Pola Self-Destructive: Tanda, Penyebab, dan Cara Mengatasinya

Dilsa Ad'ha
27 Feb 2025

Key Takeaways

  • Self-destructive behavior adalah pola perilaku yang secara sadar atau tidak sadar menyakiti diri sendiri, baik secara fisik maupun emosional.
  • Tanda-tandanya bisa berupa perilaku impulsif, kecanduan, hingga merendahkan diri sendiri.
  • Penyebabnya beragam, mulai dari gangguan mental, trauma masa lalu, hingga kebiasaan negatif yang terus berulang.
  • Ada cara untuk mengatasinya, seperti mencari bantuan profesional, meningkatkan kesadaran diri, dan membangun lingkungan yang mendukung pemulihan.

Lo pernah nggak sih, ngerasa kayak lo sendiri yang jadi musuh terbesar dalam hidup lo? Mungkin lo sering ngejatuhin diri sendiri, ngerasa nggak cukup baik, atau bahkan melakukan sesuatu yang lo tahu bakal nyakitin diri lo, tapi tetap lo lakuin? Kalau iya, bisa jadi lo sedang mengalami self-destructive behavior.

Self-destructive behavior adalah pola perilaku yang cenderung merugikan diri sendiri, baik secara fisik maupun emosional. Masalahnya, banyak orang nggak sadar kalau mereka punya kebiasaan ini. Kadang, mereka berpikir bahwa ini cuma bentuk coping mechanism buat menghadapi stres atau trauma, padahal sebenarnya ini bisa jadi tanda dari masalah yang lebih dalam.

Kenapa sih orang bisa terjebak dalam perilaku ini? Apa aja tanda-tandanya? Dan yang paling penting, gimana cara mengatasinya? Yuk, kita bahas lebih dalam!

Tanda-Tanda Perilaku Self-Destructive yang Harus Diwaspadai

Banyak orang nggak sadar kalau mereka punya kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri, baik secara langsung maupun nggak langsung. Berikut beberapa tanda perilaku self-destructive yang perlu lo kenali.

1. Melukai Diri Sendiri

Ini adalah tanda yang paling jelas dan sering terjadi pada orang dengan perilaku self-destructive. Biasanya dilakukan sebagai cara untuk mengalihkan atau "mengontrol" rasa sakit emosional.

  • Memotong, membakar, atau memukul diri sendiri.
  • Mengabaikan kebutuhan kesehatan seperti menolak makan atau kurang tidur secara sengaja.
  • Tidak menjaga keselamatan diri, misalnya berkendara dengan ugal-ugalan atau melakukan aktivitas berisiko tinggi tanpa alasan jelas.

2. Binge Eating atau Pola Makan Tidak Sehat

Makan berlebihan atau justru menahan makan bisa jadi bentuk pelarian dari stres dan emosi negatif.

  • Menggunakan makanan sebagai cara untuk merasa lebih baik (emotional eating).
  • Pola makan yang tidak terkontrol dan menyebabkan rasa bersalah setelahnya.
  • Menghindari makan sebagai bentuk hukuman terhadap diri sendiri.

3. Perilaku Impulsif dan Berisiko

Banyak orang dengan pola self-destructive cenderung melakukan hal-hal impulsif yang bisa berdampak buruk bagi diri mereka sendiri.

  • Berjudi atau berbelanja berlebihan tanpa memikirkan konsekuensinya.
  • Terlibat dalam hubungan yang toxic atau aktivitas seksual berisiko tinggi.
  • Melakukan hal-hal ekstrem seperti mengundurkan diri dari pekerjaan tanpa alasan jelas atau mengabaikan tanggung jawab.

4. Menghina dan Merendahkan Diri Sendiri

Orang yang mengalami self-destructive behavior sering kali memiliki inner voice yang sangat keras dan negatif.

  • Mengatakan hal-hal seperti "gue nggak pantas bahagia," atau "gue selalu gagal dalam hidup."
  • Merasa diri nggak cukup baik dalam berbagai aspek kehidupan.
  • Sering menyalahkan diri sendiri atas hal-hal yang sebenarnya di luar kendali.

