Hidup Gak Adil? Bisa jadi Kapitalisme Penyebabnya!

Rahajeng Lintang Safitri
7 Jan 2025

Katanya, hidup di zaman sekarang semua serba mudah dan praktis. Tapi kok kerasanya kayak ruwet banget ya? Contohnya, kita sadar kalau masalah ketimpangan sosial dan ekonomi kerasa makin nyata.

Banyak dari kita udah berusaha keras buat hidup, tapi tetep aja mereka yang punya sumber daya selalu menang. Nah, di balik semua ini, ada satu dalang utama yang sering luput dari perhatian kita: Kapitalisme.

Di sistem ini, privilege bukan lagi sekadar hak istimewa, tapi udah jadi alat buat menjaga posisi elit yang punya kekuasaan dan modal.

Mereka yang udah di atas pakai privilege untuk mengamankan pengaruh dan kekayaannya, bahkan kalau itu berarti menutup kesempatan orang lain.

Data dari laporan Oxfam tahun 2021 nunjukin adanya ketimpangan kekayaan global yang signifikan. Bayangin, 1% orang terkaya di dunia menguasai hampir dua pertiga dari kekayaan baru yang tercipta sejak 2020. Pada saat yang sama, sekitar 50% populasi dunia hanya menguasai kurang dari 1% dari kekayaan global, yang mencerminkan ketimpangan dalam akses terhadap sumber daya, pendidikan, dan kesempatan ekonomi lainnya itu beneran ada.

Sistem kapitalisme memungkinkan segelintir orang untuk makin kaya dengan memanfaatkan privilege yang mereka udah punya, bahkan sampai terbentuknya oligarki—di mana kekayaan dan kekuasaan hanya terkonsentrasi di tangan segelintir orang atau kelompok tertentu.

Pertanyaannya sekarang, gimana kapitalisme—yang berfokus pada kepemilikan pribadi dan keuntungan—ikut andil dalam memperlebar ketimpangan ini? Terus hubungannya sama oligarki itu gimana? Yuk, kita bedah bareng-bareng buat cari jawabannya!

Kenapa sih Privilege bisa Tercipta dalam Sistem Sosial dan Ekonomi?

Masa Feodalisme dan Kelahiran Privilege

Masa feodalisme jadi titik awal lahirnya privilege yang kita kenal sekarang. Di jaman itu, masyarakat punya struktur yang super kaku, di mana semua kekuasaan dan sumber daya utama, terutama tanah, cuma dimiliki oleh bangsawan dan keluarga kerajaan. Tanah waktu itu bukan cuma jadi sumber kekayaan, tapi juga jadi simbol status dan kekuatan.

Para bangsawan ini punya kontrol penuh atas hidup masyarakatnya—mereka yang ngatur hukum, menarik pajak, dan memimpin rakyat jelata.

Kaum bangsawan ini bisa terus mempertahankan kekuasaan dan kekayaan mereka dengan cara mewariskan hak istimewa tersebut ke keturunan mereka.

Jadi, kalau lo lahir di keluarga bangsawan, lo udah pasti punya akses ke pendidikan, pelatihan, dan peluang yang nggak bisa dijangkau oleh orang biasa.

Lebih jauh lagi, sistem feodal nggak cuma bikin ketimpangan, tapi juga bikin hak istimewa ini dianggap sebagai sesuatu yang "wajar" dan sah di mata masyarakat.

Kaum bangsawan dianggap layak dan berhak menikmati segala keistimewaan karena darah keturunan mereka, bukan karena usaha atau kerja keras.

Contohnya, Raja Louis XIV dari Prancis, yang dijuluki "Raja Matahari." Dia bener-bener memanfaatkan status bangsawannya untuk nge-upgrade kekuasaan dan mewariskan hak istimewa ke keturunannya.

