Di zaman yang serba digital ini, kita dipenuhi dengan beragam konten baik di media sosial maupun platform digital lainnya. Konten-konten tersebut berasal dari berbagai sumber, mulai dari influencer, konten kreator, YouTuber, podcaster, dan lain sebagainya.
Sayangnya di antara konten-konten tersebut, tidak semuanya berkualitas. Banyak konten yang dibuat hanya untuk mengambil keuntungan semata dari tren yang sedang viral, tanpa memberikan nilai tambah yang berarti bagi khalayak.
Salah satu konten yang kerap dieksploitasi adalah konten tentang ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup. Banyak sekali muncul "guru" atau "mentor" dadakan yang menjual ebook, kelas online, atau webinar dengan harga selangit, tetapi mutunya diragukan.
Cara Membedakan Sosok Mentor Kredibel dengan Fake Guru
Bagaimana cara membedakan sosok mentor yang kredibel dengan fake guru atau "poser"? Berikut ini 5 tips untuk mendeteksi fake guru di era digital:
Perhatikan track record
Cara termudah untuk menilai kredibilitas seorang mentor adalah dengan melihat track record atau rekam jejaknya. Apa saja pencapaian akademis dan profesional yang sudah diraihnya? Pendidikan dan sertifikasi apa saja yang dimilikinya? Sudah berapa lama ia berkecimpung di bidang tersebut?
Data-data ini akan sangat membantu untuk melihat apakah sang mentor memang layak disebut sebagai ahli di bidangnya. Jika track record-nya minim, patut dicurigai sebagai poser yang hanya mengaku-aku.
Amati gaya berkomunikasi
Cara seorang mentor berkomunikasi dan menyampaikan gagasannya juga dapat menunjukkan kredibilitasnya. Apakah argumennya didukung data dan penelitian? Apakah bahasanya lugas dan mudah dipahami? Apakah ada bukti yang memperkuat gagasannya?
Seorang ahli akan menyampaikan gagasannya secara logis dan didukung bukti konkret. Sementara poser biasanya hanya bacot dan subjektif belaka tanpa bukti.
Pantau respons terhadap kritik
Mentor yang baik biasanya terbuka terhadap kritik dan umpan balik dari audiens maupun rekan sejawatnya. Ia mau mendengarkan berbagai sudut pandang dan terus belajar untuk memperbaiki diri.
Sebaliknya, poser cenderung arogan dan emotional saat dikritik. Ia tidak terima gagasannya dipertanyakan dan menganggap dirinya paling benar. Respons yang buruk terhadap kritik menunjukkan mentor tersebut kurang kredibel.
Cek kebenaran informasi
Lakukan verifikasi atas informasi atau teori yang disampaikan sang mentor. Apakah sesuai fakta dan hasil riset ilmiah terkini? Atau justru bertentangan? Jika banyak pernyataannya yang keliru atau tidak terbukti, itu tanda ia bukanlah ahli sejati.
Misalnya, jika seorang "guru investasi" mengklaim bisa mendapat untung 1 miliar dalam 1 bulan, tentu mustahil dan tidak masuk akal. Patut diduga sebagai penipu kelas kakap.
Pantau hubungan dengan orang lain
Lihat bagaimana hubungan sang mentor dengan orang-orang di sekitarnya, apakah banyak yang membencinya atau justru menghormatinya? Meski ia ahli di bidang tertentu, tapi jika banyak permusuhan dengan orang lain, berarti ada yang salah dengan kepribadiannya.
Contohnya, Oppenheimer: jenius di bidang fisika nuklir, tapi banyak yang membenci karena ikut menciptakan bom atom. Jadi meski kita belajar teorinya, jangan tiru kepribadiannya.
Nah, itu dia 5 tips praktis untuk membedakan mentor asli dan palsu di era digital ini. Dengan menerapkan kelima tips tersebut, kita bisa terhindar dari jebakan fake guru yang hanya mencari untung semata.
Kesimpulan
Sekarang kita hidup di zaman yang serba instan dan terbuka, dimana informasi begitu mudah diakses siapapun. Makanya literasi digital dan kemampuan memilah informasi menjadi amat penting agar kita tidak termakan konten sampah yang merugikan.
Harapannya dengan makin banyaknya masyarakat yang memiliki kemampuan tersebut, maka kualitas konten digital secara umum bisa meningkat. Karena konten bermutu akan diminati, sementara konten sampah akan ditinggalkan.
Gue berharap tulisan singkat ini bisa menambah wawasan tentang bagaimana membedakan mentor berkualitas dan poser semata. Dengan bekal pengetahuan ini, mari kita budayakan konsumsi konten digital yang sehat dan bermanfaat bagi kemajuan diri.
Gue Jhon dari Satu Persen, thanks!