Pelatihan "The Power of Yet" untuk Karyawan: Membangun Resiliensi Tim dan Budaya Belajar di Surabaya

Refi Nafilatul Iflah
29 Okt 2025

Key Takeaways

  • "The Power of Yet" (Kekuatan 'Belum') adalah konsep Growth Mindset yang mengubah persepsi "gagal" atau "tidak bisa" menjadi "belum berhasil" atau "belum bisa".
  • Pendekatan ini memisahkan hasil sementara (kinerja) dari identitas permanen (kemampuan), sehingga kegagalan dilihat sebagai bagian dari proses belajar.
  • Bagi karyawan, menerapkan "The Power of Yet" meningkatkan resiliensi mental, motivasi intrinsik, dan keberanian untuk mengambil tantangan baru.
  • Bagi perusahaan, budaya "Yet" mendorong inovasi, kolaborasi, dan lingkungan belajar yang aman secara psikologis (psychological safety).
  • Di Surabaya, dengan ekosistem bisnis yang sangat kompetitif dan dinamis, budaya "Yet" menjadi krusial untuk adaptasi, upskilling, dan retensi talenta.
  • Pelatihan ini efektif jika didukung oleh komitmen pimpinan, perubahan bahasa komunikasi, dan apresiasi terhadap proses, bukan hanya hasil akhir.

Jebakan Berbahaya dari Kata "Gagal"

Bayangkan skenario ini: Seorang karyawan Anda yang cerdas dan berpotensi baru saja gagal memenuhi target dalam sebuah proyek penting. Reaksi pertamanya adalah terpukul. Dalam benaknya, ia berpikir, "Saya gagal," "Saya memang tidak cukup baik," atau "Saya tidak bisa melakukan ini." Apa yang terjadi selanjutnya? Ia menjadi ragu-ragu, takut mengambil inisiatif baru, dan performanya cenderung bermain aman untuk menghindari kegagalan serupa.

Sebagai manajer HR atau pemimpin perusahaan, Anda pasti sering melihat fenomena ini. Ketakutan akan kegagalan (fear of failure) adalah salah satu penghambat terbesar inovasi dan produktivitas di tempat kerja. Karyawan yang terjebak dalam pola pikir ini, yang oleh psikolog Carol Dweck disebut sebagai fixed mindset (pola pikir tetap), percaya bahwa kecerdasan dan kemampuan adalah bakat bawaan yang tidak bisa diubah. Bagi mereka, kegagalan adalah vonis final atas kemampuan mereka.

Sekarang, bayangkan skenario yang sama dengan satu perubahan kecil. Alih-alih berpikir "Saya gagal," karyawan tersebut dilatih untuk berpikir, "Saya belum berhasil."

Pergeseran dari "gagal" menjadi "belum" inilah yang disebut "The Power of Yet" (Kekuatan 'Belum'). Ini bukan sekadar permainan kata. Ini adalah pergeseran psikologis fundamental yang menjadi inti dari growth mindset (pola pikir bertumbuh). Ini adalah keyakinan bahwa kemampuan dapat dikembangkan melalui usaha, strategi yang tepat, dan umpan balik.

Di kota yang dinamis seperti Surabaya, di mana persaingan bisnis menuntut adaptasi dan inovasi tanpa henti, memiliki tim yang lumpuh karena takut gagal adalah sebuah kemewahan yang tidak bisa Anda tanggung. Membangun resiliensi tim melalui pelatihan "The Power of Yet" bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan strategis.

Manfaat Utama Workshop "The Power of Yet" bagi Tim Anda

Mengadopsi budaya "belum" di seluruh organisasi memberikan dampak berjenjang, mulai dari individu hingga kinerja perusahaan secara keseluruhan.

1. Membangun Resiliensi dan Ketangguhan Mental Karyawan

Kata "gagal" terasa berat dan permanen. Kata "belum" menyiratkan sebuah proses yang sedang berjalan. Pelatihan ini membantu karyawan memisahkan identitas diri mereka dari hasil pekerjaan. Saat menghadapi kemunduran, mereka tidak lagi merasa hancur secara personal. Sebaliknya, mereka melihatnya sebagai umpan balik (feedback) yang menunjukkan di mana mereka perlu berusaha lebih keras atau mencoba strategi baru. Ini secara drastis mengurangi stres terkait kinerja dan mencegah burnout, menciptakan angkatan kerja yang lebih tangguh secara mental.