For your information, Raja Louis XIV dijuluki Raja Matahari gara-gara dia percaya kalau dia itu pusat dari segala sesuatu di kerajaan Prancis. Ia percaya bahwa segala sesuatu dalam kerajaan, baik politik, budaya, bahkan agama, berputar di sekitar dirinya. Sama kayak matahari sebagai pusat tata surya. Narsis banget ya doi…

Di bawah pemerintahannya, Istana Versailles jadi simbol kemewahan yang cuma bisa dinikmati oleh kalangan elit, sementara rakyat biasa terjebak dalam kemiskinan dan kehidupan yang terpinggirkan.

Louis XIV juga percaya kalau kekuasaannya itu adalah takdir ilahi, yang makin ngukuhin konsep bahwa hak istimewa bangsawan itu sah dan udah seharusnya ada.

Bisa dibilang dia nggak cuma punya kekuasaan, tapi juga ngebuat masyarakat percaya bahwa yang di atas itu memang pantas berada di situ, dan yang di bawah ya emang seharusnya begitu. Jadi kayak, yaudah takdir aja kalau hidup kalian itu sengsara.

Feodalisme inilah yang jadi dasar kuat dari konsep privilege—sebuah hak yang cuma dimiliki segelintir orang dan susah banget dicapai oleh mayoritas rakyat biasa.

Hal ini terus berkembang seiring waktu, terutama ketika sistem ekonomi berubah ke kapitalisme, di mana privilege nggak hilang, malah bertransformasi jadi bentuk yang lebih “modern”.

Revolusi Industri dan Mobilitas Sosial

Revolusi Industri bener-bener ngubah cara orang bekerja dan hidup. Dengan mesin-mesin baru dan teknologi yang lebih canggih, produksi barang jadi lebih cepat dan efisien, yang akhirnya ngebuka peluang baru, khususnya di sektor manufaktur.

Revolusi Industri dimulai sekitar akhir abad ke-18, tepatnya pada sekitar tahun 1760-an, dan berlanjut hingga awal abad ke-19. Revolusi ini pertama kali terjadi di Inggris dan menyebar ke seluruh Eropa serta Amerika Utara.

Dalam periode ini, penemuan mesin uap oleh James Watt (1765) dan penggunaan mesin-mesin otomatis dalam sektor manufaktur membuka jalan bagi produksi massal barang dengan efisiensi yang jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.

Revolusi Industri mengubah pola hidup masyarakat, di mana banyak orang pindah dari pedesaan ke kota-kota industri untuk bekerja di pabrik.

Hal ini menciptakan peluang baru di sektor manufaktur. Proses ini memicu perubahan besar dalam cara orang bekerja, hidup, dan berinteraksi dalam masyarakat.

Sekilas sih kayak ada kesempatan buat naik kelas sosial—di mana orang bisa ngubah nasib mereka, naik ke kelas ekonomi yang lebih tinggi.

Tapi, meski kelihatannya ada peluang buat itu. Privilege tetap aja mengakar kuat, karena akses ke alat produksi dan modal tetap dikuasai oleh orang kaya aja.

Misalnya, Pada 1790, Samuel Slater mendirikan pabrik industri pertama di Amerika Serikat dengan teknologi Inggris untuk mempercepat pemintalan kapas, menandai awal produksi berbasis mesin.

Sistem pabrik ini memusatkan pekerjaan dalam satu lokasi, memicu produksi massal dan urbanisasi saat pekerja dari pedesaan pindah ke kota untuk bekerja.

Meski produktivitas meningkat, kondisi kerja sering kali sulit, dengan jam panjang, upah rendah, dan lingkungan yang kurang layak. Hasilnya, kekayaan tetap terkonsentrasi di tangan para elit pemilik bisnis, yang memperkuat privilege dan ketimpangan sosial.

Nasib para buruh miskin ini emang apes banget ya. Mereka udah kerja dari pagi buta sampe malam kelam, tapi hidupnya tetep aja susah!

