Nyata Melawan Mom-Shaming

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi mom-shaming dan menciptakan lingkungan yang lebih suportif bagi para ibu. Salah satu caranya adalah dengan mengubah narasi kritik menjadi dukungan. Berikut beberapa cara yang bisa diterapkan:

  • Validasi Perasaan
    Ketika seorang teman atau ibu lain menceritakan pengalamannya di-mom-shame, penting untuk mendengarkan terlebih dahulu tanpa memberikan saran yang tidak diminta. Validasi perasaan mereka dan biarkan mereka tahu bahwa perasaan mereka adalah valid.
  • Ubah Cara Memberikan Masukan
    Alih-alih mengatakan, “Kok anaknya kurus?”, lebih baik mengganti dengan pertanyaan seperti, “Ada yang bisa gue bantu untuk ningkatin nafsu makan si kecil?” Cara ini menunjukkan kepedulian tanpa terkesan menghakimi.
  • Bagi Tanggung Jawab Parenting
    Mengingatkan bahwa mengurus anak bukan hanya tugas ibu bisa membantu mengurangi tekanan yang dirasakan. Ingatkan orang-orang di sekitar bahwa ayah juga memiliki peran penting dalam mengurus anak.

Dampak Mom-Shaming yang Lebih Serius dari yang Diperkirakan

Ternyata, dampak mom-shaming bisa lebih besar dari yang diperkirakan. Ada beberapa dampak jangka panjang dari mom-shaming:

  • Penurunan Kepercayaan Diri
    Banyak ibu yang akhirnya menjadi takut untuk membuat keputusan sendiri karena trauma akibat kritik yang terus-menerus. Mereka mulai merasa bahwa apa pun yang mereka lakukan salah dan tidak cukup baik.
  • Gangguan Kesehatan Mental
    Tekanan dari lingkungan sekitar bisa menyebabkan ibu mengalami kecemasan, overthinking, dan bahkan depresi. Stres yang berkepanjangan karena mom-shaming dapat merusak kesehatan mental ibu dan berdampak pada kesejahteraan keluarga secara keseluruhan.
  • Stress Berkelanjutan
    Mom-shaming yang terus terjadi dapat membuat ibu kehilangan kegembiraan dalam menjalankan perannya sebagai orang tua. Mereka merasa terbebani oleh kritik-kritik yang tidak produktif, yang pada akhirnya memengaruhi hubungan mereka dengan anak dan pasangan.

Cara Menjadi Support System yang Baik

  • Tanya Sebelum Memberikan Saran
    Sebelum memberikan saran atau masukan, tanyakan terlebih dahulu apakah ibu tersebut bersedia menerima masukan. Ini menunjukkan sikap menghormati dan memberikan kesempatan pada ibu untuk memilih apakah mereka ingin mendengar saran tersebut.
  • Fokus pada Solusi
    Hindari komentar yang menghakimi dan fokuslah pada solusi. Sampaikan masukan dengan cara yang mendukung, bukan menghukum atau mengkritik.
  • Tawarkan Bantuan Konkret
    Daripada hanya memberikan kritik, tawarkan bantuan yang nyata. Misalnya, dengan mengatakan, “Gue bisa bantuin jagain anak lo kalau lo butuh istirahat,” memberikan dukungan langsung yang lebih bermanfaat.

Kesimpulan

Sebagai sesama manusia, kita punya peran penting buat menciptakan lingkungan yang lebih supportif buat para ibu. Setiap ibu punya journey-nya masing-masing, dan nggak ada yang namanya "cara yang paling benar" dalam parenting.

Lo merasa terbebani dengan judgement dari orang lain? Atau malah sering overthinking soal cara parenting lo sendiri? Yuk, mulai ambil langkah untuk kesehatan mental lo. Konsultasi dengan psikolog Satu Persen bisa jadi langkah awal yang tepat. Klik satu.bio/konseling-yuk untuk jadwalin sesi konseling lo.

Buat lo yang pengen lebih paham soal parenting dan mental health, bisa juga ikutan Life Coaching di Satu Persen. Klik satu.bio/curhat-yuk untuk tau lebih lanjut.

FAQ

Q: Apa beda mom-shaming sama feedback yang membangun?

A: Feedback yang membangun fokus ke solusi dan disampaikan dengan cara yang support, sedangkan mom-shaming cenderung menghakimi dan bikin down.

Q: Gimana cara merespons kalau kita di-mom-shame?

A: Set boundary dengan tegas tapi sopan. Bilang bahwa komentar mereka bikin lo nggak nyaman dan minta mereka untuk ngasih masukan dengan cara yang lebih supportif.

Q: Kapan sebaiknya minta bantuan profesional?

A: Kalau mom-shaming udah bikin lo stress berlebihan, susah tidur, atau ganggu aktivitas sehari-hari, itu tandanya lo perlu bantuan profesional.

Bagikan artikel

Disclaimer

Jika Anda sedang mengalami krisis psikologis yang mengancam hidup Anda, layanan ini tidak direkomendasikan.

Silakan menghubungi 119.