5. Mengubah Diri untuk Menyenangkan Orang Lain

Sering kali, orang yang punya kecenderungan self-destructive berusaha keras untuk mendapatkan validasi dari orang lain dengan mengorbankan diri sendiri.

  • Takut menolak permintaan orang lain meskipun itu merugikan diri sendiri.
  • Berusaha menjadi "orang lain" hanya untuk diterima dalam suatu lingkungan.
  • Selalu mengutamakan kebahagiaan orang lain tanpa memperhatikan kebutuhan pribadi.

6. Kecanduan Zat sebagai Pelarian

Beberapa orang menggunakan alkohol, obat-obatan, atau zat lain sebagai cara untuk menghindari perasaan yang menyakitkan.

  • Menggunakan alkohol atau narkoba untuk merasa "lebih baik" atau melupakan masalah.
  • Mengembangkan ketergantungan pada zat tertentu sebagai cara untuk coping.
  • Kesulitan berhenti meskipun tahu dampak negatifnya bagi kesehatan fisik dan mental.

7. Selalu Merasa Sebagai Korban (Self-Pity)

Punya pola pikir bahwa dunia selalu melawan lo dan lo nggak bisa mengubah apa pun bisa jadi tanda dari self-destructive behavior.

  • Selalu menyalahkan keadaan dan orang lain atas masalah yang dihadapi.
  • Menghindari tanggung jawab dengan alasan "gue emang nggak bisa ngapa-ngapain."
  • Sulit menerima kritik atau saran yang membangun karena merasa dirinya selalu menjadi korban.

Kalau lo merasa beberapa dari tanda-tanda ini ada dalam diri lo, bukan berarti nggak ada harapan. Justru, menyadari pola ini adalah langkah pertama buat keluar dari siklus self-destruction. Tapi sebelum masuk ke cara mengatasinya, yuk kita bahas dulu apa yang sebenarnya jadi penyebab perilaku ini!

Kenapa Kita Bisa Terjebak dalam Perilaku Self-Destructive?

Self-destructive behavior nggak muncul begitu aja. Biasanya, ada penyebab mendalam yang membuat seseorang tanpa sadar terus melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri. Berikut beberapa faktor utama yang bisa memicu pola ini.

1. Gangguan Kesehatan Mental

Beberapa kondisi mental bisa meningkatkan kecenderungan seseorang untuk melakukan self-destructive behavior.

  • Depresi: Perasaan putus asa dan tidak berharga sering kali mendorong seseorang untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan hal-hal yang memperburuk kondisi mereka.
  • Gangguan kecemasan: Rasa takut yang berlebihan bisa membuat seseorang menarik diri dari kesempatan yang baik atau menghindari hal-hal yang sebenarnya bisa membantu mereka berkembang.
  • Gangguan kepribadian: Beberapa gangguan seperti borderline personality disorder (BPD) membuat seseorang sulit mengendalikan emosi dan impuls, yang akhirnya bisa berujung pada tindakan self-harm atau perilaku berisiko.

2. Pengalaman Traumatis di Masa Lalu

Trauma yang nggak terselesaikan bisa meninggalkan luka emosional yang dalam, dan sering kali seseorang berusaha mengatasi rasa sakit itu dengan cara yang tidak sehat.

  • Pelecehan atau kekerasan: Orang yang mengalami kekerasan fisik, emosional, atau seksual di masa lalu mungkin mengembangkan pola pikir bahwa mereka tidak pantas bahagia, sehingga tanpa sadar melakukan tindakan yang menyakiti diri sendiri.
  • Ditinggalkan atau kehilangan orang terdekat: Perasaan kehilangan yang mendalam bisa memicu perilaku self-destructive sebagai bentuk coping.
  • Pengalaman ditolak atau diabaikan: Ketika seseorang tumbuh dengan merasa bahwa pendapat atau perasaan mereka tidak penting, mereka bisa mengembangkan kebiasaan untuk menekan emosi atau bahkan menghukum diri sendiri.