Orang kaya yang udah punya banyak duit dan pengaruh ini bisa invest di pabrik, tambang, dan infrastruktur lain. Mereka jadi pemilik alat produksi, sedangkan sebagian besar orang cuma jadi pekerja yang bergantung sama upah dari kerja di pabrik.

Lebih parahnya lagi, karena kekayaan cuma dikuasai segelintir orang kaya, kesempatan buat dapetin modal atau jadi pengusaha gede tetap terbatas. Orang-orang dari kelas pekerja nggak punya cukup sumber daya buat saing atau buka usaha.

Mereka yang coba buka bisnis kecil pun sering kali ketemu tantangan besar buat dapetin pinjaman atau dukungan keuangan. Semua itu pada akhirnya ngebatesin mobilitas sosial mereka.

Nah! Inilah dia yang disebut Kapitalisme! Sistem ekonomi yang dasarnya didominasi sama kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi, kayak pabrik, tanah, atau bisnis.

Thomas Hobbes, seorang filsuf Inggris, berpendapat dalam karyanya Leviathan (1651) bahwa manusia pada dasarnya bersifat egois dan serakah.

Hobbes melihat manusia sebagai individu yang didorong oleh kepentingan pribadi dan keinginan untuk kekuasaan. Nah, dalam konteks kapitalisme, teori Hobbes ini bisa dibilang cukup relevan.

Kapitalisme, yang merupakan sistem ekonomi yang dasarnya didominasi oleh kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi—kayak pabrik, tanah, atau bisnis—memang mengutamakan akumulasi kekayaan dan keuntungan sebesar-besarnya.

Tujuan kapitalisme? Tentunya buat ngejar profit tanpa henti. Lagian, siapa sih yang gak mau punya banyak uang?

Kapitalisme mengakomodasi dorongan manusia yang ingin terus memperbesar kekayaannya, mirip dengan pandangan Hobbes yang melihat individu selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya demi kekuasaan atau keuntungan pribadi.

Dengan sistem ini, mereka yang punya modal besar cenderung semakin kaya, sedangkan yang gak punya akses terhadap sumber daya tetap terjebak dalam kondisi ekonomi yang sulit, menciptakan jurang ketimpangan yang semakin lebar.

Jadi, kapitalisme ini bisa dibilang sebagai sistem yang mencerminkan sifat dasar manusia yang ingin menguasai, mempertahankan, dan mengembangkan apa yang mereka miliki.

Alhasil, kesenjangan sosial makin lebar, dan mobilitas sosial sering kali mentok. Dalam kapitalisme, kalau lo nggak punya modal, lo harus kerja ekstra keras buat "naik kelas"—tapi tetep, peluangnya kecil banget.

Jadi, meskipun Revolusi Industri kasih ilusi tentang mobilitas sosial, kenyataannya privilege tetap ada di tangan orang kaya yang punya modal dan alat produksi.

Mereka nggak cuma ngontrol perekonomian, tapi juga ngatur politik dan kebijakan, yang bikin posisi mereka makin kuat di puncak hirarki sosial.

Inilah yang menciptakan sistem baru yang mirip banget sama feodalisme, cuma kali ini lebih modern dan kapitalistik, di mana hak istimewa tetap diwariskan dan susah dijangkau sama kelas pekerja.

Modernisasi dan Kapitalisme Pasca-Perang Dunia

Setelah Perang Dunia II, banyak negara mengalami modernisasi dan industrialisasi besar-besaran. Kemajuan teknologi dan perkembangan ekonomi menciptakan lapangan kerja baru, yang memungkinkan munculnya kelas menengah.

Banyak keluarga yang dulunya hidup pas-pasan kini memiliki akses ke pendidikan yang lebih baik dan pekerjaan dengan upah lebih tinggi.

Namun, meskipun tampak ada peningkatan mobilitas sosial, privilege tetap bertahan dan bertransformasi ke bentuk yang lebih kompleks, seperti jaringan sosial, kekayaan keluarga, dan akses ke pendidikan elit.