2. Mendorong Inovasi dan Keberanian Mengambil Risiko

Inovasi tidak bisa lahir tanpa eksperimen, dan eksperimen memiliki risiko kegagalan. Jika budaya perusahaan Anda menghukum kesalahan, karyawan Anda akan memilih jalur aman. Mereka akan berhenti mengusulkan ide-ide baru yang radikal. Budaya "Yet" menciptakan psychological safety (rasa aman secara psikologis). Karyawan tahu bahwa mencoba sesuatu yang baru dan "belum berhasil" adalah bagian yang dihargai dari proses belajar. Perusahaan Anda akan diuntungkan dengan lebih banyak ide kreatif dan solusi out-of-the-box.

3. Meningkatkan Motivasi Intrinsik dan Keterlibatan (Engagement)

Karyawan dengan fixed mindset seringkali termotivasi oleh validasi eksternal (pujian, bonus, menghindari hukuman). Sebaliknya, karyawan dengan growth mindset ("Yet") mengembangkan motivasi intrinsik. Mereka termotivasi oleh proses belajar itu sendiri dan kepuasan dalam mengatasi tantangan. Mereka lebih engaged dalam pekerjaan karena mereka melihat setiap tugas sebagai peluang untuk tumbuh, bukan sekadar tes untuk membuktikan nilai mereka.

4. Menciptakan Budaya Umpan Balik (Feedback) yang Konstruktif

Bagi seseorang dengan fixed mindset, umpan balik kritis terasa seperti serangan pribadi. Bagi seseorang dengan growth mindset, umpan balik adalah informasi berharga tentang apa yang "belum" mereka kuasai. Pelatihan "The Power of Yet" juga melatih manajer dan rekan kerja untuk mengubah cara mereka memberi feedback. Alih-alih berkata, "Laporan Anda buruk," mereka akan berkata, "Analisis di laporan ini belum cukup dalam." Ini mengubah dinamika dari menghakimi menjadi membantu.

5. Mempercepat Proses Belajar dan Pengembangan Keterampilan (Upskilling)

Di era digital, keterampilan baru harus dipelajari dengan cepat. Penghalang terbesar untuk upskilling seringkali adalah rasa "saya tidak bisa" atau "saya terlalu tua untuk belajar ini." "The Power of Yet" meruntuhkan penghalang mental tersebut. Karyawan menjadi lebih terbuka untuk mempelajari perangkat lunak baru, metodologi baru, atau bahasa baru, karena mereka percaya bahwa mereka hanya "belum bisa," bukan "tidak akan pernah bisa." Ini membuat program pengembangan talenta perusahaan Anda jauh lebih efektif.

Mengapa Pelatihan "The Power of Yet" Sangat Dibutuhkan di Surabaya?

Surabaya, "Kota Pahlawan," memiliki DNA semangat juang dan ketangguhan. Namun, dalam konteks bisnis modern, semangat juang itu perlu disalurkan dengan cara yang tepat. Ketangguhan bukan berarti kaku dan tidak pernah gagal (fixed mindset), melainkan lentur dan mampu bangkit kembali (growth mindset).

1. Ekosistem Bisnis yang Sangat Kompetitif dan Cepat

Sebagai pusat perdagangan, industri, dan startup terbesar kedua di Indonesia, Surabaya adalah arena pertarungan bisnis yang intens. Perusahaan di Surabaya tidak bisa bertahan hanya dengan melakukan hal yang sama berulang kali. Mereka harus terus beradaptasi dengan tuntutan pasar, teknologi baru, dan pesaing baru. Adaptasi cepat menuntut tim yang tidak takut mencoba dan belajar dari kesalahan. Budaya "Yet" adalah fondasi mental yang memungkinkan kelincahan (agility) ini.

