Apakah Kita Harus Memenuhi Harapan Orang Tua?

Pengembangan Diri
Ocky Jhon
8 Sep 2023

Pernah ga sih, orang tua lo nyampein harapan mereka ke lo?

Misalnya. Mereka pengen lo kuliah di suatu jurusan tertentu, kerja di pekerjaan tertentu, bahkan sampe pasangan pun mereka tentuin kriteria yang sesuai sama mau mereka.

Ya memang bisa aja sih mereka bilang kalau mereka ngelakuin ini semua demi kebaikan lo juga.

Tapi. Apakah yang mereka lakukan ini adalah yang terbaik buat lo?

Sekarang gue mau tanya ke lo. Setiap lo denger harapan-harapan orang tua lo, pernahkah lo ngerasa tertekan atau stress? Bahkan nggak jarang malah jadi terbebani untuk memenuhi harapan itu?

Kalau lo pernah atau mungkin lagi ngalamin salah satu dari hal di atas, baca artikel ini sampai habis karena gue akan ngejelasin dari mana sih asalnya ekspektasi orang tua ini, dan selain itu, apakah lo harus selamanya nurutin ekspektasi mereka?

Tuntutan orang tua

Seringkali, perkataan-perkataan yang orang tua lo lontarkan kepada lo itu punya makna yang baik. Antara itu pujian, harapan, atau juga nasihat.

Tapi, mereka udah terbiasa terus menerus menganggap nasihatnya sebagai yang paling benar sampe-sampe rasanya bukan kayak nasihat lagi, tapi ultimatum. Ya di sini mereka suka lupa kalau apa yang mereka harapkan bisa jadi bukan yang terbaik buat lo.

Pertama-tama, lo perlu tau dulu kenapa sih orang tua lo ngasih harapan ke lo kayak gini?

Seperti fenomena psikologis lain, hal ini bisa dijelaskan oleh banyak hal, tapi salah satu yang paling pas untuk kita bahas sekarang adalah Parental Pride.

Parental pride singkatnya adalah rasa bangga yang dialami orang tua terhadap anaknya. Misalnya pas nilai lo bagus, juara sesuatu, dapet pekerjaan yang bagus, mereka jadi bangga punya anak kaya lo.

Loh terus apa buruknya? Bukannya fine-fine aja orang tua bangga sama anaknya?

Ya bangga sih fine-fine aja ya, tapi, yang bisa bikin parental pride ini agak bermasalah adalah ketika kebanggaan ini lebih ditujukan ke keberhasilan mereka sebagai orang tua daripada ke keberhasilan anaknya sendiri.

Istilahnya, kesannya seperti mereka bangga pada diri mereka sendiri karena anak mereka menjadi seseorang yang sesuai dengan apa yang mereka mau, bukan karena anaknya sendiri.

Ketika antara kebanggaan terhadap diri sendiri dan kebanggaan terhadap anak kecampur aduk, ya harapan yang mereka punya ke anak juga kecampur aduk dengan harapan pribadi mereka.

Pertanyaannya sekarang adalah. Ketika orang tua lo menyampaikan harapan mereka ke lo, apakah harapan itu selalu untuk kebaikan lo, atau justru untuk mereka?


Gue ga bilang bahwa semua harapan orang tua itu egois, gue cuma mau mengingatkan kalau harapan-harapan orang tua itu bukan sesuatu yang absolut. Ya, karena balik lagi, inget aja kalo mereka ini manusia sama kaya lo. Mereka punya mimpi sendiri-sendiri, keinginan sendiri-sendiri, dan hal-hal manusiawi lain yang ga memungkinkan mereka untuk selalu mencari solusi yang ‘terbaik’ buat lo.

Apa sih akibatnya kalo parental pride ini kita rasain secara terus menerus?

Dalam ilmu psikologi, kita mempelajari apa yang namanya Self-conscious emotions, atau intinya perasaan yang dipengaruhi oleh bagaimana kita melihat diri kita sendiri dan bagaimana kita dilihat oleh orang lain.

Nah, ketika kita terus menerus dihadapi dengan parental pride, kita jadi terbiasa buat melihat diri dari ‘kacamata’ orang tua. Akibatnya? Kita jadi kehilangan sense of self atau perasaan mengenai siapa sih diri kita yang sebenarnya.

Ketika kita gagal memenuhi ekspektasi orang tua, perasaan bersalah ini jadi muncul walaupun ekspektasi tersebut ngga sejalan dengan mimpi kita sebenarnya.