Kekayaan dan kekuasaan yang terakumulasi selama berabad-abad oleh keluarga-keluarga kaya tidak hilang begitu saja.

Sumber daya ini justru diperkuat dan diwariskan antar generasi, sering kali melalui investasi di sektor bisnis, real estate, dan pendidikan yang hanya bisa diakses oleh kalangan tertentu.

Dengan adanya jaringan sosial eksklusif, kelas atas tetap dapat menjaga posisi mereka dalam struktur sosial.

Mereka yang sudah berada di puncak sosial memiliki akses ke koneksi bisnis, peluang investasi, dan pendidikan berkualitas tinggi keuntungan-keuntungan yang sulit diakses oleh orang-orang yang lahir dari keluarga kelas menengah atau kelas pekerja.

Kapitalisme modern memungkinkan para elit untuk menjaga hak istimewa mereka, menciptakan ketimpangan sosial yang tetap nyata, meski dengan cara yang lebih halus dan terstruktur.

Kapitalisme dan Akumulasi Kekayaan

Dalam kapitalisme modern, kekayaan bisa diibaratkan kayak bola salju—orang yang udah punya modal di awal, akan lebih mudah untuk gedein modalnya. Sistem ini nge-set profit sebagai tujuan utama. Kita yang punya properti, investasi, atau bisnis gede bisa muterin uang buat dapet untung berkali-kali lipat.

Bandingin deh sama yang cuma ngandelin gaji bulanan atau usaha kecil, jelas nggak seimbang. Misalnya, properti bisa kasih kita passive income dari sewa, atau investasi saham yang return-nya bisa berlipat.

Intinya, kapitalisme bikin yang udah punya modal “makin kuat”, sementara yang nggak punya modal sering kali susah buat “naik kelas”. Sistem ini terus memperlebar gap antara yang kaya sama yang miskin.

Kapitalisme modern bikin yang kaya makin kaya, sementara yang ada di bawah sering banget susah buat naik kelas ekonomi. Alhasil, kesenjangan makin lebar dan akumulasi kekayaan cuma muter di lingkaran itu-itu aja.

Oligarki dalam Kapitalisme: Kekayaan Cuma Buat Segelintir Orang?

Dalam sistem kapitalisme, struktur oligarki terbentuk ketika kekayaan dan kekuasaan terkonsentrasi di tangan segelintir individu atau kelompok yang memiliki akses terhadap modal besar, aset, dan jaringan sosial yang kuat.

Kapitalisme, dengan fokusnya pada kepemilikan pribadi dan keuntungan, memungkinkan terbentuknya kelas elit yang tidak hanya memiliki kendali ekonomi, tetapi juga memiliki pengaruh besar di sektor-sektor penting seperti politik, hukum, dan media.

Hal ini menciptakan kesenjangan kekuasaan, di mana keputusan yang memengaruhi masyarakat luas sering kali diambil oleh kelompok kecil yang memiliki kepentingan pribadi.

Gimana sih caranya kapitalisme modern bikin kekayaan makin gampang numpuk, terutama buat mereka yang udah ada di posisi atas? Dimana akhirnya hal ini ngelahirin oligarki. Oke, simak baik-baik ya!

  1. Konsentrasi Modal di Tangan Elit
    Kapitalisme bikin orang kaya makin kaya lewat investasi dan aset yang nilainya terus naik. Mereka yang udah punya modal gede bisa beli perusahaan, kuasai pasar, bahkan monopoli sektor-sektor yang cuan banget.
    Hasilnya, cuma segelintir orang yang kontrol hampir semua aset dan sumber daya penting, kayak perusahaan teknologi, energi, atau jasa keuangan, bikin akses ke peluang buat orang biasa jadi makin sempit.
  2. Pengaruh dalam Politik lewat Lobi dan Pendanaan
    Orang kaya bisa berpengaruh besar di politik, salah satunya dengan danain kampanye atau lewat kelompok lobi yang jaga kepentingan mereka.