2. Pusat Talenta Muda dari Berbagai Institusi Pendidikan

Surabaya adalah rumah bagi banyak universitas dan institusi pendidikan terkemuka, yang menghasilkan aliran talenta muda (Milenial dan Gen Z) yang melimpah. Generasi ini dikenal sangat peduli pada pengembangan diri dan lingkungan kerja yang suportif. Mereka akan cepat resign dari perusahaan dengan budaya "menyalahkan" (blame culture) atau merasa stagnan. Menawarkan budaya "The Power of Yet" adalah keunggulan kompetitif (employer branding) yang kuat untuk menarik dan mempertahankan talenta terbaik di Surabaya. Ini menunjukkan bahwa perusahaan Anda serius berinvestasi pada pertumbuhan mereka.

3. Transformasi Industri Tradisional ke Digital

Banyak industri besar di Jawa Timur, seperti manufaktur, logistik, dan properti, sedang dalam proses transformasi digital yang masif. Proses ini seringkali menantang bagi karyawan yang sudah lama bekerja dengan cara konvensional. Resistensi terhadap perubahan seringkali berakar pada ketakutan "tidak bisa" menggunakan sistem baru. Pelatihan "The Power of Yet" sangat krusial untuk membantu angkatan kerja veteran ini beradaptasi, merasa percaya diri dalam belajar, dan melihat transformasi bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai peluang.

Cara Mengadakan Workshop "The Power of Yet" yang Efektif di Perusahaan Anda

Mengubah mindset bukanlah pekerjaan semalam. Sebuah workshop hanyalah pemicunya. Agar dampaknya bertahan lama, pelatihan harus diintegrasikan ke dalam budaya perusahaan.

1. Mulailah dari Pimpinan (Walk the Talk)

Pelatihan ini akan gagal jika hanya diikuti oleh staf sementara manajer masih menghukum kegagalan. Budaya "Yet" harus dimulai dari atas. Para pimpinan dan manajer harus menjadi yang pertama secara terbuka mengakui kesalahan mereka sebagai proses belajar. Mereka harus dilatih untuk memimpin dengan growth mindset, memberikan contoh nyata bahwa "belum berhasil" adalah hal yang wajar.

2. Ubah Bahasa Komunikasi Internal Anda

Dorong penggunaan bahasa "Yet" dalam rapat, email, dan sesi feedback. Sediakan panduan praktis bagi manajer tentang cara reframing (membingkai ulang) kritik. Misalnya, ganti "Kamu tidak mencapai target" dengan "Kita belum menemukan strategi yang tepat untuk mencapai target itu. Mari kita diskusikan."

3. Fokus pada Proses, Bukan Hanya Hasil Akhir

Tinjau kembali sistem penilaian kinerja dan penghargaan (reward system) Anda. Apakah Anda hanya memberi penghargaan kepada mereka yang berhasil? Mulailah memberikan apresiasi dan pengakuan juga pada "kegagalan yang cerdas" (upaya inovatif yang belum berhasil), proses pembelajaran yang baik, dan perbaikan yang progresif. Ini mengirimkan sinyal kuat bahwa perusahaan menghargai usaha dan keberanian.

4. Lakukan Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut (Follow-up)

Setelah workshop, ciptakan mekanisme follow-up. Ini bisa berupa sesi coaching kelompok kecil, tantangan bulanan untuk berbagi "kegagalan" dan "pembelajaran," atau menunjuk "Growth Mindset Champions" di setiap departemen untuk menjaga semangat ini tetap hidup dan relevan dengan tantangan sehari-hari.

Kesimpulan: Berinvestasi pada Keberanian untuk "Belum"

Di dunia kerja yang terus berubah, ketakutan terbesar bukanlah kegagalan, melainkan kelumpuhan akibat ketakutan akan kegagalan. Tim Anda dipenuhi dengan potensi yang belum tergali, ide-ide yang belum terucapkan, dan kemampuan yang belum terasah, semua terkurung di balik tembok "tidak bisa".

"The Power of Yet" adalah kunci untuk meruntuhkan tembok itu. Ini bukanlah tentang memaklumi kinerja buruk atau menurunkan standar. Sebaliknya, ini adalah tentang menetapkan standar yang lebih tinggi untuk pembelajaran, yaitu keberanian untuk mengakui kekurangan dan komitmen untuk terus tumbuh.