Atau justru ketika berhasil memenuhi ekspektasi orang tua, mungkin sesaat kita merasa senang dan berhasil tapi lama-kelamaan juga muncul pikiran, sebenernya gue ngelakuin ini buat siapa sih?

Nah, ketika dihadapi dengan kebingungan seperti ini, apa sih yang perlu lo lakuin?

Gue akuin kalo menghadapi masalah ini jauh lebih gampang ngomongnya daripada beneran ngelakuinnya. Ya gimana ga susah, salah ngomong sedikit mungkin bisa aja dicap jadi anak durhaka.

Tapi. di saat yang sama lo juga gamau kan terus-terusan menjalani hidup lo untuk orang lain?

Solusi menghadapi ekspektasi orang tua

Walaupun mungkin sulit, mengkomunikasikan hal ini ke orang tua lo secara asertif adalah hal utama yang bisa lo lakuin untuk nyelesain masalah ini.

Untuk ngelakuin hal ini, pertama-tama lo sebaiknya pahami dulu apa yang lo mau lakukan. Apa yang menjadi mimpi lo? Apa yang menjadi tujuan hidup lo? Cari tahu aja terlebih dahulu karena tanpa hal tersebut, ada kemungkinan lo nggak punya hal apapun yang bisa lo komunikasikan kepada orang tua lo.

Buktikan kepada orang tua lo kalau lo saat ini sudah punya atau seenggaknya, sedang mencari, hal-hal yang terbaik bagi diri lo sendiri.

Sambil melakukannya, lo juga bisa nyari tahu kenapa orang tua lo punya harapan-harapan tertentu terhadap lo. Apakah ada hubungannya dengan kehidupan mereka dulu? Atau mungkin berhubungan dengan ketertarikan atau passion pribadi mereka?

Ketika lo sudah mengenali asal usul atau latar belakang dari harapan orang tua lo ini, lo bisa lebih mudah mendekati mereka untuk ngomongin masalah ini.

Misalnya, lo bisa memulai percakapan ini dengan ngejelasin kalo lo paham apa harapan mereka, datangnya dari mana harapan tersebut, dan kenapa mereka mau hal yang sama buat lo. Tapi, lo bisa lanjut dengan bilang bahwa sama seperti mereka yang punya impian dan harapan sendiri, lo juga punya impian dan harapan terhadap diri lo sendiri. Dan yang perlu dijelaskan di sini adalah hanya karena lo ga nurutin harapan mereka, bukan berarti lo ga sayang sama mereka.

Kalaupun setelah lo coba ngejelasin ini tetep aja merekanya maksa lo untuk nurutin harapan mereka, alternatif lain adalah di mana orang tua lo mau A, sementara lo tetep mau B.

Sebenarnya kalau udah begini, ga banyak yang bisa lo lakuin selain memohon kepercayaan mereka kalau cara lo membawa kebaikan ke diri lo sendiri juga bisa berhasil tanpa harus menuruti cara mereka.

Perlahan-lahan, lo bisa kok belajar mengkomunikasikan apa yang lo mau secara asertif dan berupaya untuk membuat orang tua lo percaya dengan apa yang lo mau lakukan.

Sekali lagi gue mau bilang bahwa hal seperti ini mungkin adalah hal yang sulit dilakukan bagi sebagian orang, apalagi yang saat ini masih berusaha mengenal dan memahami dirinya atau baru belajar buat berkomunikasi asertif kepada orang, terutama orang tua. Komunikasi secara asertif bukanlah suatu hal yang diajarin di sekolah, makanya disini gue menyarankan banget lo buat nonton video-video Satu Persen lainnya yang spesial ngebahas cara berkomunikasi secara asertif.

Tapi, kalau lo mau bimbingan dan juga belajar secara lebih dalam, Satu Persen nyediain layanan mentoring buat lo di mana lo bisa secara personal dibantu dalam membangun skill komunikasi asertif ini, terutama ketika berhubungan dengan orang tua. Konsultasi bersama Mentor Satu Persen adalah layanan konsultasi 1-on-1 bersama Mentor Satu Persen yang bisa ngebantu lo mengidentifikasi masalah dan menemukan solusinya

Akhir kata, semoga artikel ini bermanfaat buat lo dan bisa ngebantu lo mengembangkan diri lo, seenggaknya satu persen setiap harinya. Supaya apa? Supaya lo bisa #HidupSeutuhnya

Gue Jhon dari Satu Persen, thanks.

Bagikan artikel

Disclaimer

Jika Anda sedang mengalami krisis psikologis yang mengancam hidup Anda, layanan ini tidak direkomendasikan.

Silakan menghubungi 119.