    Banyak konglomerat punya hubungan erat sama politisi atau pemerintah, yang bikin mereka bisa atur regulasi dan undang-undang sesuai yang mereka mau.

    Ini bikin kebijakan seperti pajak rendah buat kapitalis atau subsidi buat perusahaan gede jadi makin sering muncul, yang tentu aja nguntungin mereka.
  3. Penguasaan Media dan Pengendalian Informasi
    Di kapitalisme modern, banyak media besar yang dimiliki konglomerat atau orang kaya. Dengan kontrol media, mereka bisa nge-shape opini publik, ngontrol informasi, bahkan ngeracunin pandangan masyarakat.

    Media yang dimiliki elit cenderung ngedukung kebijakan yang nguntungin mereka, jadi posisi oligarki makin terjaga.
  4. Penguasaan Jaringan Sosial dan Ekonomi
    Orang kaya sering banget terhubung dalam jaringan sosial dan ekonomi eksklusif yang saling bantu. Mereka punya akses ke koneksi bisnis, politisi, dan kesempatan buat kerja sama yang lebih cuan.

    Jaringan ini bikin mereka bisa terus jaga posisi, sementara orang luar susah banget masuk.
  5. Warisan dan Pendidikan Elit
    Kapitalisme bikin kekayaan dan pengaruh orang kaya ini bisa lanjut terus ke keturunan mereka. Anak-anak dari keluarga kaya seringkali mendapatkan pendidikan di universitas elit seperti Harvard atau Oxford, yang membuka akses ke jaringan sosial dan bisnis yang menguntungkan.

    Selain itu, mereka juga mewarisi properti, saham, atau bisnis yang sudah berjalan, yang memberi mereka modal lebih besar dibanding kebanyakan orang.

    Contoh nyata adalah keluarga Rockefeller di AS, yang kekayaan dan pengaruhnya terus diteruskan ke generasi berikutnya, baik di dunia bisnis, politik, maupun filantropi. Ini menunjukkan bagaimana kapitalisme menjaga agar kekayaan dan kekuasaan tetap ada di tangan segelintir elit.
  6. Pembentukan Kartel dan Penguasaan Pasar
    Dalam kapitalisme, perusahaan besar sering bikin kartel atau monopoli biar bisa ngontrol harga dan ngehilangin pesaing.

    Mereka yang kuasai sektor penting kayak energi, telekomunikasi, atau kesehatan bisa atur harga dan batasi akses untuk pemain baru. Ini bikin mereka makin untung, sementara bisnis kecil atau yang baru mulai susah berkembang.

    Contoh nyata adalah kasus Oligopoli di industri energi di banyak negara, di mana hanya beberapa perusahaan besar yang menguasai pasokan energi, seperti minyak dan listrik, membuat harga energi tetap tinggi.

    Di sektor telekomunikasi, misalnya, di banyak negara, beberapa perusahaan besar menguasai sebagian besar pasar, membatasi inovasi, dan membuat pelanggan terjebak dengan harga yang tinggi dan layanan terbatas.

    Salah satu contoh spesifik adalah Monopoli Microsoft pada era 1990-an, di mana Microsoft menguasai pasar sistem operasi personal komputer dengan Windows dan menggunakan dominasinya untuk mengeliminasi pesaing seperti Netscape di pasar browser.

    Kasus ini berujung pada gugatan anti monopoli oleh pemerintah Amerika Serikat yang menuntut Microsoft untuk memecah perusahaan mereka.

Secara keseluruhan, kapitalisme menciptakan kelas elit kecil yang memiliki kekuasaan lebih besar di berbagai sektor, dengan memanfaatkan aset besar, jaringan sosial, dan pengaruh politik.

Struktur oligarki ini sulit diubah karena sistem kapitalisme itu sendiri memberi mereka sarana untuk mempertahankan kekuasaan, baik melalui akumulasi kekayaan, kontrol politik, maupun akses ke sumber daya strategis.