Bagi perusahaan di Surabaya, berinvestasi dalam pelatihan growth mindset dan "The Power of Yet" adalah investasi pada aset terpenting Anda: kemampuan kolektif tim Anda untuk beradaptasi, berinovasi, dan bangkit kembali, apa pun tantangan yang menghadang.

Jika Anda tertarik untuk memperdalam lagi kemampuan tim Anda dalam menerapkan "The Power of Yet" dan membangun Growth Mindset tim, pertimbangkan untuk mengikuti In-House Training yang kami tawarkan dari Life Skills ID x Satu Persen. Kami menyediakan berbagai program pelatihan yang dirancang khusus sesuai dengan kebutuhan unik perusahaan Anda. Dengan pendekatan yang tepat, workshop ini bisa menjadi investasi terbaik dalam meningkatkan kinerja dan kesejahteraan tim Anda.

Mau tau lebih lanjut tentang pelatihannya? Hubungi Kami untuk Konsultasi:

FAQ (Frequently Asked Questions)

1. Apa bedanya "The Power of Yet" dengan memaklumi kinerja buruk?

Ini adalah perbedaan krusial. "The Power of Yet" bukan berarti memaklumi standar rendah atau kurangnya usaha. Justru sebaliknya, ini menuntut standar usaha yang tinggi. Ini adalah tentang memberikan feedback yang jujur ("Kinerja ini belum memenuhi standar") dan kemudian fokus pada langkah-langkah perbaikan ("Mari kita susun rencana agar kamu bisa mencapainya"), alih-alih menghakimi pribadi ("Kamu tidak kompeten").

2. Apakah konsep ini cocok untuk tim sales yang sangat terikat target (hasil akhir)?

Sangat cocok. Tim sales yang fixed mindset akan hancur mentalnya saat tidak capai target. Tim sales dengan growth mindset ("Yet") akan melihat target yang tidak tercapai sebagai "target yang belum tercapai." Mereka akan segera menganalisis: "Strategi mana yang belum efektif? Pasar mana yang belum saya sentuh?" Ini membuat mereka lebih tangguh dan proaktif dalam mencari solusi, alih-alih menyalahkan faktor eksternal.

3. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membangun budaya "Yet" ini?

Mengubah mindset individu bisa cepat, seringkali langsung setelah workshop. Namun, mengubah budaya perusahaan membutuhkan waktu dan konsistensi. Biasanya dibutuhkan 6-12 bulan dengan komitmen penuh dari pimpinan, komunikasi yang konsisten, dan penyesuaian sistem (seperti cara Anda melakukan performance review) untuk membuatnya benar-benar tertanam.

4. Karyawan saya ada yang senior dan fixed mindset-nya kuat, apakah mereka bisa berubah?

Bisa, meskipun mungkin membutuhkan usaha lebih. Kuncinya adalah menunjukkan kepada mereka bagaimana growth mindset secara langsung menguntungkan mereka. Seringkali, karyawan senior memiliki ketakutan tersembunyi akan menjadi "usang". Menunjukkan bahwa "The Power of Yet" adalah alat bagi mereka untuk tetap relevan, belajar hal baru, dan berbagi pengalaman (me-mentor) seringkali bisa menjadi pembuka yang efektif.

5. Apa peran manajer dalam menerapkan "The Power of Yet" pasca-pelatihan?

Peran manajer adalah yang paling penting. Mereka adalah "penerjemah" budaya perusahaan. Setelah pelatihan, manajer harus secara aktif menggunakan bahasa "Yet" dalam sesi 1-on-1, memuji usaha dan proses (bukan hanya hasil), dan secara terbuka berbagi kegagalan atau pembelajaran mereka sendiri untuk menciptakan rasa aman (psychological safety) di dalam tim.

Bagikan artikel

Disclaimer

Jika Anda sedang mengalami krisis psikologis yang mengancam hidup Anda, layanan ini tidak direkomendasikan.

Silakan menghubungi 119.