3. Pola Pikir dan Kebiasaan Negatif yang Terus Berulang

Kadang, perilaku self-destructive terbentuk karena kebiasaan dan pola pikir negatif yang sudah tertanam sejak lama.

  • Inner critic yang berlebihan: Kalau lo sering mengkritik diri sendiri dengan keras, lama-lama lo bisa percaya bahwa lo memang nggak cukup baik dan nggak pantas diperlakukan dengan baik.
  • Perfeksionisme yang ekstrem: Seseorang yang selalu merasa harus sempurna bisa mengalami stres berlebihan dan akhirnya menyabotase diri sendiri ketika merasa gagal.
  • Siklus ketergantungan pada coping mechanism yang nggak sehat: Misalnya, menggunakan alkohol atau makanan sebagai pelarian dari emosi negatif, yang akhirnya jadi kebiasaan berulang.

4. Lingkungan yang Tidak Mendukung

Lingkungan juga berperan besar dalam membentuk pola perilaku seseorang.

  • Tumbuh di keluarga yang toksik: Kalau dari kecil lo terbiasa berada di lingkungan yang penuh tekanan atau kekerasan, lo bisa menginternalisasi bahwa menyakiti diri sendiri adalah sesuatu yang normal.
  • Hubungan pertemanan atau pasangan yang nggak sehat: Berada di hubungan yang manipulatif atau penuh gaslighting bisa membuat seseorang kehilangan rasa percaya diri dan mulai melakukan self-sabotage.
  • Ekspektasi sosial yang terlalu tinggi: Tekanan untuk selalu terlihat "baik-baik saja" di media sosial atau lingkungan kerja bisa bikin seseorang merasa harus menekan perasaan mereka, yang akhirnya berujung pada self-destructive behavior.

Setelah tahu penyebabnya, lo mungkin bertanya: "Gimana cara gue berhenti melakukan ini?". Jangan khawatir, ada beberapa langkah yang bisa lo coba buat keluar dari pola ini dan mulai hidup dengan lebih sehat!

Cara Keluar dari Siklus Self-Destructive Behavior

Mengubah pola perilaku self-destructive memang nggak gampang, tapi bukan berarti mustahil. Dengan langkah yang tepat, lo bisa mulai membangun kebiasaan yang lebih sehat dan belajar memperlakukan diri sendiri dengan lebih baik. Berikut beberapa cara yang bisa lo coba.

1. Mencari Bantuan Profesional

Kalau lo merasa sulit mengendalikan perilaku self-destructive, berbicara dengan psikolog atau konselor bisa jadi langkah awal yang penting.

  • Terapi kognitif perilaku (CBT): Bisa membantu lo mengidentifikasi pola pikir negatif yang memicu perilaku self-destructive dan menggantinya dengan cara berpikir yang lebih sehat.
  • Terapi trauma: Jika perilaku ini dipicu oleh pengalaman traumatis, terapi bisa membantu lo mengatasi luka emosional dan menemukan cara coping yang lebih baik.
  • Konseling individu: Bisa memberikan lo ruang aman untuk membicarakan masalah yang lo hadapi dan mendapatkan perspektif yang lebih objektif.

Kalau lo butuh tempat untuk mulai, Counseling di Life Consultation bisa membantu lo mendapatkan bimbingan dari mentor yang berpengalaman.

2. Tingkatkan Kesadaran Diri (Self-Awareness)

Salah satu cara paling efektif untuk mengatasi self-destructive behavior adalah menyadari kapan dan kenapa lo melakukannya.

  • Coba tulis jurnal setiap kali lo merasa ingin melakukan sesuatu yang merugikan diri sendiri. Catat apa yang lo rasakan, apa pemicunya, dan bagaimana lo bisa merespons dengan cara yang lebih sehat.
  • Identifikasi pola yang berulang, misalnya apakah lo cenderung menyabotase diri sendiri saat merasa stres, kecewa, atau marah?
  • Berlatih mindfulness, seperti meditasi atau pernapasan dalam, untuk lebih sadar dengan emosi dan tindakan lo tanpa bereaksi secara impulsif.