Pemerataan Kesempatan yang Semu

Kapitalisme sering banget dikemas sebagai sistem yang menjanjikan "level playing field," atau kesempatan setara untuk semua orang.

Tapi, kalau kita gali lebih dalam, ini lebih kayak ilusi. Mereka yang udah punya modal gede dari awal—kayak aset, jaringan, atau pendidikan—punya keunggulan yang bikin mereka bisa terus melesat.

Misalnya, keluarga kaya bisa ngasih pendidikan kelas atas ke anak-anaknya, membukakan akses ke universitas elite, magang bergengsi, atau bahkan memulai bisnis dengan modal warisan.

Semua ini adalah pintu yang sering tertutup buat mereka yang nggak punya sumber daya.

Sebaliknya, orang dari kelas bawah atau menengah harus bekerja keras untuk mencapai apa yang sering kali terlihat "standar" buat mereka yang ada di atas.

Upah yang stagnan, biaya hidup yang naik terus, dan akses terbatas ke pendidikan atau modal usaha bikin mereka stuck. Bahkan, program beasiswa atau pinjaman pendidikan yang seharusnya membantu sering kali nggak cukup untuk menyamakan peluang.

Terkadang persyaratan program beasiswa ini butuh uang juga. Misalnya biaya toefl, ielts, dan lainnya. Jadi ya kesempatan orang-orang di kelas sosial bawah ini makin rendah atau gak ada sama sekali! Ironis kan?

Di sisi lain, struktur kapitalisme juga memperburuk kondisi ini lewat kebijakan yang sering mendukung pemilik modal besar, seperti pemotongan pajak korporasi atau regulasi yang menguntungkan perusahaan besar.

Akibatnya? Ketimpangan makin melebar, dan kelas bawah terus sulit berkembang.

Yang lebih menyedihkan, kesenjangan ini juga berdampak pada mentalitas. Banyak orang yang kehilangan motivasi atau merasa "udah nasib" karena sistem terasa terlalu berat untuk dilawan.

Tapi, ini nggak berarti nggak ada harapan. Solusi kayak pendidikan terjangkau, akses modal yang lebih luas, dan kebijakan pemerintah yang benar-benar peduli sama kesetaraan bisa jadi langkah penting untuk mulai mempersempit jurang ini.

Terus dampak dari gak adilnya ekonomi di sistem kapitalisme itu apa sih?

Ketidakadilan ekonomi dalam kapitalisme berdampak besar pada berbagai aspek sosial, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, dan mobilitas sosial:

  1. Pendidikan
    Kesenjangan ekonomi membuat akses terhadap pendidikan berkualitas menjadi sangat tidak merata. Keluarga kaya mampu mengirim anak-anak mereka ke sekolah elit atau universitas bergengsi, yang memberikan peluang lebih besar untuk meraih karier mapan dan penghasilan tinggi.

    Sementara itu, banyak anak dari keluarga berpenghasilan rendah hanya bisa mengakses sekolah dengan fasilitas minim dan tenaga pengajar yang terbatas, yang menghambat kesempatan mereka untuk naik kelas sosial.

    Menurut UNESCO, 80% anak-anak di daerah pedesaan di negara berpenghasilan rendah lanjut ke sekolah menengah pertama, dibandingin sama 91% anak-anak di perkotaan ngegambarin banget gimana ketimpangan akses pendidikan antara desa sama kota di negara-negara ini.

    Intinya sih, di pedesaan itu banyak hambatan kayak sekolah yang jarang ada, guru yang kurang terlatih, sama infrastruktur yang nggak mendukung. Jadinya, anak-anak di desa sering banget kesulitan buat lanjut sekolah.

    Sementara itu, di kota, semuanya lebih gampang—sekolahnya lebih lengkap, ada transportasi yang memadai, dan fasilitas belajar juga lebih oke. Jadi nggak heran kalau anak-anak di perkotaan lebih punya peluang buat ngelanjutin pendidikan mereka.
  2. Kesehatan
    Di negara kapitalis, kesehatan sering kali menjadi hak istimewa. Mereka yang memiliki kekayaan lebih dapat dengan mudah mengakses layanan kesehatan berkualitas, asuransi, dan perawatan preventif.

    Sebaliknya, kelompok ekonomi bawah sering terjebak dalam sistem kesehatan yang mahal atau sulit diakses, meningkatkan risiko penyakit dan menurunkan kualitas hidup mereka.

    Contohnya, di Amerika Serikat, individu tanpa asuransi kesehatan sering kali menghadapi risiko kesehatan yang lebih buruk dibanding mereka yang diasuransikan.

    Meskipun program seperti ACA (Affordable Care Act) telah memperbaiki beberapa ketimpangan ini dengan memperluas cakupan Medicaid untuk individu berpenghasilan rendah.

    Namun, masih ada 4 juta orang miskin yang tidak memenuhi syarat karena kebijakan ekspansi yang tidak merata di beberapa negara bagian.

    Hal ini menciptakan lingkaran ketidakadilan, karena kesehatan yang buruk juga menghambat produktivitas dan kesempatan kerja.

Kapitalisme yang tidak seimbang membuat mobilitas sosial semakin sulit dicapai bagi mereka di kelas bawah. Tanpa akses ke pendidikan atau kesehatan yang memadai, individu dari kelas menengah bawah sulit untuk berpindah ke kelas ekonomi yang lebih tinggi.

Dengan begitu, ketimpangan terus berlanjut dari generasi ke generasi, menciptakan siklus yang sulit diputuskan dan memperbesar jurang kaya-miskin di masyarakat.

Ketidakadilan ini menciptakan masalah sosial yang lebih besar, seperti meningkatnya kemarahan publik, ketidakstabilan sosial, dan perasaan ketidakadilan yang meluas, yang pada akhirnya dapat melemahkan kohesi sosial di masyarakat.

Penutup

Beneran ruwet ya hidup di era kapitalis kayak sekarang. Ditambah munculnya oligarki bikin mikir:

“Trus gue harus ngelakuin apa? Gak adil banget hidup ini”.

Memang, sistem yang ada seringkali menguntungkan segelintir orang saja. Namun, ada beberapa langkah realistis yang bisa kita ambil sebagai individu untuk tetap survive, mengurangi ketimpangan, dan memanfaatkan apa yang kita miliki dengan bijak.

Rajin Upgrade Pengetahuan dan Keterampilan Kita

Di dunia yang penuh dengan persaingan kayak sekarang, pendidikan dan keterampilan yang relevan emang jadi faktor utama buat bisa bertahan, terutama dalam sistem kapitalis yang sering nguntungin mereka yang udah punya modal atau akses.

Tapi, realitanya, nggak semua orang bisa punya kesempatan buat kuliah di universitas top atau bayar kursus mahal, kan? Jadi, kita harus cari cara yang lebih realistis dan terjangkau buat upgrade diri.

Sekarang banyak banget platform online yang menawarkan kursus dan sertifikasi dengan harga terjangkau, bahkan gratis. Salah satunya ya, di Satu Persen, hehehe...

Ini bisa jadi peluang buat belajar keterampilan baru yang dibutuhkan di dunia kerja, kayak coding, digital marketing, desain grafis, atau manajemen bisnis.

Selain itu, keterampilan praktis yang langsung bisa diterapkan juga penting banget. Kalau misalnya kita minat di bidang yang membutuhkan keterampilan teknis, seperti di sektor IT atau desain grafis, banyak peluang buat belajar otodidak melalui tutorial atau forum online.

Kita bisa ngebangun skill yang mumpuni dan dapet kesempatan kerja yang lebih baik.