3. Bangun Jaringan Dukungan yang Positif

Lo nggak harus menghadapi ini sendirian. Dikelilingi oleh orang-orang yang peduli dan mendukung lo bisa membantu proses pemulihan.

  • Bicara dengan teman atau keluarga tentang apa yang lo alami. Kadang, sekadar didengar aja bisa memberikan rasa lega yang besar.
  • Cari komunitas yang suportif, baik secara offline maupun online, untuk bertemu orang-orang yang memiliki pengalaman serupa dan bisa saling berbagi dukungan.
  • Jauhi lingkungan yang toksik, seperti pertemanan atau hubungan yang selalu menjatuhkan lo.

4. Ganti Perilaku Merugikan dengan Kebiasaan Sehat

Kalau lo terbiasa merespons stres dengan self-destructive behavior, coba cari alternatif yang lebih sehat.

  • Alihkan perhatian ke aktivitas yang positif, seperti olahraga, menggambar, menulis, atau bermain musik.
  • Buat rutinitas yang lebih teratur, seperti tidur cukup, makan sehat, dan berolahraga, karena kesehatan fisik juga berdampak besar pada kesehatan mental.
  • Latih self-compassion, yaitu belajar menerima diri sendiri tanpa terus-menerus mengkritik atau menyalahkan diri lo atas kesalahan yang sudah terjadi.

5. Tetapkan Tujuan Positif untuk Masa Depan

Self-destructive behavior sering kali muncul ketika seseorang merasa tidak punya arah atau tujuan. Coba mulai dengan menetapkan tujuan kecil yang realistis untuk membangun rasa percaya diri dan motivasi lo.

  • Buat daftar hal-hal yang ingin lo capai, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.
  • Rayakan progres sekecil apa pun, karena setiap langkah ke depan itu penting.
  • Jangan terlalu keras pada diri sendiri, perubahan membutuhkan waktu dan nggak apa-apa kalau sesekali lo masih jatuh ke kebiasaan lama. Yang penting, lo terus berusaha untuk bangkit lagi.

Mulai Perjalanan Pemulihan Lo Sekarang!

Perilaku self-destructive bisa terasa seperti lingkaran setan yang sulit diputus, tapi lo nggak harus terus terjebak di dalamnya. Dengan kesadaran, dukungan yang tepat, dan usaha yang konsisten, lo bisa keluar dari siklus ini dan mulai membangun kehidupan yang lebih sehat dan bahagia.

Kalau lo butuh bantuan profesional untuk memahami diri lebih dalam dan mencari solusi yang tepat, Counseling di Satu Persen bisa jadi langkah awal yang bagus. Jadwalin sekarang di satu.bio/yuk-konseling.

FAQ

1. Apakah self-destructive behavior bisa sembuh?

Ya! Dengan terapi, kesadaran diri, dan lingkungan yang mendukung, lo bisa keluar dari pola perilaku ini dan menjalani hidup yang lebih sehat.

2. Bagaimana cara mengetahui apakah gue mengalami self-destructive behavior?

Coba perhatikan apakah lo sering melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri, seperti mengkritik diri berlebihan, menghindari kebahagiaan, atau melakukan sesuatu yang menyakiti diri secara fisik maupun emosional.

3. Apa yang harus gue lakukan kalau gue merasa nggak bisa mengendalikan perilaku ini?

Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional, seperti Counseling di Satu Persen, untuk mendapatkan bimbingan dari mentor yang berpengalaman.

4. Apakah self-destructive behavior selalu berhubungan dengan trauma?

Nggak selalu, tapi trauma bisa jadi salah satu faktor pemicu. Pola pikir negatif yang terus-menerus dan lingkungan yang toksik juga bisa menyebabkan perilaku ini.

Bagikan artikel

Disclaimer

Jika Anda sedang mengalami krisis psikologis yang mengancam hidup Anda, layanan ini tidak direkomendasikan.

Silakan menghubungi 119.