Cari peluang yang ada di sekitar kita, baik itu magang, kerja paruh waktu, atau ikut komunitas yang punya minat sama. Ini bisa jadi tempat buat belajar langsung dari pengalaman orang lain dan ngebangun koneksi yang berguna buat karier kita.

Jadi, meskipun nggak semua kesempatan ada di depan mata, yang penting adalah kita bisa terus beradaptasi dan memanfaatkan apa yang kita punya untuk berkembang.

Kelola Keuangan dengan Bijak

Memang bener, kapitalisme sering kali bikin yang punya duit banyak jadi lebih untung, tapi itu nggak berarti kita nggak bisa bertahan atau bahkan berkembang.

Sumber daya yang kita punya bisa dimanfaatkan dengan cara yang bijak, salah satunya dengan mengelola keuangan secara cerdas.

Mulai dari hal yang kecil, misalnya nabung secara rutin, itu udah langkah awal yang penting.

Kamu bisa tentukan berapa persen dari penghasilan yang bakal kamu tabung setiap bulan. Selain itu, coba deh mulai investasi, entah di saham, reksa dana, atau bahkan properti.

Investasi bukan berarti harus mulai dengan modal besar, karena ada banyak platform yang memungkinkan kita untuk mulai dengan nominal yang kecil.

Dengan konsistensi dan strategi yang tepat, investasi ini bisa ngebantu ngebangun kekayaan kamu di masa depan.

Yang nggak kalah penting, coba cari sumber penghasilan tambahan, misalnya dengan ngelakuin side hustle. Sekarang banyak banget peluang bisnis yang bisa dijalankan dari rumah, kayak jualan online, freelance, atau bahkan jadi content creator.

Ini bisa nambah pemasukan, yang akhirnya bisa bantu kamu buat lebih cepat mencapai tujuan keuangan.

Kuncinya, jangan takut buat mulai dari yang kecil, karena dengan perencanaan yang baik dan disiplin, kamu tetap bisa membangun modal dan meraih kemandirian finansial, meski nggak dimulai dengan modal besar.

Aware dengan Isu Sosial dan Tuntut Perubahan

Gak cukup cuma mikirin diri sendiri aja, kita juga harus mulai kritis sama sistem yang ada di sekitar kita. Banyak kebijakan yang ada justru lebih ngebantu orang kaya dan segelintir kelompok, sementara yang di bawah sering kali dikesampingkan.

Nah, disinilah pentingnya buat mulai belajar lebih dalam soal politik dan sosial.

Dengan belajar dan memahami struktur kebijakan atau ekonomi, kita bisa mulai tahu bagaimana sistem ini bekerja dan siapa aja yang diuntungkan.

Misalnya, dengan lebih paham tentang pajak, subsidi, atau regulasi bisnis, kita bisa melihat gimana kebijakan itu nguntungin orang-orang tertentu aja, sementara orang lain tetap kesulitan.

Selain itu, ikut serta dalam gerakan sosial atau ikut protes untuk perubahan itu bisa jadi langkah nyata.

Jangan underestimate kekuatan aksi kecil, karena semakin banyak orang yang sadar dan bergerak, makin besar kemungkinan buat merubah kebijakan atau aturan yang ada.

Pilih juga pemimpin yang punya visi dan misi untuk keadilan sosial, karena dengan dukungan yang tepat, mereka bisa bikin perubahan yang lebih adil. Jangan takut buat bersuara, karena perubahan besar dimulai dari langkah-langkah kecil kita!

Lewat langkah-langkah ini, meski nggak bisa langsung rubah sistem, kita bisa tetep hidup lebih mandiri, sadar, dan ikut berjuang buat kesempatan yang lebih merata buat semua orang. Keep hustling, guys!

Bagikan artikel

Disclaimer

Jika Anda sedang mengalami krisis psikologis yang mengancam hidup Anda, layanan ini tidak direkomendasikan.

Silakan menghubungi 119.